Debaran Delapan Belas: Memori

93.4K 3.6K 89
                                    

WARNING!

Bagi yang berada di bawah tiga belas tahun, harap membaca didampingi orang tua, karena lembaran berikut mengandung adegan kekerasan!
Anyway, karena ada yang pengen tahu wajah Zoe, di sebelah penulis taruh fotonya Zoe. Anggap saja dia Zoe. Dan Penulis minta maaf sekali karena--sama seperti tokoh-tokoh sebelumnya--penulis sendiri hanya mengambil foto-foto itu tanpa tahu siapa nama-nama mereka.
PLAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAK

Ingin tahu apa yang terjadi pada Nero?
<<<<<<<<<<<<<PLAYBACK BEGIN!
==================================================


Debaran Delapan Belas

Memori

Lagi-lagi Nero tak ingat apa yang terjadi. Begitu dia membuka mata, Zoe tengah memandangnya dari samping brankar UKS.

"Apa yang terjadi?" kata Nero segera terduduk. "Mana Niken dan Devon?"

Zoe menjawab pelan, "Mereka ada di kelas. Nero, kau tak ingat apa yang sudah kau lakukan lagi?"

Nero menelan ludah. "Apalagi yang kulakukan kali ini?"

Zoe menghela napas. "Aku akan keluar sebentar. Kau tunggu di sini."

"Apa yang terjadi?" kata Nero.

"Kita berdua akan pulang lebih awal, Nero. Aku akan mengantarmu pulang. Kau butuh istirahat." Zoe bangkit, membuka pintu dan keluar.

Tapi aku kan tak sakit! Nero membatin jengkel. Dia mengepalkan tangannya, menoleh ke sekelilingnya dengan tak sabar. Apa yang sebenarnya sudah kulakukan? Aku sama sekali tak bisa mengingat apa yang terjadi sejak—sejak... shit! Kenapa aku tak bisa mengingatnya?

Nero menoleh tak sabar pada pintu yang tadi ditinggalkan Zoe. Beberapa detik kepergiannya seakan seabad. Aku membutuhkan penjelasan pada apa yang kulakukan! Tidak tahan dengan perasaan bersalah yang mungkin saja dia lakukan, Nero melompat dari atas tempat tidurnya dan keluar, menuju lokasi tempat dia berbicara pada Niken. Setidaknya hanya itu memori yang bisa dia ingat. Begitu melewati loker, Nero berhenti melihat penyokan dari loker besi itu. dengan segera Nero melihat tangannya yang masih lebam.

Amarahnya pastilah tak terkendali lagi sehingga dia tak bisa mengingat apa yang terjadi. Nero melihat sekelilingnya. Koridor itu kosong. Dia harus keluar dari tempat ini. Tanpa menunggu Zoe, Nero segera keluar sekolah dan melompati tembok sekolah.

Untuk sejenak Nero melihat sekelilingnya. Sekarang kemana? Dia tak mungkin pulang ke rumah. Jennifer akan bertanya-tanya apa yang terjadi. Wanita itu akan khawatir, kemudian Matt akan tahu apa yang terjadi—walau mungkin Zoe sudah memberitahunya lebih dulu, dan tak lama lagi akan muncul Dokter beserta para Psikiater.

Demi Tuhan, dia kan tak gila! Dia cuma... cuma... cuma memiliki sedikit masalah terhadap kontrol emosinya dan itu semua berkat wanita sialan itu!

Nero berjalan cepat meninggalkan sekolah. Kakinya melangkah tak tentu. Hal yang dia ketahui adalah bahwa dia harus pergi jauh dari tempat itu, dari orang banyak, menenangkan diri, mengarang kebohongan, dan berusaha untuk terlihat baik-baik saja. Dia tak butuh Zoe yang akan menjaganya terhadap segala sesuatu.

Matahari bersinar terik. Nero segera memilih duduk di bawah pohon di pinggir jalan dan melihat-lihat mobil-mobil yang berlalu-lalang di sekitarnya. Sialan. Kenapa panas sekali sih hari ini? Nero membatin jengkel, menghapus keringat dari dahinya. Sekarang sudah jam dua. Zoe pastilah sudah mencari-carinya. Semoga saja Matt tak segera mengerahkan anggota kepolisian untuk mencarinya yang baru saja menghilang selama dua jam. Matt memang paranoid sejak sepuluh tahun lalu. Nero mengerti sekali tentang itu. Tapi tetap saja dia tak membutuhkan orang sebanyak itu untuk mencarinya. Dia bisa menjaga dirinya sendiri!

The Flower Boy Next DoorWhere stories live. Discover now