3. Bunga Tidur

22 12 0
                                    

Hal indah itu tentang bagaimana memikirkan mu. Walaupun caranya ilusi, tetapi hasilnya selalu menyentuh hati.

❃.✮:▹ ◃:✮.❃

“Assalamu'alaikum, Arin pulaaangg!!”

“Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh!” Jawab Ayah dan Ibu serempak.

Arina segera menghampiri orangtuanya dan menyalami tangan keduanya satu-persatu. Setelah itu ia berpamitan untuk pergi ke kamar untuk membersihkan badannya. Ayah dan Ibu yang kini sedang berada di ruang tengah menatap punggung putri mereka yang mulai menjauh bersama-sama. Setelah itu ayah mengambil krim pereda pegal yang tergeletak di atas meja dan memberikannya kepada ibu.

“Ibu tolong balsemin Ayah, dong,” Pintanya. Ibu menerima krim itu dan mengeluarkan isinya.

“Di sebelah mana?” tanya Ibu pada Ayah.

“Ini disini deket tulang belikat.” Ibu pun membaluri area yang Ayah tunjukan sebelumnya. Selesai itu ibu sedikit mengomeli Ayah karena memang hari ini Ayah terlalu mengangkat banyak barang yang berbobot berat. Harusnya Ayah sedikit sadar diri karena usianya sudah tidak muda lagi dan tulang-tulang di badannya pun sudah tidak sekuat dulu. Akhirnya Ayah pun hanya meminta maaf pada Ibu sambil sedikit tertawa renyah.
Tidak lama dari tawa renyah Ayah yang pecah, azan magrib terdengar, Ayah bergegas ke kamarnya untuk mengambil sarung dan pergi ke mesjid. Ibu pun pergi untuk mengambil air wudhu dan salat magrib.
Setelah melaksanakan salat magrib Arina keluar dari kamarnya dan menghampiri ibunya yang kini sedang menyiapkan makan malam. Di sana juga ada Ayah yang baru saja pulang dari mesjid. Arina pun duduk dan mengambil piring makannya.

“Tumben tadi pulang sore,” celetuk ayah.

“Tadi habis bantuin M dulu, yah,” Jawab Arina.

“M?”

Arina menganggukan kepalanya. “Udah lama juga dia, gak main ke sini, ya?”

“Sibuk kali, yah, dia 'kan anaknya aktif.” sahut Ibu.

Ayah mangut-mangut. “Kamu kasih tau dia ya, Rin, main ke rumah kata ayah,” Arina menganggukan kepalanya.

Setelah acara makan malam selesai Arina membantu Ibu membereskan sisa makan. Ibu mengelap meja makan dan Arina mencuci piring yang kotor. Setelah semuanya selesai keduanya menghampiri ayah yang sedang duduk di sofa ruang tengah sambil menonton acara televisi. Terdapat dua sofa di sana, Ibu duduk di sofa yang kosong sedangkan Arina duduk di samping ayah. Ia mengambil kaleng Khong Guan yang tergeletak di samping sofa yang mereka duduki.
“Ibu orang Indonesia banget ih,” celetuk Arina. “Kalengnya Khong Guan tapi isinya kerupuk jengkol!” sambungnya sambil terkekeh.

“Iiihh, itu trik ibu-ibu tau! Kamu gak usah bilang kayak gitu, nanti juga kamu ngerasain pas jadi ibu-ibu.” Kilah Ibu.

“Enggak, ah, Arina, gak bakal kayak gini. Nanti kalau Arin jadi ibu-ibu, Arin bakal nata perabotan Arin pake barang-barang aesthetic.

“Kaleng Khong Guan juga estetik, sayang,” timpal Ibu.

“Siapa bilaangg??” Arina sedikit menaikkan suaranya.

“Eh, eh, eehh, kok pada ngebahas kaleng Khong Guan, sih?” Ayah menyahut. “Nih ya, ayah mah gak perlu kaleng apapun, yang ayah mau cuma isinya makanan kesukaan ayah.”

“Aayaahh!” Seru Arin dan Ibu bersama-sama.

“Ayah, gak tau trend nih, makanya kayak gini!” Sambung Arina. Tawa renyah dari mulut ayah pun meledak begitu saja.

Memang, hal yang paling menyenangkan bagi ayah adalah membuat bidadari-bidadari nya memasang wajah marah kepadanya. Karena dengan itu wajah mereka akan terlihat semakin “Cantik!”
Mereka menghabiskan waktu di ruang tengah sampai azan isya tiba. Setelah azan isya tiba seperti biasa ayah pergi ke mesjid, sedangkan Ibu dan Arina salat di rumah.
Dan setelah salat isya biasanya Arina tidak keluar kamarnya lagi, ia mulai mengerjakan aktivitas pribadinya sebelum akhirnya tidur. Saat ini ia sedang membereskan tas sekolahnya dan mengecek buku-buku pelajaran. Setelah buku pelajaran hari ini ia susun lagi di rak buku, ia mulai mempelajari buku pelajaran yang akan ia pelajari esok hari. Arina membuka buku Bahasa Indonesia dan melihat bagian terakhir yang ia tulis. Disana dituliskan sebuah tugas yaitu '
Membuat cerita ringkas tentang seseorang tanpa mengungkapkan identitasnya!”
Untung saja Arina membuka buku itu, karena jika tidak, Arina tidak ingat jika guru Bahasa Indonesia memberikan tugas tersebut. Bisa-bisa Arina kena poin karena melupakannya.

SAUJANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang