23. Ke Museum

26 8 0
                                    

Motor hitam itu melaju membelah jalanan yang cukup padat, menghembuskan berbagai macam debu yang ada.

Setelah Gatha membantu Alaska untuk bersiap-siap, ia segera menuju ke tempat di mana Casey berada.

Kurang lebih lima belas menit ia di jalanan, setelah sampai motor hitam itu terparkir di depan museum kota.

Terlihat gadis berambut sebahu itu di dekat taman, Gatha yang familiar pun langsung mendekatinya.

"Udah lama?" Suara itu membuat Casey menengok ke arah samping, ia pun langsung menggeleng pelan.

"Baru aja."

Selepas itu, mereka berdua langsung menuju ke museum. Kebetulan Casey sudah membeli tiket masuknya. Jadi mereka berdua langsung masuk ke dalam.

Terlihat banyak pasang mata yang memandangi berbagai macam karya seni, Casey yang notabenenya pecinta seni pun langsung berbinar.

Casey dan Gatha tak henti-hentinya untuk berdecak kagum, salah satunya dengan salah satu lukisan yang dikenal dengan nama "badai pasti berlalu karya dari Affandi".

“Woah, keren banget lukisannya!" fokusnya dengan berbinar, sampai-sampai netra itu memandangnya lebih lama.

"Ini karyanya Affandi ya?" Casey mengangguk tanpa menoleh, ia masih sibuk memandang karya lukisan itu.

“Lukisan karya Affandi yang berjudul ‘Badai Pasti Berlalu' menceritakan tentang perjuangan manusia yang mengarungi samudera luas untuk mencapai suatu tempat tujuan, right?" ucap Gatha sembari mengingat-ingat.

“Iyaa, lukisan ini juga menggambarkan perjuangan manusia untuk mendapatkan sesuatu yang ingin mereka dapatkan."

“Tapi dibalik perjuangan manusia untuk mendapatkannya, ia harus siap untuk menghadapi terjangan ombak yang kecil maupun besar. Itu sebagai bentuk ujian dari Tuhan untuk manusia, apakah manusia akan menyerah atau justru semakin semangat untuk menggapainya." Gatha menambahkan ucapan dari Casey.

“Dan... kita cuma perlu berusaha dan berdoa. Selebihnya Tuhan yang atur semuanya," sela Casey yang langsung mendapat anggukan dari Gatha.

Mereka berdua kembali menyusuri beberapa lorong yang menampilkan banyak sekali karya sendiri, entah sudah berapa kali keduanya berdecak kagum.

Sungguh indah karya-karya seniman Indonesia, sampai-sampai penikmatnya merasakan apa yang ada di sebuah lukisan.

---

“Gatha, fotoin gue dong! Jarang-jarang nih gue ke sini." Gatha yang tengah mengotak-atik ponselnya langsung mendongak, mengiyakan permintaan gadis itu.

“Lo atur posisi sendiri, gue yang pegang kendali." Casey mengangguk, selanjutnya ia berpose di samping lukisan.

Setelah hitungan ketiga, foto itu berhasil diabadikan. Casey yang merasa antusias pun langsung melihat foto itu.

“Ihh, guenya jelek. Ganti-ganti." Gatha mengangguk pasrah, ia langsung memotret Casey kembali.

Casey kembali memandangi hasil karya dari Gatha, seketika ia cemberut. “Gue jadi ketutupan cahaya, fotoin lagi dong."

Gatha memutar bola matanya dengan malas, beginilah jika berurusan dengan cewek. “Foto candid aja deh, terserah lo mau ngapain. Nanti gue tinggal cekrek-cekrek." Akhirnya Casey mengangguk setuju, selanjutnya ia serahkan kepada Gatha.

Puluhan foto sudah Gatha dapatkan, Casey yang melihat itu pun langsung berteriak lirih. “Bagus banget! Makasih Gatha!"

Gatha mengangguk, ia pun langsung membalikkan kamera menuju dirinya. Tangan yang semula diam kini merangkul bahu Casey, mengkode untuk foto bersama.

Casey yang belum siap pun langsung berdecak, apalagi melihat hasil foto yang menunjukkan dirinya tengah menganga lebar.

Gatha yang peka pun langsung mengulangi jepretannya, setelah itu berbagai gaya mereka ciptaan.

“Udah kan? Mau liat apalagi?" Casey menggeleng pelan. “Udah, ke luar sekarang ya?"

Gatha segera menggandeng tangan itu, membawanya ke luar museum. “Mampir dulu ya, gue laper." Casey mengangguk, selanjutnya ia naik ke atas motor yang sudah Gatha tumpangi.

Jalanan mulai padat, terlihat banyak pekerja kantoran yang pulang. Jalanan pun sedikit macet karena itu.

“Ambil jalan pintas deh Tha, gue males kejebak kayak gini." Suara yang sedikit sayup-sayup itu langsung diangguki oleh Gatha, ia juga sebenarnya malas dengan jalanan kota.

Setelah mendapat jalan pintas, motor itu langsung menyusurinya. Beruntung Gatha tau jalan pintas ini, jalan yang langsung berpapasan dengan sekolahnya.

“Makan bakso di depan sekolah ya?!" Gatha sedikit berteriak, agar Casey dapat mendengarnya. Sang empu pun langsung mengeluarkan jempolnya pertanda setuju.

Keduanya turun dari atas motor, terlihat warung bakso depan sekolah sedikit ramai. Maklum, pecinta bakso tengah melejit naik.

“Bang, bakso dua ya!" Sang penjual langsung memberikan jempolnya, mereka berdua pun langsung memilih tempat duduk yang strategis.

Mereka saling diam, sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Sampai beberapa menit kemudian, dua mangkok bakso sudah tersaji di depan mata.

Keduanya menyantap dengan khidmat, sampai-sampai hanya terdengar suara sendok dan mangkok yang beradu.

---

Cuaca perlahan menjadi dingin, lampu-lampu jalanan kini juga sudah dihidupkan. Setelah memakan bakso di depan sekolah, keduanya berkeliling kota sejenak. Melepas sedikit penat untuk menyambut hari Senin yang tidak dinantikan.

Gatha mengendarai motornya dengan kecepatan rata-rata. Setelah menempuh selama beberapa menit, motor itu terhenti di depan pagar yang cukup luas.

“Lo ga dimarahin bokap kan karena pulangnya malem?" Gatha hanya memastikan, takutnya ia terkena bogeman lagi.

“Aman, gue udah izin kok. Kebetulan juga bokap lagi di teras tuh." Casey menunjuk ayahnya yang tengah bersantai sembari menyesap kopi, Gatha pun segera mengikuti langkah Casey untuk menyalami tangan yang hampir keriput itu.

“Malam, pak," sapanya dengan sedikit tersenyum. Sang empu pun langsung mengangguk.

“Makasih udah anterin anak saya." Gatha mengangguk. Setelah berpamitan, ia langsung naik ke atas motor dan menjalankannya ke kost-an.

Sebelum sampai, Gatha mampir terlebih dahulu ke rumah teman kelasnya. Mengambil beberapa barang yang tak sengaja tertinggal di kelas. Selepas urusannya selesai, ia langsung melaju lagi ke jalanan.

Lampu kost masih padam, terlihat seperti tak ada penghuni. Gatha yang baru saja tiba bergegas menyalakan saklar itu, takut ada hal-hal yang tak diinginkan.

"Bosen banget, mana si Alaska lama lagi di sana." Gatha sedikit mengeluh, pasalnya ia sendirian di sini. Kebetulan juga para tetangganya sedang pulang kampung, jadi terpaksa Gatha sendirian di kost ini.

Karena tak tau ingin melakukan apa, Gatha mengambil laptopnya untuk menonton. Tak lupa mengambil cemilan yang sempat ia beli.

Terpampanglah berbagai macam tokoh dengan kosa kata Jepang. Gatha memang menyukai hal berbau dengan negeri sakura itu.

Saking fokusnya dengan series yang ia tonton, Gatha sampai tak sadar bahwa jam menunjukkan waktu tengah malam.

---

Detik-detik menuju ending

Siap-siap aja yaa 😍☝🏻

𝐋𝐨𝐧𝐞𝐥𝐲 ✓Where stories live. Discover now