13. The Will

460 57 243
                                    

Budayakan FOLLOW sebelum membaca.

COMMENT yang banyak, deal?

🏌🏻

Darius tersenyum menampilkan lesung pipinya. "You love to play dirty, My Friend."

Vigo melirik Darius tajam. "I do," akunya. "Dirty, looking clean," tekannya.

Senyuman Darius sirna digantikan oleh kerutan di kening.

"And you didn't do me that favour." Vigo melempar pandangan jauh ke depan.

"A mistake," kata Darius, mengalah.

"You knew damn well I don't tolerate a mistake."

Fezy yang berdiri sangat dekat di belakang Vigo mengernyit. Entah kenapa, kulitnya bergidik tanpa dia sadari.

Kenapa percakapan Vigo dan Darius ini terdengar mencurigakan? Ini tidak ada sangkut pautnya dengan pembahasan mereka sebelumnya bersama ketiga pria lainnya, bukan?

Darius tertawa untuk mencairkan suasana. "Dude, come on," katanya. "Kita temenan."

Vigo menginjak rumput di bawahnya, menekankan dan menggerakkan ujung sepatunya di sana seolah menilai kondisi lapangan sambil berkata, "I won't forgive the person I love the most, even tho it's my family."

Sebelum Darius sempat bicara, Vigo tersenyum sinis. "Kenapa gue harus toleransi lo?" tanya Vigo.

Fezy menelan ludah, sama halnya dengan Darius yang senyumannya seketika lenyap. Bahkan dari cara bicara dan gaya bahasa Vigo pun Fezy tahu Vigo serius.

Fezy sungguh harus berhati-hati bekerja dengan Vigo agar tidak sampai melihat sisi apatis Vigo itu. Kepada Darius yang tampak cukup dekat dengan Vigo saja tidak Vigo berikan toleransi. Jelas sekali untuk pria semacam Vigo ini, bisnis adalah bisnis.

"I'll make it up, Go," kata Darius khidmat. "Dan gue janji bakal lebih hati-hati."

"Gue nggak butuh janji lo." Vigo mengangkat wajah sedikit dan menatap Darius dari sudut matanya. "Gue mau bukti."

Darius mengangguk cepat. "Gue bakal buktiin."

Vigo melengos. "Make it real," katanya seraya mengulurkan tangan ke samping.

Melihat itu, Fezy cepat-cepat membawa golf stick dan memberikannya pada Vigo, lalu meletakkan bola di tee. Vigo ini tipe orang yang tak akan segan-segan mengkritik dan mengomentari apa pun dengan bahasa yang tajam dan tidak enak didengar hanya untuk memastikan orang itu tahu Vigo tidak suka. Mungkin pendapatnya terbiasa selalu didengarkan sehingga dia mengeluarkan opininya di setiap kesempatan meskipun tidak diminta.

Dan berhubung semua opini itu berupa kritik tajam, Fezy ingin meminimalisir Vigo mengeluarkan opininya. Caranya tentu dengan Fezy yang harus bekerja selincah mungkin.

Untunglah Fezy cukup cekatan. Vigo tidak mengkritiknya sepanjang permainan. Bisa dibilang di sisa hari itu, Fezy menjalaninya dengan cukup baik.

Fezy memayungi Vigo saat hari mulai terik, akhirnya mengerti kenapa Vigo memilih perempuan bertubuh tinggi untuk menjadi caddies-nya. Fezy juga sesekali menyodorkan minuman untuk Vigo, menyiapkan camilan sehat untuk Vigo, merapikan pakaian Vigo saat mulai berantakan, bahkan mengetatkan glove Vigo di tengah-tengah permainan.

Dibandingkan caddies lainnya yang sibuk dengan urusan permainan di lapangan, sepertinya tugas Fezy lebih kepada mengurus Vigo. Tidak begitu sulit. Hanya mendebarkan.

Billionaire's CaddyWhere stories live. Discover now