Extra | Cakra's Story 9

10 2 0
                                    

9

Tidak ada yang pernah berhasil dalam hidupnya.

Malam itu, Cakra dan Shaidan sudah bersiap. Mereka memantapkan sekali lagi rute pelarian mereka. Pertama, Cakra akan memutar sejauh dua kilometer, masuk ke hutan, dan melewati jalan setapak menuju bangunan tempat Zavier Sha menyekap sahabatnya. Kedua, Shaidan akan berjaga di depan. Ketiga, mereka akan meletakkan botol-botol anggur dengan tingkat alkohol yang tinggi agar penjaga-penjaga itu mabuk, dan tidak dapat mengejar mereka.

Saat itu dini hari.

Shaidan telah menyelipkan satu tas berisi bir di pojok bangunan. Tak selang berapa lama, Shaidan berlari, menjauh, kembali masuk ke dalam hutan, dan berjongkok di sebelah Cakra. Dua orang penjaga lalu melihat tas hitam itu. Mereka melirik, mengintip isinya, dan tertawa kencang saat mengetahui ada apa di dalamnya.

"Kacung Zavier pasti berusaha menyelundupkan minuman ini. Ayo, kita ambil saja! Mari berpesta!" ujar salah satunya.

Tas itu dibawa masuk. Mereka mengeluarkan botol-botol itu dan meminumnya bersama-sama.

Baik Cakra dan Shaidan sudah berada di semak-semak. Hanya dua ratus meter melewati jalan setapak untuk bisa masuk ke bangunan itu melalui celah jendela besar tanpa kaca.

Cakra melirik jam tangan yang melingkar di lengan kirinya. Untugnya, alat tersebut masih berfungsi. "Kapan mereka akan mabuk?"

Shaidan melirik melalui teropong. "Sebentar lagi. Mereka sedang berpesta."

Cakra turut mengamati. Mereka menunggu. Hanya perlu menunggu. Semua rencana ini harus berjalan dengan sangat baik. Mereka perlu berhati-hati agar tidak gagal. Semuanya harus...sempurna.

Tiga puluh menit berlalu. Inilah saatnya.

Ini waktu yang tepat.

Cakra melirik, "Sekarang?"

"Sekarang," Shaidan menyetujui.

Dengan langkah pelan, mereka berjalan kecil menghindari jalan bebatuan. Seratus meter lagi. Cakra berada di belakang Shaidan. Pemuda itu memimpin dari depan. Lima puluh meter.

Keduanya mulai berjongkok, mengendap-endap.

Dua puluh meter.

Akhirnya.

"Kau masuk terlebih dahulu," kata Cakra.

Shaidan lalu mendorong jendela kayu hingga terbuka separuh. Matanya memicing, memeriksa sekeliling. Ruangan itu kosong, tidak ada penjaga. Ia akhirnya berjinjit dan mendorong tubuhnya naik, Shaidan berhasil masuk. Disusul oleh Cakrawala di belakangnya.

Dengan hati-hati, keduanya kembali berjalan tanpa suara. Kali ini mereka membuka satu pintu yang mengarahkan mereka ke ruang bawah tanah. Pintu itu tidak berbunyi meskipun dibuka lebar, sebuah keuntungan untuk keduanya.

"Hati-hati langkahmu, kita tidak mau menimbulkan suara," Shaidan memperingati.

Akhirnya, dengan lebih pelan, Cakra menuruni anak tangga itu. Jantungnya berpacu dengan cepat. Ia cemas dan gelisah. Tak dapat dipungkiri, Cakra juga merasa takut. Tapi, diusirnya ketakukan itu jauh-jauh. Ia harus fokus. Ia tidak boleh membahayakan Helios.

Sebentar lagi, pikirnya.

Mereka berdua akhirnya tiba di ruangan gelap dan pengap tersebut. Helios ada di sana.

Sedetik, jantung Cakra berhenti bedetak.

Helios ada di sana. Di hadapannya. Semuanya...terasa salah. Helios sekarat. Wajahnya sudah hampir biru lebam seluruhnya. Hidungnya patah. Ada bekas darah dan luka bakar di sekujur tubuh anak laki-laki itu. Cakra menatapnya, lamat-lamat, dan ia termenung.

Voler Haut | Haechan X RyujinWhere stories live. Discover now