Extra | Cakra's Story

48 6 0
                                    

1

Namanya Cakrawala Corrado.

Dan ia memiliki kembaran.

Dalam dunia medis, kembar tidak identik sepertinya merupakan salah satu hal yang lumrah terjadi. Ibunya mengandungnya ketika tubuhnya mulai rapuh. Pada suatu musim hujan, hari Rabu, ia terlahir ke dunia. Ibunya berusaha sekuat tenaga, dan berhasil melahirkan dua bocah lucu yang kemudian diberi nama Cakrawala Corrado Djahrir dan Panji Julian Djahrir.

Panji. Saudara kembar tak identiknya.

"Kau menyembunyikan bolaku," kata Panji saat umur bocah itu menginjak tujuh tahun.

Cakra kecil menggeleng, dengan senyum penuh misteri, "Aku tidak menyembunyikannya. Kau lupa menaruhnya."

"Tidak!" Panji bersikukuh. "Kemarin aku meletakkannya di bawah ranjang. Kau pasti mengambilnya."

Lalu pertengkaran antara keduanya tak dapat dihindarkan.

Sejak kecil, mereka selalu bersama. Susah, senang, sakit, sedih, semuanya, selalu bersama-sama. Mungkin, mereka hanya punya satu sama lain karena Ibunya meninggalkan mereka tepat setelah keduanya lahir ke dunia.

Meninggalnya ibu ternyata menyisakan kekosongan besar. Mereka meninginkan perhatian seorang Ibu, namun tak pernah mendapatkannya. Mirisnya, keduanya tak mengenal dekat Ayah kandung mereka.

Ayah...rasanya sosok itu hanyalah sebatas nama.

Ayah menjadi bayangan besar yang tak bisa mereka gapai. Meski tinggal di satu atap yang sama, keduanya terasa berada di dimensi yang berbeda. Ayah tak pernah menampakkan batang hidung di acara-acara sekolah, mereka tak pernah makan malam bersama, tak ada kehangatan sebuah keluarga di ruang utama, dan naasnya, mereka bahkan jarang sekali bertegur sapa.

Meski demikian, mereka dituntut untuk selalu juara. Sekretaris Ayahnya akan senang sekali memarahi mereka apabila nilai-nilai sekolah jelek. Baik Cakra dan Panji, sama-sama dibebankan pada suatu harapan semu akan keberhasilan tanpa pernah mendapatkan pujian.

Cakrawala dan Panji merasa, kehadiran mereka ke dunia bagaikan aib.

Ayah tak pernah mengajak mereka ke tempat kerja, ke acara keluarga, dan ke pertemuan-pertemuan singkat kolega. Ayah tak pernah mengenalkan mereka pada dunianya. Ayah menjauhkan mereka sejauh-jauhnya hingga keduanya bahkan tak mengenal siapa sebenarnya kepala keluarga di rumahnya.

Di dunia luar, mereka bahkan saling menyembunyikan identitas.

"Ayah malu memiliki kita," ujar Cakra di usianya yang ketujuh belas tahun.

***

Mobil hitam sedan keluaran terbaru itu berhenti tepat di depan gerbang utama Universitas Pandawa. Hari masih sangat pagi, karenanya suasana terbilang cukup sepi.

"Berhenti di sini saja," ujar Cakra.

Pengemudi mobil menggeleng, "Pak Wisnu mengatakan bahwa saya harus mengantarkan kalian hingga ke depan gedung rektorat."

"Tidak perlu," putus Panji. "Kami akan mengurusnya dari sini."

Hari ini adalah hari pendaftaran kuliah. Tentu saja, ketika banyak orang tua mengantar dan mendukung putra dan putrinya, Si Kembar harus bertabah hati melakukan semuanya sendiri.

"Tapi..."

Cakra memotong nada keberatan itu dengan suaranya yang datar, "Katakan pada Pak Wisnu, dia hanyalah sekteraris Ayah. Dia tidak berhak memerintah kami seperti anjingnya. Lagipula, Ayah tidak mau hubungan keluarga ini terungkap. Jadi, semakin sedikit perhatian tentunya semakin lebih baik, bukan?"

Tak ada sanggahan.

Keduanya keluar dari mobil, berjalan santai ke gedung rektorat di mana ruang ujian atau tes untuk memasuki Universitas Pandawa telah disiapkan. Mereka berjalan dengan jarak yang lumayan jauh. Cakra berada di depan, sedangkan Panji berjalan di belakang.

Mereka harus menyembunyikan hubungan keluarga mereka.

Mereka tidak tahu alasannya.

Ayah memanggil keduanya ke ruang kerjanya pada suatu hari. Itu adalah kali pertama dalam setahun Ayah mau menemui mereka. Dengan sangat bahagia, saat itu mereka berlarian kecil menuruni anak tangga dan membuka pintu besar ruang kerja Ayah. Hanya untuk mendengar kalimat menyakitkan yang diucapkan dengan nada sedingin es, "Peraturan paling utama jika kau masih mau menemuiku, rahasiakanlah hubungan keluarga ini. Jangan biarkan siapapun tahu kalian saudara, dan jangan sampai ada yang tahu aku ayahmu. Mengerti?"

Yah, setidaknya, itulah yang diingat Cakra.

Mereka akhirnya memasuki ruangan dan mengikuti tes menjawab soal-soal.

***

Panji tertawa, ketika teman barunya itu melontarkan satu candaan yang menurutnya sangat lucu. Tapi, beberapa orang di ruangan itu hanya diam dengan tatapan tidak percaya.

Kemudian, laki-laki bertubuh kurus yang mengenakan topi hitam menyikut sikunya, "Kau menertawakan candaan garing Helios?"

Ah, namanya Helios. Panji tersenyum kikuk.

"Perkenalkan, aku Gabriel Wang. Mahasiswa Bahasa." Laki-laki itu mengulurkan tangan, dan Panji menjabatnya dengan ragu-ragu, "Yah, Aku Panji."

Gabriel menaikkan sebelah alisnya, "Hanya Panji?"

Panji melirik Cakra yang berada di seberang ruangan, dan kembarannya menggeleng.

"Panji Julian."

Kemudian, anak laki-laki yang baru saja melontarkan candaan langsung bersuara, "Nama yang keren. Aku Helios Romanov. Nah, baiklah aku ulangi lagi ya dari yang paling ujung. Kamu Ruby Jinnie, Kamu Lia, Mire, Jaevano," Helios menunjuk satu per satu manusia di dalam ruangan sempit itu. "Itu kembaran Jaevano namanya Jaenuary, kau Mark Chello, kau Cakrawala Correction, kau Gabriel, dan namamu Panji Julian?"

Orang-orang itu mengangguk samar.

Kecuali Cakra. "Cakrawala Corrado."

"Oh ya ya ya." Helios mengabaikan. "Selamat datang di Komunitas Maerda. Kita akan berteman," kata Helios bersemangat.

Panji terkekeh.

Dan begitulah perkenalan mereka dengan anggota lain Komunitas Maerda. Mereka bersalaman satu sama lain, saling menjabat, berkenalan, berbagi cerita, dan alasan mengapa ingin menjadi bagian dari Komunitas Maerda. Nama komunitas itu diusulkan oleh Mark Chello omong-omong.

Setiap hari, di awal-awal masa perkuliahan, Panji dan Cakra tidak begitu kesulitan beradaptasi karena mereka memiliki Maerda. Maerda telah menjadi satu-satunya tempat yang membuat mereka lepas dari tekanan dan rasa gelisah setiap kali berada di rumah. Di Maerda, mereka bebas melontarkan candaan, mereka bebas bermain bersama, mereka bahkan berbagi satu dan lain rahasia.

Maerda...seperti rumah kedua bagi Si Kembar.

Dan sebisa mungkin, mereka tidak ingin merusaknya.

Hingga satu tugas yang diberikan Gabriel membuat Cakra dan Panji berhenti bernapas.

"Carilah informasi tentang pidato Wali Kota yang akan diadakan di Balai Kota. Kita akan membongkar kebusukannya." Gabriel memberitahu informasi itu dengan datar.

Kebusukan ayah kami. Batin mereka.

***

Aku pikir, kalian akan penasaran dengan sosok Cakrawala yang tiba-tiba menghilang. Siapa Cakrawala Corrado dan Panji Julian? Kisah apa yang mereka sembunyikan?

Extra Chapter ini nggak bakalan banyak. Mungkin hanya 10 Chapter.

Selamat membaca dan bernostalgia🖤

Voler Haut | Haechan X RyujinWhere stories live. Discover now