Debaran Sebelas: Jatuh Ke Bumi

105K 4.1K 76
                                    

Gambar di sebelah: Julian

Debaran Sebelas

Jatuh Ke Bumi

1.      Nero K Yudea : 100

2.      Niken Reney : 92

Ini pertama kalinya aku melihat namaku ada di bawah nama seseorang. Hal ini tak pernah terjadi sebelumnya, bahkan sejak aku SD dulu. Rekor juara satuku tak pernah luntur sebelumnya dan kali ini aku melihat bahwa rekor itu berhasil dipecahkan—dengan nilai sempurna yang membuatku bungkam.

Nero, yang saat ini ada di sampingku, juga ikut-ikutan melihat hasil perolehan ujian. Saat aku meliriknya, dia menunduk melihatku. Aku merasa teraniaya karena lebih pendek dari makhluk jangkung ini. Bibirnya tersenyum. Dia akan mengeluarkan kalimat berbisanya.

"See, Niken? Aku sudah bilang kalau aku akan mendepakmu dari Juara 1," Nero tersenyum penuh kemenangan, tampak semakin menyebalkan.

Aku tak bisa membalasnya. Dan tanganku mengepal, berusaha sekuat tenaga untuk tidak kehilangan kendali dan malah meninju wajahnya.

"Dan karena perkataanku selalu terbukti maka tinggal empat minggu lagi untuk meminta pertolonganku," tambah Nero lagi. Tangannya memainkan dasinya dan matanya mengedip-ngedip lucu. "Sebaiknya kau cari cara untuk membuktikan bahwa kau bisa mendapatkan cowok yang kau taksir itu karena aku sendiri sudah mendepakmu dari singgasanamu."

Cukup sudah. Tanganku bergerak sendiri, memegang dasinya.

"Aku tak butuh bantuanmu," kataku geram.

"Oh, kau butuh bantuanku. Cewek galak dihindari cowok, loh." Nero melirik tanganku, dan perlahan jarinya melepas genggamanku. Masalahnya, cowok menyebalkan itu malah menggenggam tanganku.

"Lepaskan," bisikku jengkel. Walau begitu, jantungku sendiri berdegup tak karuan. Ini kali kedua dia menggenggam tanganku. Yang menyebalkan, aku belum pernah menggenggam tangan seorang cowok sebelumnya, jadi aku tak tahu harus melakukan apa untuk menyingkirkan tangan Nero.

"Mhm," gumamnya, masih belum juga melepas genggamannya.

Rahangku mengeras. "Lepaskan atau aku akan meninjumu," ancamku.

Nero menggeleng-geleng kecil, menunjukan ekspresi kasihan. "Kau tak akan bisa melakukannya, Niken. Kau terlalu mungil untuk menyingkirkanku." Dan sialnya, itu memang benar.

Tapi aku tak kehilangan akal karena kakiku tiba-tiba bergerak, menendang kakinya.

"Ouch!" Nero refleks menunduk, melepas genggamannya dan mengelus-elus kakinya.

Aku puas sekali melihat wajahnya yang meringis.

"Sekali lagi kau memegang tanganku, aku akan menendang wajahmu!" setelah mengatakan itu, aku pergi sambil memaki-maki dia. Masalahnya, aku malah mendengar tawa Nero di belakang punggungku.

Menyebalkan. Sungguh menyebalkan.

Belum sekelas saja dia sudah menghabiskan nyawaku separuh. Bagaimana jadinya bila nanti dia sekelas denganku?

Tanganku mengepal lagi. Aku tak ingin dia sekelas denganku!

***The Flower Boy Next Door***

Guru Olahraga kelas dua adalah Pak Gerry. Dia berusia tiga puluh tahunan, sudah menikah tapi masih tampil energik dengan pinggang ramping dan kulit kecoklatan. Setiap hari dia mengenakan kaos dan celana training, tak mau repot-repot mendengarkan peraturan sekolah karena menurutnya itu tak penting.

The Flower Boy Next DoorWhere stories live. Discover now