00.03

11.1K 867 11
                                    

***

Setelah sampai di panti, ibu langsung membanting Ares. Dia benar-benar geram akan tingkah anak ini. Dia mengambil kayu rotan dan memukul paha anak itu dengan keras.

"Berani-beraninya kamu buat ulah!!" Geram ibu.

Dia terus memukul Ares tanpa memedulikan ringisan kesakitan dari Ares. Dia memukul nya tanpa ampun. Dia ingin akan ini merasakan amarahnya.

"Hiks..hiks.., ibu cakit! Dah ibu...!!" Isakan Ares sangat lirih dan menyedih kah. Badannya benar-benar kesakitan. Darah sudah merembes menembus baju yang dia pakai tadi.

"Apun Bu, apunn...hiks!" Mohon Ares kepada ibu.

"Rasakan ini anak nakal!!!"

Ibu terus melayangkan rotan itu ketubuh Ares yang sudah dipenuhi banyak darah. Wajahnya memerah marah. Matanya juga ikut memerah menunjukkan seberapa marah nya dia saat ini.

"Cukup Bu.., hiks.. cakit!!"

Ibu menarik tangan Ares kasar. Dia membawanya keluar gerbang kemudian menendangnya hingga ares terjungkal kebelakang.

"Sekarang pergi dari sini!! Saya sudah muak mengurus mu!!"

Tanpa belas kasihan dia kembali menendang tubuh Ares yang sudah bersimbah darah. Setelah itu dia menutup pintu pagar keras. Ares yang melihat itu mendekat dan berteriak sekuat tenaga.

"Janan buang ayes Bu hikss.. ayes hon..!!" Pinta nya

Ares benar-benar menyedihkan saat ini. Dengan wajah yang di penuhi air mata, tubuh nya yang bersimbah darah, menunjukkan bahwa keadaan nya tidak baik-baik saja. Apa yang akan ia lakukan? Kemana dia harus melangkah pergi? Dimana dia akan tidur dan mendapatkan makanan malam ini?

Karna sudah tidak tahan dengan kesakitan yang di rasakannya, Ares akhirnya pingsan didepan panti. Tidak ada yang melihatnya. Panti itu memang terletak agak jauh dari pemukiman warga.

***

Matahari mulai memunculkan cahaya nya. Membangunkan bocah mungil yang semalam pingsan di depan gerbang. Badannya benar-benar lemah saat ini. Wajahnya pucat dan ada bekas air mata di sudut matanya.

"Hiks ... Cakit.." ringisan pilu itu keluar dari bibir mungilnya.

Ares segera bangun dan berjalan tak tentu arah. Setiap langkah nya disertai ringisan kecil akibat dari luka nya yang perih. Keadaannya benar benar memprihatinkan. Banyak orang yang berlalu lalang menatap iba terhadap nya, tapi tidak ada satu orang pun dari mereka yang berniat menolong bocah itu.

"Hiks.. ayes hawlus temana?" Air matanya tak henti-hentinya keluar mengaliri pipi chubby nya. "Ayes wlapal, hiks!"

Dia berjalan menuju sebuah warung makan didepan sana. Ares berharap semoga penjual itu mau berbaik hati dengan memberinya sedikit makanan.

"Aman..aman.. ayes nta mam bwoleh?" Tanya Ares memelas. Dia memasang puppy eyes nya berharap paman itu akan mengasihaninya.

"Tidak ada makanan gratis disini!! Pergi kamu!!" Hardik orang itu yang membuat Ares langsung berlari ketakutan.

Ares sudah tidak tau harus kemana lagi. Dia berdiri dipinggir jalan raya menahan lapar dan perih dari lukanya. Matanya memandang lurus jalanan yang dipenuhi kendaraan. Harapannya hanya satu untuk saat ini! Dia ingin makan dan terbebas dari rasa sakit di tubuhnya.

~kacihan kamu ress!

***


ALBERT JHONSON LEONARD,
Siapa yang tidak mengenal nama itu?
Nama yang saat ini sedang ramai di bicarakan orang-orang atas kesuksesan nya di bidang industri.

Tidak hanya orang kalangan atas yang mengenalnya. Rakyat jelata pun ikut mengenal dan tau tentang kesuksesan nya.

Duda beranak 4 itu saat ini sedang dalam perjalanan menuju mansion nya. Dia baru saja kembali dari Prancis untuk mengurus bisnis nya. Butuh sekitar 4 jam perjalanan dari bandara menuju mansion nya dan itu membuat dia sedikit merasa jengkel. Sebenarnya bisa saja dia memakai helikopter yang langsung mendarat depan mansion, tapi entah apa yang merasukinya hari ini, dia mau menggunakan pesawat.

Di pertengahan jalan menuju mansion, Albert yang sedan memandangi keluar jendela mobil melihat sebuah bocah kecil yang berdiri di trotoar jalan. Keadaannya cukup menarik perhatian Albert. Bocah itu berdiri sambil memegang perutnya seakan menahan lapar. Albert langsung menyuruh supir untuk berhenti.

"Stop!!" Perintah nya

Sang supir yang sebenarnya adalah sekretaris Albert langsung mematuhi perintah sang atasan.

Albert segera keluar dari mobil dan berjalan kearah bocah itu. Dari dekat dia bisa melihat luka-luka dan bekas darah di baju nya. Seketika rahangnya mengeras.

"Sedang apa?" Tanya Albert sedikit membungkuk kan badannya.

Bocah itu menatap orang didepannya dengan mata berkaca-kaca. "Aman.. ayes cakit...hiks" lirih nya

Albert langsung meraih bocah itu ke gendongannya. Kemudian dia memasuki mobil.

"Rumah sakit!!"

"Baik tuan!" Sang sekretaris langsung menjalankan mobilnya.

Albert menepuk pelan punggung sempit bocah di pelukannya. Bibirnya tak henti mengucapkan kata-kata menenangkan untuk menghibur bocah itu.

"Hikss...wlapal.." gumam Ares pelan tetapi masih bisa didengar oleh Albert.

"Iya, sebentar lagi kita sampai!" Sebenarnya Albert tidak mengerti apa yang di katakan bocah mungil itu. Dia menebak kalau bocah itu tengah kesakitan.

Setelah beberapa saat, akhirnya mereka sampai disebuah rumah sakit besar. Segera saja Albert membawa bocah itu masuk dan menyuruh seorang dokter untuk memeriksa nya.

"Maaf pak, bisa kita berbicara sebentar? Ini mengenai kondisi anak yang bapak bawa!" Ucap dokter yang bernama Reza itu.

Albert mengangguk kemudian keluar dari tempat itu, diikuti oleh dokter Reza dibelakangnya.

"Jaga bocah itu!!" Perintahnya kepada Geri, sekretaris nya.

"Baik pak!!"

Albert kemudian membawa langkahnya menuju ruangan sang dokter. Sepertinya ada hal penting yang akan diberitahu oleh dokter tersebut kepadanya.

***

T

B

C

Next?

_______________________________________________

THE STORY OF BABY ARES Where stories live. Discover now