Debaran Tiga Puluh: F4 Moved

104K 3.7K 75
                                    

Debaran Tiga Puluh

F4 Moved

Mimpi yang sangat buruk mengetahui bahwa temanmu sendiri akan mematahkan tanganmu tepat di depan wajahmu sendiri dengan ekspresi penuh horor.

Nero memutar tangannya, membuat Zoe meringis merasakan bahwa engsel dari bahunya bergerak dan akan keluar dari tempatnya, menyerikan bahunya. Satu gerakan lagi, maka tangannya tak akan berdaya.

Atau mungkin tidak.

Tepat saat itu Vion muncul dari belakang punggung Nero dengan tiba-tiba, melompat dan memukul tengkuk Nero dengan sikunya, membuat Nero ambruk dan tak sadarkan diri.

Zoe menatap tak percaya pemandangan di depannya dan menangkap Nero yang jatuh ke tubuhnya.

"Apa yang kau lakukan?" Devon meraung tak jauh dari tempatnya, berlari dengan sekuat tenaga dan tampak panik. Dia mencengkram kemeja Vion, matanya menyala-nyala penuh amarah pada Vion. "Berani benar kau memukulnya sampai pingsan!"

Vion menyingkirkan tangan Devon. "Dia mencoba mematahkan tangan Zoe! Menurutmu apa lagi yang harus kulakukan?"

Devon meninjunya. "Itu bukan Nero!"

Vion terbatuk, berjalan terhuyung-huyung memegangi wajahnya yang berdenyut-denyut. "Apa maksudmu bukan Nero? Dia jelas-jelas berniat mematahkan tangan Zoe! Dia gila!"

Devon meninjunya lagi. "Jangan berani-berani menghinanya di depanku jika kau tak tahu apa-apa, Brengsek!"

Vion meraung marah. "JANGAN MEMBELA ORANG YANG SALAH!" Lalu kali ini dia yang meninju Devon sambil menabrak dinding. "Harusnya kau bisa membedakan mana yang baik dan benar!"

Devon menggeleng keras, mengadah dan berjalan tegap, mencengkram kerah baju Vion. "How dare you punch me, you son of bitch!"

"Stop it!" Zoe menangkap tangan Devon sebelum Devon memukul Vion untuk ketiga kalinya, yang pasti akan membuat Vion pingsan dengan rahang patah. "Guys, calm down! God, you two are really monsters."

Tapi Devon tidak menurunkan tinjunya ataupun melepas cengkramannya. Dia menatap marah Vion yang balas melotot padanya. Kedua orang ini masih penuh emosi dan siap berkelahi layaknya pegulat jika tak ada yang menengahi.

"Devon," Zoe mengingatkannya. "Take a long deep breath. Nero needs you."

Mendengar nama Nero membuat Devon sadar. Dia menarik napas dengan susah payah dan melepas cengkramannya. Matanya masih mengancam Vion tapi dia segera mendatangi Nero yang tergeletak di rumput.

"Sepertinya dia hanya pingsan," kata Zoe. "Lebih baik kita bawa ke UKS."

"Kita semua butuh ke UKS," kata Vion, melirik Devon.

Devon menggeram jengkel, memeriksa Nero sambil memegang denyut nadi di lehernya. Dia juga memeriksa mata Nero perlahan. "Kau memukulnya terlalu keras, Brengsek. Dia tak akan sadar untuk dua jam!"

Zoe mengerjap. Vion menatapnya keheranan.

Devon menggendong Nero ke punggungnya, memaki pelan tapi tetap menuju UKS. Vion dan Zoe saling pandang, memberikan pesan yang sama bingungnya, dan mengikuti Devon.

***The Flower Boy Next Door***

Nero bangun dengan memandang langit-langit UKS yang rasanya sudah dikenalnya. Sudah berapa kali sih dia menemukan dirinya memandang langit-langit yang sama? Sepertinya sejak masuk sekolah ini, dia jadi sering masuk ke UKS.

Begitu dia mencoba bergerak, lehernya terasa nyeri seakan hendak patah.

"Kau sudah bangun?" Bu Moni mendatanginya, memandangnya dengan penuh kasih sayang. "Apakah masih terasa sakit?"

The Flower Boy Next DoorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang