Debaran Tiga Puluh Tiga: I Care

101K 3.9K 206
                                    

Buahahahahahaha!
Hi everyone, Ch 33 update!
Jangan lupa vote dan comment yaw

Yes, baby, this chapter is dadicated for you

*hug + kiss

Salam,

Penulis

===========================

Debaran Tiga Puluh Tiga

I Care

Ketika aku selesai berganti pakaian Matt mengajakku minum teh berdua. Tanpa Nero. Aku menduga kami akan membicarakan masalah serius.

Jika ini masalah ciuman yang tadi matilah aku! Aku kan tak tahu bagaimana menghadapi Matt. Kami belum pernah bicara sekalipun. Sudah pasti aku akan mati konyol nanti.

"Silakan, Niken."

Matt tersenyum ramah padaku menggeser cangkir porselain berkilat yang cantik ke arahku.

"Terimakasih, er, Dad," kataku kesulitan memanggilnya sebagai "Dad".

Bibir Matt tersenyum lagi, kali ini lebih menarik melengkung indah dengan sempurna mempertampan wajahnya. Uh. Entah kenapa aku bisa melihat Nero dalam setiap sisi wajahnya. Mata coklat terangnya sama seperti Nero, begitu pula warna kulitnya yang pucat, atau bibirnya, senyumannya, bahkan suaranya sama persis, hanya saja lebih berat dan dalam. Rasanya aku tahu seperti apa tampang Nero nanti sepuluh tahun yang akan datang. Seperti Matt.

"Nero pasti sudah melumuri kepalamu dengan tingkahnya. Aku sepertinya kurang mendisiplinkannya. Mulai hari ini aku akan mengawasi seluruh tingkahnya. Siapa yang tahu dia akan berubah sebuas apa jika tak diajari."

Matt membuka pembicaraan yang berhasil membuat wajahku memerah seperti kepiting rebus. Suaraku tercekat karena tak mampu merespon, jadi aku diam saja.

"Jadi sudah berapa lama hubungan kalian?" Matt bertanya menatapku dalam-dalam.

"Sekitar satu bulan," jawabku.

Matt mengangguk kalem. "Hmm, masih muda sekali. Apa kau sangat menyukai Nero Niken?"

Wajahku merah padam lagi. Seseorang tolong aku. Kenapa aku terjebak dalam pojok introgasi Matt? Seakan-seakan aku sedang berusaha menyenangkan calon mertua. Calon mertua? Aku ini mikir apaan sih?

"Sangat," gumamku.

"Nero juga sangat menyukaimu, aku bisa melihat dari cara Nero memandangmu. Dia tampak lebih hidup saat berada di sampingmu."

Apakah itu pujian? Perkataannya membuat hatiku menghangat dan aku jauh lebih percaya diri. Matt menyesap tehnya sehingga aku memutuskan untuk melakukan tindakan yang sama.

Teh buatan Matt hangat manis dan menenangkan seperti orangnya. Matt punya rasa yang berbeda. Aku jadi penasaran dengan teh buatan Nero.

"Dad, mengenai Tante Jennifer, aku sangat menyesal," kataku tiba-tiba.

Matt menegang di tempatnya dan aku langsung menyesal mengatakannya. Dia pasti mengingat masa-masa sulit itu. Dalam beberapa detik Matt terdiam. Pandangan matanya meredup, memandang kosong ke pemandangan kolam renang yang cantik. Lalu dia menghela napas.

"Terimakasih, Niken." Ucapnya pelan-pelan. "Aku juga sangat menyesal. Jennifer juga akan merasakan hal yang sama."

Dahiku mengerut tapi tak berani bertanya. Takut menyinggung Matt lagi.

"Kepergian Jennifer seperti pukulan telak bagi Nero karena Jennifer tak sempat memberikan ucapan selamat tinggal pada Nero. Hal yang juga terjadi pada Theressa."

The Flower Boy Next DoorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang