PROLOG

1.8K 68 5
                                    

**********

Yogyakarta, Indonesia, 2020.

“Makasih, Sayang. See you. . . .” Reegan mencium mesra kedua pipi perempuan berpenampilan seksi dengan lipstick merah terang yang mengantarnya pulang itu, kemudian berjalan sempoyongan masuk ke dalam rumah.

Sudah satu bulan kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan studi doktoralnya di Inggris, Reegan rupanya tidak bisa menghilangkan kebiasaanya mabuk-mabukan, dugem, bahkan bermain perempuan. Reegan benar-benar seorang cassanova, sangat bersebrangan dengan sekolah ilmu hukum yang dia ambil.

Mama sudah menunggu di depan pintu dengan wajah garang. Setiap hari, otot lehernya dibuat menegang menghadapi anak laki-laki semata wayangnya ini. “Sampai kapan kamu seperti ini, Reegan? Mabuk, main perempuan, pulang sampai subuh.”

“Malam ini aku minum dikit doang, kok, Ma. Dikiiit banget dua botol aja nggak habis.” Reegan mengisyaratkan kata ‘sedikit’ itu menggunakan telunjuk dan ibu jarinya. Dia lantas mendekat hendak memeluk Mama, tapi dengan segera Mama menjauh karena tidak suka dengan bau alkohol yang menyengat dari tubuh Reegan.

“Kamu udah 25 tahun dan masih seperti ini. Mau sampai kapan, Gan? Seenggaknya kamu kerja, lah. Mama sama Papa nyekolahin kamu tinggi-tinggi bukan buat jadi pengangguran.” Ulang Mama geram.

Reegan cengengesan, lalu menjawab santai. “You Only Live Once. Mama tahu itu, kan? Dan aku nggak harus kerja karena Jenderal Besar banyak uang.”

Mama menghembuskan napas lemah, benar-benar tak habis pikir dengan anak laki-lakinya ini yang entah kapan bisa berpikir dewasa.

“Ya minimal kamu jangan sampai main perempuan dong, Gan. Mama takut kamu kena penyakit.” Omel Mama khawatir.

“Ya elah, pengaman banyak, Ma. Mama tenang aja.” Sahut Reegan enteng, membuat rahang Mama mengeras saking geramnya.

“REEGAN!” Teriak Mama sambil melotot garang. Reegan sendiri hanya balas menatapnya santai. Mama lantas memijat pelipisnya yang mendadak pening. “Kalau kayak gini Mama terpaksa minta Papa cariin calon istri buat kamu biar kamu bisa berubah.”

Wajah petakilan Reegan seketika berubah muram, kemudian tersenyum miring. “Calon istri?”

“Iya, menurut Mama kayaknya kamu emang harus menikah biar bisa berpikir dewasa, terlebih bisa menghargai perempuan.” Sambar Mama.

“Calon istri kayak gimana yang mau Mama kasih ke aku?” Tantang Reegan.

“Jelas yang baik, lah.”

Reegan kembali tersenyum miring. “Kecuali Mama dan Kak Reneta, semua perempuan di dunia ini brengsek.”

“Reegan jaga bicara kamu!” Suara Mama penuh teguran.

“Apa? Emang iya, kan? Kalau bukan karena uang, mereka serakah untuk dipuja banyak laki-laki.” Sambar Reegan, kedua tangannya mengepal erat dan rahangnya mengetat menahan emosi yang mendadak naik ke permukaan.

Reegan lantas meninggalkan Mama, mengabaikan teriakannya yang melengking. Tubuhnya lelah, dia tidak bisa berlama lama menghadapi Mama, terlebih membahas hal semacam pernikahan atau apa pun sejenisnya.

**********

To be continued. . . .

Rewrite The StarsWhere stories live. Discover now