Debaran Tiga Puluh Enam: Nightmare

101K 3.5K 182
                                    

Debaran Tiga Puluh Enam

Nightmare

TEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEET

Devon mengerang jengkel, membalikkan badan dan tangannya yang mengayun tepat jatuh ke dada Nero sampai membuat Nero bangun, terbatuk-batuk karena pukulan luar biasa Devon. Devon segera terbangun karena itu.

"Kenapa?" tanya Devon terkaget-kaget.

"Kenapa? Tanya tanganmu!" Nero menimpuk bahunya dengan jengkel. Suara toa masih berbunyi mengerikan, menjerit-jerit luar biasa di pagi hari.

"BANGUN! SUDAH PAGI!" suara Julian samar-samar terdengar di luar tenda. Tak lama setelah itu tenda mereka juga ikut bergoyang dan ada bayang-bayang berkelebatan di luar. Nero menggaruk kepalanya dengan jengkel, lalu akhirnya keluar dari tenda. Devon terpaksa ikut juga.

Para siswa sekarang sudah ada di luar, menunggu pengumuman langsung dengan seluruh tangan masuk ke dalam kantung celana atau jeket mereka. Langit masih gelap dengan awan-awan kelabu yang menggantung. Matahari tampaknya belum mau muncul dan angin pagi segar menyamankan kulit wajah setiap anak.

"Apa semua sudah bangun?" Julian bertanya dari ujung tenda menggunakan toa di depan mulutnya.

"Sudah, Pak," para siswa menjawab malas.

"SEMUA SUDAH BANGUN?" dia menjerit.

Setiap anak menutup kedua telinga mereka yang berdenging.

"SUDAH, PAK!" Akhirnya anak-anak ikut menjerit.

Alfon yang berdiri di sebelah Vion memijit dahinya sambil bergumam, "Ya ampun."

"Sekarang ikut saya ke lapangan belakang, kita senam!"

Para siswa ogah-ogahan mengikuti para guru untuk berjalan ke lapangan belakang. Mereka menguap, menggaruk-garuk kepala dengan malas, bahkan masih memiliki rambut awut-awutan ketika berbaris di lapangan dan mulai senam dengan musik SPI (Senam Pagi Indonesia).

"Satu... dua... tiga... empat..."

"Seriously?" Nero geleng-geleng kepala, mengikuti gerakan senam.

Begitu selesai, para siswa sudah kelihatan lebih segar dan berkeringat walau ngomel-ngomel karena panas sinar matahari.

"Kalian boleh mandi berkelompok. Para siswa dilarang mengintip para siswi. Bu Penny dan Bu Moni akan mengawasi," kata Alfon memberitahu, membagi para siswa untuk mandi di kamar mandi yang terpisah antara para pria dan wanita. Para wanita di dalam dan para siswa di luar.

"Huuuuh!" para siswa protes. Alfon pura-pura tak mendengar walau Garry tertawa di sisi para siswa.

"Kemudian, bagi mereka yang kemarin gagal," Alfon kembali membuka catatannya, "Silakan membantu Panitia Konsumsi."

"HUUUUUH!" protesan semakin menjadi.

"Aku mandi duluan," kata Nero, mengambil handuknya. "Aku biasanya mandi pagi. Mumpung masih jam tujuh."

"Aku juga ikut—" Bram berhenti bicara saat Zoe menarik bagian belakang bajunya.

"Kau bantu aku angkat air," katanya.

Bram meringis.

"Biar aku saja yang menemani Nero mandi," Devon tersenyum culas, merangkul Nero. "Kau silakan bersenang-senang dengan Zoe sambil mengangkat air."

Nero menaikan alis. "Kenapa ya aku mendengar ada nada Davy di suaramu?"

"Please, jangan sebut namanya," Devon memutar bola matanya.

The Flower Boy Next DoorWhere stories live. Discover now