24. Kita dan Mereka

9 5 0
                                    

Manusia berpikir itu hal yang biasa saja,namun pada akhirnya akan menjadi sebab yang tidak terduga

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Manusia berpikir itu hal yang biasa saja,
namun pada akhirnya akan
menjadi sebab yang tidak terduga.

~ Saujana

❃.✮:▹ ◃:✮.❃

Satu bulan berlalu setelah Arina berlibur ke Jawa Timur. Sejak sebulan ini hari-hari gadis itu berbeda dari biasanya. Setiap pagi seseorang sudah menunggunya untuk berangkat sekolah bersama. Orang itu bahkan sudah dianggap seperti anak oleh ayah dan ibu di rumah nya. Setiap pagi dia disapa dan diberi salam bahkan sampai dibuatkan bekal oleh ibu. Arina tidak masalah dengan itu, ia bahkan merasa senang dengan apa yang terjadi. Tetapi, dibalik itu semuanya hari-hari nya menjadi cukup melelahkan. Backstreet relationship. Ya, sudah sebulan ia menjalin hubungan diam-diam dengan Nata, orang yang notabenenya dikenal oleh para murid sekolah. Karena itu, sebulan penuh ia harus datang pagi-pagi sekali dan pulang sore hari. Ia juga perlu menunggu di halte yang berjarak lima ratus meter dari gerbang sekolah agar mereka tidak ketahuan.

Pencapaiannya sejauh ini belum ada yang bisa membongkar hubungan mereka. Baik itu sahabat Arina ataupun sahabat Nata. Keduanya sama-sama pintar menutupi. Interaksi mereka di sekolah pun tergambar seperti biasanya. Jika ingin saling melirik pun hanya ekor mata lah yang bekerja, mentok-mentok saling tersenyum tipis dengan tarikan bibir tidak lebih dari satu senti, karena itu tampaknya mereka seperti kembali asing dan bahkan tidak mengenal satu sama lain.

"Rin, Nata 'kok kayak jadi jutek gitu sih?" Maretta berkomentar. Sebelumnya ia dan Arina berpapasan dengan laki-laki itu di lorong sekolah. Namun, Nata tidak menoleh pada Arina sedikit pun, padahal waktu terakhir mereka liburan di Malang Arina dan Nata sudah terlihat lebih dekat.

"Jutek gimana?" Balas Arina. Keduanya tetap berjalan bersandingan.

"Yaa jutek. Kayak, gak peduli kalau ada, lo, padahal dulu dia sering merhatiin, lo," kata Maretta.

"Kalau menurut aku sih, biasa aja, kan emang dari dulu juga kita enggak deket." Ucap Arina.

Maretta mengerutkan kening. Ia rasa ada yang tidak beres dengan sahabatnya ini. Mana mungkin mereka asing? Arina bukan orang yang bisa mengusir keberadaan seseorang dalam hari-harinya, sekalipun orang itu menyusahkan. Gadis itu orang yang tidak enakan.

"Kalian jadian, ya?" Tebak gadis itu.

Langkah Arina pun terhenti. Ia menoleh pada Maretta sambil sedikit mengerutkan alisnya.

"Kalau, gak langsung ngelak berarti iya." Imbuh gadis itu. Namun, Arina tetap diam. Maretta lantas menyeringai dan mengibaskan rambutnya.
"Kaann? Emang feeling, gue, itu selalu benar!"

Arina pun mengerjapkan matanya. "Kamu itu! Gak usah ngada-ngada. Aku sama Nata enggak ada apa-apa." Tukasnya.

Maretta tetap menggoda Arina dengan memicingkan matanya. "Alaaahh, boong 'kan? Kalian pasti udah jadian."

SAUJANAWhere stories live. Discover now