3

67 11 0
                                    

3

Keesokan harinya, Ruby Jinnie mengabaikan semua pesan yang dikirimkan Helios. Saat kelas berlangsung, Ruby bahkan tidak pernah menanggapi ocehan Helios. Gadis itu sepenuhnya menganggap Helios tidak ada.

"Ruby!" Helios merajuk. Siang itu, saat kelas berakhir, Ruby dan Lia segera bergegas pergi ke kantin untuk mengisi perut yang kosong akibat mata kuliah Bu Elijah. Saat berjalan, Helios tiba-tiba menghampiri dan menggandeng lengan kiri Ruby. Helios bersikap imut agar dimaafkan. "Aku hanya mencoba satu rokok saja! Tidak lebih! Lagi pula, yang membawa rokok itu Mark Chello! Dia yang memberikannya padakuuu."

Mereka hampir sampai di kantin.

"Aku sepertinya akan memesan bakso. Bagaimana denganmu, Lia?" tanya Ruby.

Lia menjawab, "Aku salad saja. Belikan aku minuman soda juga, ya?"

Ruby menyetujui, "Baiklah," katanya, masih mengabaikan keberadaan Helios.

Melihat adegan itu, tentu saja Helios semakin merengek layaknya anak kecil. "Ruby! Astaga maafkan aku, janji setelah ini aku tidak akan merokok lagi. Sumpah!"

"Lia, di meja pojok saja ya, di sini panas," Ruby berkata.

"Rubyyy!" Helios menggoyang-goyangkan lengan gadis itu dengan gemas. "Kenapa kau mengabaikan aku!"

Keduanya akhirnya duduk. Lia yang berada di seberang berusaha sekuat tenaga agar tidak tertawa melihat tingkah Helios. Sejak tadi pagi, anak laki-laki itu sudah memohon agar Ruby mau berbicara dengannya tetapi Ruby memang sangat teguh pendirian.

Ruby beranjak, berniat untuk memesan namun Helios mengehentikannya. "Diam di sini. Kamu duduk saja biar aku yang pesan. Ruby bakso, Lia salad, aku juga bakso, dan tiga soda. Oke?" Dengan sumringah, Helios Romanov pergi menggantikan Ruby untuk memesan di kantin Universitas Pandawa.

Sepeninggal Helios, Lia tertawa terbahak-bahak. "Kau ini, sampai kapan mau membiarkan dia bertingkah seperti itu?"

"Tidak tahu," jawab Ruby pelan.

"Maafkan saja dia, aku kasihan sekali melihatnya merajuk seperti itu."

Ruby menggeleng, menahan tawa. "Biarkan saja, dia sudah berjanji untuk berhenti merokok tapi melanggarnya. Ini sudah dua kali aku memergokinya merokok diam-diam di belakangku."

Lia semakin tertawa, ia melirik Helios yang tengah mengantre. "Bagaimana?" tanyanya sedikit berbisik.

Ruby yang tidak mengerti lantas berkata, "Apa? Aku tidak mengerti apanya yang bagaimana?"

Dengan sabar, Lia memajukan wajahnya untuk berbicara lebih perlahan agar tidak didengar orang lain. "Apakah kau sudah menerima perasaan Helios?"

"Aneh. Kita hanya berteman," hardik Ruby.

"Ck, hei gadis tidak peka! Dia sudah menyatakan perasaaannya padamu! Sejak tahun lalu. Kau mau sampai kapan menggantung perasaan Helios, sih? Nanti ketika Helios tidak mencintaimu lagi, kau akan menyesal." Lia berkata sembari cemberut. "Biar aku beri saran. Segera terima perasaan Helios, karena aku tahu kau juga menyukainya, bukan? Cepatlah, Ruby, waktu kita tidak banyak, sebentar lagi kita akan lulus."

Saat ucapan Lia didengar olehnya, Ruby hanya terkekeh pelan. Sahabatnya itu sudah hampir belasan kali memintanya menerima perasaan Helios, sejak ia menceritakan kejadian saat Helios berkata ingin menjadikannya istri. "Dia hanya bercanda."

"Kau sangat tidak peka!" sahut Lia.

"Kau saja yang menjadi pacar Helios, bagaimana?"

Lia menggeleng, "Ya tidak bisa begitu! Helios suka padamu, sedangkan aku tidak menyukainya. Tapi kamu  menyukai Helios, Ruby."

Ruby menggeleng, "Aku tidak menyukainya."

"Kau menyukainya, hanya saja kau belum menyadarinya," balas Lia.

"Sst diam! Lios datang."

Helios benar-benar menghampiri mereka dengan nampan berisi dua mangkuk bakso panas dan satu piring salad sayur, serta tiga kaleng soda dingin. "Hati-hati Ruby, baksonya masih sangat panas." Helios memperingatinya. "Tunggu di sini, aku akan membeli kerupuk dan mengambil saus."

Ruby terkekeh melihat punggung Helios kembali menjauh. Memang benar semalam ia sangat kesal pada Helios yang merokok di gazebo kampus, akan tetapi ia bahkan tidak lagi memikirkan hal itu hari ini. Ia kira, Helios juga akan melupakannya begitu saja, tetapi anak laki-laki itu malah meminta maaf berulang kali padanya. Sungguh lucu dan menggemaskan.

Lia melihat tatapan Ruby yang begitu mendalam. "Lihat, kau menatapnya dengan tatapan itu. Aku benar Ruby, kau menyukai Helios."

"Tidak."

"Ya, tunggu sampai kau menyadarinya, dan semuanya akan terlambat."

***

Ruby Jinnie adalah gadis yang sederhana. Ia tidak seperti teman-temannya yang menyukai berbelanja di pusat perbelanjaan kota, ia juga jarang sekali pergi ke Alun-Alun Kota untuk sekadar menikmati indahnya malam. Ruby bahkan belum pernah pergi ke taman di puncak Kota Pandawa untuk melihat festival kembang api, kecuali saat ia masih sangat kecil.

Hari-harinya dihabiskan di kampus untuk belajar. Sesekali, ia akan menginap di rumah Lia atau Mire untuk mengerjakan tugas secara bersama, atau sebaliknya. Malam hari biasanya menjadi malam paling menenangkan karena Ruby lebih suka bersantai di kamarnya sembari membaca buku, atau menonton film.

Sama seperti malam ini, setelah makan malam bersama keluarganya, ia segera pergi ke kamarnya untuk menamatkan salah satu novel yang ia baca. Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama karena tiba-tiba pintu kamarnya diketuk.

"Ya, Ibu?"

Ibunya tersenyum kecil. "Ada martabak manis di meja. Dari temanmu, dia sedang ada di taman bersama Ayah."

Teman?

Akhirnya Ruby mengambil celana hitam panjang dan hoodie berwarna sama. Ia menuruni anak tangga dan berjalan santai ke arah taman belakang rumahnya yang dihiasi oleh tanaman-tanaman cantik dan bunga langka milik Ibunya yang suka mengoleksi. Terdengar suara selang air menyirami tanaman. Mulanya, Ruby kira itu adalah Lia yang memang sering datang untuk berfoto di taman belakang rumahnya. Akan tetapi, jantungnya berhenti berdetak saat melihat punggung itu.

Punggung yang lebih pendek dari Ayahnya. Sedikit lebar dan dibaluti kaos abu-abu santai dengan celana longgar berwarna senada. Rambutnya acak-acakan dan bertengger satu kaca mata putih yang membantunya melihat dengan lebih jelas.

Itu Helios.

***

Kisah mereka dimulai😍

Voler Haut | Haechan X RyujinWhere stories live. Discover now