7

39 8 0
                                    

7

Salah satu rutinitas pagi yang saat ini jarang dilakukan oleh Helios adalah berolahraga. Sudah hampir berbulan-bulan sejak ia bangun pagi, merapikan ranjang, menyiapkan sarapan untuk Selene jika sedang menginap dengannya, dan berangkat melatih kebugaran tubuh dengan lari pagi menyusuri jalan-jalan di persimpangan rumahnya hingga ke Alun-Alun Kota dan kembali lagi.

Karena merasa tubuhnya kurang sehat, maka Helios memutuskan untuk melakukan lari pagi hari ini. Berhubung Selene sedang tidak berada di rumah, Helios tidak perlu risau. Ia lantas mengunci pintu dan meninggalkan pekarangan rumah.

Sepanjang ia berlarian pagi dengan musik di telinganya, selama itu Helios tak pernah melepas senyumnya. Entah mengapa, pagi ini rasanya sangat menyegarkan.

Rute olahraganya sama seperti sebelum-sebelumnya, yakni melewati persimpangan rumah Jaevano, terus berlari hingga ke arah Alun-Alun Kota, kemudian biasanya ia akan beristirahat sebentar di sana setelah melalui perjalanan sekitar empat kilo. Di pagi hari, ada beberapa orang yang juga berolahraga, dan di Alun-Alun Kota kini ada pedagang kaki lima yang menjual air minum dingin.

Langkah Helios terhenti tepat di sebelah pagar pembatas dan ia meneguk air dinginnya hingga tandas. Setelah itu, Helios duduk santai, memandangi mentari yang mulai bangkit dan jalanan mulai ramai dengan kendaraan.

Tanpa sepengetahuan Helios, tiba-tiba Jaevano muncul di belakang pundaknya.

"Kenapa kau tidak mengajakku berolahraga pagi?" hardik Jaevano yang kini mengambil tempat duduk di sebelahnya. Jaevano juga mengenakan kaos hitam polos dengan celana pendek selutut dan sepatu olahraga berwarna hitam kesayangannya.

Helios melepas penyuara di telinganya dan menyenggol lengan Jaevano, "Aku tidak tahu kau akan bangun sepagi ini. Tumben berolahraga?"

Jaevano hanya mengedikkan bahu, "Hanya ingin melepas pikiran suntuk."

"Ingin meluapkan perasaan rindu pada Kath," sergah Helios.

Lantas, wajah Jaevano yang semula datar kini tertawa pelan. "Ya, kau benar, Lios. Aku merindukannya. Setiap aku merindukan gadis itu, aku jadi tidak bisa tidur. Dan jika aku tidak bisa tidur, aku akan terjaga sepanjang malam. Maka dari itu aku memutuskan berolahraga. Omong-omong, kenapa kau sendirian? Ruby tidak mau diajak olehmu?"

"Siapa bilang? Aku memang berniat olahraga sendirian. Jangan mengubah topik. Jadi, bagaimana kabar Katherine?" sahut Helios.

"Biasa saja. Datang ke kampus tepat waktu, berbelanja bersama Nina, dan mengerjakan banyak tugas seperti kita. Dia baik-baik saja."

Helios tersenyum mendengarnya, "Syukurlah. Jadi, apa lagi yang kau khawatirkan?"

Netra Jaevano menatap wajah Helios yang penasaran, "Wajahku sekhawatir itu?"

"Ya," Helios mengangguk. "Sangat terlihat."

"Aku sedang memikirkan sesuatu," Jaevano berujar. "Kemarin aku bertemu anak baru itu. Shaidan. Di persimpangan blok pertokoan di sana," Jari telunjuk Jaevano terarah pada seberang jalan di mana ada beberapa belokan atau persimpangan yang akan mengarahkan mereka ke sebuah pertokoan pusat Alun-Alun Kota dan beberapa rumah warga.

Helios mengikuti arah pandang Jaevano. "Ada apa di sana?"

"Di salah satu bangunan di sana, itu rumah Shaidan."

Mulanya, Helios mengangguk-angguk karena ia tidak melihat adanya masalah.

Jaevano kemudian mengembuskan napas berat dan dengan suaranya yang getir, ia berkata, "Helios, rumah Shaidan...aku pernah memasuki rumahnya. Dulu, saat bom terjadi. Itu rumah keluarga Cakra..."

Voler Haut | Haechan X RyujinDonde viven las historias. Descúbrelo ahora