Tamu Istimewa (Part 2)

101 20 5
                                    

"Hanbin, ayo bangun! "

Zhanghao menggoyangkan bahu Hanbin dan Hanbin dengan malas malah menarik selimutnya lagi.

"Hei, nanti kita harus antri lama hanya untuk mandi. Ayo Hanbin, bangunlah! "

Matthew dengan cepat menarik selimut dan langsung menarik tangan Hanbin agar dia bisa bangkit dari tempat tidurnya.

" Aku rasa aku sakit"

Zhanghao langsung menempelkan tangannya ke dahi Hanbin, tapi kepala temannya itu sama sekali tidak panas.

"Tidak panas. Ah, aku pernah baca kalau kita mandi menjelang matahari terbit. Segala penyakit bisa disembuhkan. Jadi aku tidak mau bertele-tele lagi. Ayo mandi! "

"Tapi, aku,,! "

"Ayo! " Matthew dan Zhanghao menarik Hanbin dengan paksa.

Memang, Hanbin sama sekali tidak sakit. Dia hanya cemas semenjak melihat Pak Parhan guru privatnya dulu tiba-tiba datang ke sekolahnya. Banyak hal yang dipikirkannya. Bisa saja Pak Parhan datang untuk menjemputnya pulang. Atau Paman Hui, ah! dia benar-benar menjadi cemas tak karuan. Yang jelas Hanbin belum siap bertemu dengannya.

Jam pelajaran pertama adalah bahasa Korea. Hanbin lega karena biasanya jam ini kosong karena Pak Jumo masih cuti. Ia pun mengajak Taerae teman sebangkunya untuk bermain dengan teman-teman se dormnya. Disaat hendak mengajak teman sebangkunya, siapa sangka tiba-tiba seorang pria yang memakai setelan jas hitam yang tampak mewah masuk ke kelasnya dengan elegan.

"Gawat"

"Ha, ada apa Hanbin? Kau takut dengan Bapak itu? "

Hanbin hanya diam tidak menjawab pertanyaan Taerae. Dia masih terkejut melihat sosok pria dewasa yang ada di depan kelasnya. Tak henti-hentinya anak-anak di kelas terpukau melihat pemandangan yang ada dihadapannya. Bapak itu hanya tersenyum sambil membawa absen yang dipegangnya.

"Selamat Pagi, izinkan Bapak berkenalan dengan anak-anak hebat yang ada di kelas ini. "

Proses absen berjalan dengan baik sampai saat nama Hanbin dipanggil. Pak Parhan masih bersikap biasa saja bahkan seperti tidak mengenalinya. Hanbin lega.

Pak Parhan membacakan puisi di depan kelas. Anak-anak langsung menyukainya. Terlebih penampilannya seperti pangeran dari negeri dongeng. Jam tangan, cincin perak, dan sepatu kulit yang dipakai Pak Parhan memang sangat berbeda.

"Baiklah, sampai sini pelajaran kita. Sampai jumpa. "

Kelas sudah usai. Hanbin dan kawan-kawan nya langsung keluar dari kelas. Ketika keluar, Hanbin mencuri pandang kepada guru kesayangannya itu. Tampak Pak Parhan tetap tenang sambil membereskan berkas-berkasnya di depan kelas. Hanbin lega.

"Syukurlah, dia bersikap biasa-biasa saja. Tak perlu ada yang di khawatirkan."

Semuanya terlewati dengan baik di hari itu. Bahkan di saat pulang bekerja, suasana terasa damai, hingga Hanbin tanpa sengaja melihat seorang anak yang sedang kesusahan membawa kain-lain begitu banyak ke dalam asrama.

" Itu Ricky, teman sekamarnya Taerae. Mengapa dia membawa kain sebanyak itu? "

Hanbin membuntuti anak bernama Ricky tadi hingga akhirnya ia sampai di dorm asrama senior di lantai atas.

"Bagus Ricky, tetaplah seperti ini atau aku akan membongkar aibmu! "

Ricky pergi keluar dari kamar senior itu. Hanbin langsung cepat-cepat ke bawah dan langsung menuju kamarnya. Dari jendela yang terbuka, ia mendengar suara tangisan Ricky. Hanbin tidak tega mendengarnya. Apakah anak itu seperti ini setiap hari? Kebetulan hari ini Hanbin cepat pulang kerja dari pelabuhan dan tentang Ricky. Dari awal Hanbin masuk sekolah, ia memang tidak pernah melihat anak itu bekerja.

"Bisa saja dia berasal dari keluarga yang bercukupan seperti aku. "

Tiba-tiba,,

"Bruk"

Suara pukulan kembali terdengar dan tiba-tiba terdengar suara kakak kelas 3 itu lagi.

"Dasar tidak berguna. Kain ini masih kotor. Dasar anak bodoh. Ayo cepat cuci kain lagi! "

"Aku tidak mau, aku sudah tidak kuat! "
Ricky mencoba melawan semampunya. Dia mengambil sapu yang ada didekatnya dan mencoba melawan. "

Disaat Ricky hendak melayangkan sapunya, tiba-tiba Hanbin datang dengan cepat dan merebut sapu itu dari Ricky yang terkejut melihatnya.

"Oke, kau tahu konsekuensinya. Sebentar lagi aib tentang ayahmu akan terbongkar. Nikmatilah penderitaan seperti ayahmu."

Hanbin ke trigger ketika seseorang mengucapkan kata Ayah dihadapannya. Terlebih dia baru saja kehilangan orang berharganya itu. Kini dirinya lah yang naik pitam.

"Siapa dirimu brengsek! Aku akan,, "

"Sung Hanbin! "

Hanbin terkejut, tiba-tiba Pak Parhan berdiri di depan kamar. Dia menatap Hanbin dengan wajah marah dan penuh kecewa! "

"Semua yang ada dikamar ini, segera ke kantor segera! "

Di ruangan guru, tiga anak itu disidak. Ada Bapak kepala dan Pak Parhan yang mengadili tiga anak itu. Walaupun Hanbin sudah sangat kenal dengan Pak Parhan tetap saja dia kena sidak.

Sesi ceramah berakhir dramatis ketika Ricky mengaku selama ini dibully dan diperbudak oleh seniornya yang mengetahui tentang aib ayahnya yang dipenjara karena kasus suap. Ricky mengaku sudah tidak tahan dan memilih melawan.

Ricky mengaku tidak sanggup menanggung penderitaan yang ia alami selama ini. Dia kesepian dan sendirian.

"Aku bahkan tidak takut jika aku mati dalam perkelahian itu. Jika aku mati, aku bangga karena setidaknya aku mencoba melawan daripada menjadi pengecut sepanjang hidupku."

Ricky memperlihatkan bekas pukulan dan sundulan rokok yang ada di tubuhnya. Pak Hanbin juga menyuruh anak piket untuk mengumpulkan bukti terutama kain yang sudah dicuci Ricky hari ini untuk seniornya yang jahat itu.

Setelah bukti-bukti itu terkumpul, akhirnya sekolah memutuskan untuk mendiskor kakak kelas itu selama 3 minggu. Detik itu juga, kakak itu keluar dari sekolahnya dan bisa kembali setelah 3 minggu.

Pak Parhan memeluk Ricky dan mencoba memberikan harapan kepadanya.
Hanbin pun akhirnya dibebaskan setelah tahu bahwa dia hanya mencoba meleraikan keributan dari kamar sebelahnya.

"Terima kasih, Pak. "

Hanbin dan Ricky keluar dari ruang sidak. Banyak anak-anak yang mengerumuninya. Terutama Matthew dan Jiwoong. Setelah pulang bekerja mereka kaget mendengar Hanbin kena kasus.

"Beruntunglah engkau tidak dipukul oleh Bapak kepala." Ujar Matthew.

"Aku rasa Bapak Kepala menjaga sikap karena ada guru baru yang datang dari Seoul itu. Jarang sekali kita kedatangan orang penting seperti Pak Parhan. Dia tamu istimewa yang mungkin kita nantikan di sekolah ini. Beruntung sekali kita kedatangan guru seperti dia."

Ucapan Jiwoong membuat Hanbin bangga kepada guru kesayangannya itu.

Tak lama, malam pun tiba. Seperti biasa makan malam hanya sepiring bubur putih yang sudah dingin. Pak Parhan terlihat kaget melihat makanan itu.

Setelah itu, dia ditemani anak-anak asrama pergi ke kamarnya. Tepatnya di sebelah kamar Hanbin dan kawan-kawannya. Semalam karena mendadak datang, Pak Parhan terpaksa tidur di sofa yang ada di ruangan guru.

"Selimut ini begitu tipis. Apakah anak-anak tidak kedinginan saat tidur? " ucapnya dalam hati.

Dia tidak hanya kepikiran tentang Hanbin. Tapi ia juga kepikiran tentang kondisi anak-anak yang tinggal di sekolah pinggiran itu.

The Savior (End) [SUNG HANBIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang