The Savior

102 17 8
                                    

Ricky berlari sekuat tenaga. Tidak peduli hujan dan gemuruh, dia sekuat tenaga pergi ke asrama.

"Hanbin, Hanbin! "

"Ricky? "

"Hanbin, maafkan aku. Aku mohon jangan pergi!"

"Ricky, aku juga tidak mau berpisah denganmu dan teman-teman yang lain. Tapi aku juga tidak bisa berbuat banyak. Pamanku akan datang hari ini. Kau masih lemas, Ricky. Beristirahatlah. "

Ricky memandang Hanbin yang kulitnya tambah memutih dan pucat karena sakit. Ricky sedih karena persahabatannya dengan Hanbin terasa begitu singkat.

"Aku,, saat ini,, syukurnya aku sudah diterima bekerja di klinik Pak Kamden. Beliau memberiku kesempatan setelah berhari-hari aku dirawat disana. "

"Syukurlah, Ricky. Aku berharap kau dan semua teman-teman ku bisa menjadi orang yg sukses dan kita bisa bertemu lagi suatu saat nanti."

" Han.. Hanbin! "

Semua anak-anak memeluk Hanbin dengan suara tangisan yang pecah. Tidak kalah dengan suara gemuruh yang datang. Cahaya itu perlahan-lahan akan mendekat.

"Ayo, teman-teman. Ini sudah saatnya. Ayo, kita bantu Hanbin membawa barang-barangnya kedepan. "

"Baik, Zhanghao. " Ucap semua anak dengan kompak.

Di depan, banyak anak-anak asrama bahkan kakak dan adik tingkat menemani kepulangan Hanbin ke kota. Isak tangis hari sambil mengiringi Hanbin dan teman-temannya menuruni tangga. Hingga tiba-tiba,,,

"Krrrt"

Pintu terbuka perlahan. Bapak Kepala keluar dari kantornya. Ia kelihatan bingung melihat banyaknya anak yang berkumpul di satu tempat. Sung Hanbin seolah-olah memimpin barisan didepan sambil memegang mantel kulitnya. Disisi lain, ia terkejut dengan Matthew yang sedang memegang sebuah koper. Tunggu?!Apakah anak-anak akan mengantar Hanbin untuk pergi dari sekolah ini?

"Hanbin, apa-apaan ini?! Kenapa kamu seolah-olah mau pergi dari sekolah ini?! "

Teriakan Bapak Kepala terdengar sangat nyaring. Seluruh penghuni asrama mendengarnya. Semua anak hanya diam, tidak ada yang menjawab. Hanya kesunyian yang terasa ditambah tatapan tajam seluruh anak asrama kepadanya. Seolah tidak ada rasa takut sedikitpun kepada orang yang seharusnya membimbing dan mendidik mereka, tetapi malah menindas mereka.

Tatapan tajam itu sedikit membuat Bapak Kepala salah tingkah dan cemas akan keselamatan dirinya.

Tak lama, suara ketukan terdengar beberapa kali. Segera Bapak Kepala membuka pintu dan alangkah terkejutnya ia melihat tamu yang datang di sore yang penuh gemuruh dan hujan lebat yang tak berhenti-henti.

Pintu terbuka dan langsung saja beberapa pria dewasa masuk ke dalam sekolah asrama itu. Semua anak-anak keheranan sekaligus terkejut, terlebih melihat salah satunya ada sesosok pria dewasa yang sudah lama mereka rindukan.

" Pak Parhan, kau kembali?! "

Suara Taerae memecah kesunyian dan langsung saja tiba-tiba terdengar keributan dari semua anak.

" Syukurlah, Pak Parhan kembali mengajar ke sekolah kita! " Han Yujin berteriak senang sambil melangkah maju menghampiri Pak Parhan. Namun tiba-tiba, Bapak Kepala berteriak memarahinya.

"Han Yujin! Kembali ketempatmu, anak nakal! "

Han Yujin tersentak kaget dan kembali menyadari bahwa masih ada Bapak Kepala yang tengah menatap tajam  kepadanya.

"Ma,, maaf Bapak Kepala! "

Bapak Kepala kembali memperhatikan tamu-tamu yang datang bersama guru yang sudah dipecatnya itu. Dia kesal tak kepalang. Berani-beraninya guru dari kota itu datang ke tempatnya lagi.

Hanbin lebih terkejut lagi ketika dia melihat semua orang yang ada dihadapannya. Mereka semua sudah dikenal oleh Hanbin dengan baik di kota. Terlebih dia tak lagi bisa membendung rasa rindunya kepada salah satu dari mereka. Paman Hui.

Tak lama, seorang pria dewasa yang memakai setelan jas elegan dengan luaran mantel warna coklat keemasan maju kedepan. Semua pandangan tertuju kepadanya dan semua orang disana pasti tahu bahwa pria itu bukan orang biasa dengan setelan dan aksesoris mewah yang dipakainya itu.

" Pak Kyung, mulai hari ini kau bukan Kepala sekolah ini lagi! "

Bapak Kepala terkejut dengan ucapan dari pria yang tak dikenalnya itu. Siapa dia! Berani-beraninya berkata seperti itu kepadanya!

" Saya sudah membeli sekolah ini kepada negara. Anda hanya terdaftar sebagai kepala sekolah disini. Sebagai pemilik sekolah ini maka saya berhak memberhentikan anda. Segera tinggalkan tempat ini. Jika ada hal yang tidak berkenan, anda bisa menemui pengacara pribadi, notaris, dan wakil dari dinas pendidikan Korea Selatan yang telah saya bawa hari ini."

Bunyi petir menggelegar  bersamaan kabar buruk bagi pria tua di sore yang mencekam itu. Hujan deras seolah menunjukkan kemarahan alam semesta dan seisinya atas kekejaman dan penindasan yang telah ia lakukan kepada anak-anak yatim piatu yang seharusnya ia didik dengan baik dan penuh kasih sayang.

Bapak tua itu bukan lagi Bapak Kepala. Perlahan ia mulai menampar dirinya sendiri, berharap ini hanyalah sebuah mimpi buruk.

Namun ini kenyataan. Bukan mimpi buruk. Di sore yang mencekam itu sang penyelamat (The Savior) telah datang di hadapan semua anak-anak malang yang telah lama menjalani penderitaan. Buah kesabaran mereka akhirnya ada hasil.

" Paman Hui, pamanku tersayang. Terima kasih. "

Hanbin tersenyum sambil mengelap air matanya. Paman Hui juga menatapnya dengan haru.

Hanbin bangga mendengar ucapan tegas Paman Hui kepada Bapak Kepala.

Sang penyelamat telah datang dan dia adalah paman Hui. Paman yang sangat Hanbin rindukan.

The Savior (End) [SUNG HANBIN]Where stories live. Discover now