EP 23. Who's That?

268 38 5
                                    

Hai gaes, maaf banget telat, nih. Ada yang masih nunggu cerita ini, gak? Sori banget, nih, aku lagi garap novel yang mau aku terbitkan fisik, jadi gak fokus sama yang ini. Tapi aku usahain buat konsisten seminggu sekali. Bagaimanapun, aku selau menyelesaikan apa yang udah aku mulai.

EP 23. Who's That?

**********

"Sekali lagi, selamat ulang tahun, Sayang. . . ." Ucap Mama sebelum kemudian menutup panggilan videonya.

Sudah enam bulan lamanya Reina meninggalkan Belanda untuk melanjutkan studinya di Inggris, dan hari ini tepat ulang tahunnya yang ke 24.

Waktu berlalu cukup cepat, namun luka itu masih ada, meski tanpa sadar sudah membuka sesuatu yang baru. Nathan mungkin sudah tidak ada di dalam hatinya, tapi kenangan kelam tentangnya tak bisa mengabur begitu saja.

Sebagian orang berkata jika waktu dapat menyembuhkan segalanya, tapi bagi Reina itu adalah kesempatan dan kekuatan. Sebab kalau hanya mengikuti waktu seperti air mengalir, bisa-bisa kita semakin terhanyut dalam luka itu sendiri.

Dan Reina. . . ., masih berusaha melakukan segala cara untuk menyembuhkan luka yang begitu menyesakkan dada. Benar, waktu memang memiliki peran, tapi kekuatan dari dalam diri sendiri itu jauh lebih berperan penting.

Reina percaya jika hatinya lebih kuat dan tangguh dari yang dia duga. Maka dari itu, Reina akan terus berupaya mencari penawarnya untuk menyembuhkan diri––tapi bukan Reegan.

Meski benar hatinya sudah terbuka untuk laki-laki itu. Tapi sekali lagi, Reina ingin sembuh karena dirinya sendiri. Reina meyakinkan diri untuk mengubur dalam-dalam harapannya kepada Reegan. Baginya, lebih baik menyerah di awal daripada menorehkan luka baru di hatinya karena harapan itu pada akhirnya tidak bisa dimiliki.

Bukan. Bukan tidak bisa, hanya Reina yang tidak ingin membuka jalan untuk bersama. Banyak sekali ketakutan dan kekhawatiran di dalam kepalanya jika Reina melakukannya.

"How are you?"

Reina menghela di kursi putarnya. Sementara pada meja di depannya ada kue bulat berukuran sedang dengan lilin angka 24 di atasnya kiriman sang ibu. Namun, atensinya mengarah pada hal lain, yaitu pada case ponsel pasangan yang beberapa bulan lalu dibelinya. Hal itu seketika mengingatkannya pada Reegan.

Tck, lucu sekali! Reina bersusah payah melupakan perasaannya terhadap Reegan, tapi yang terjadi malah semakin membuat Reina jatuh pada jurang bernama kerinduan.

Reina mengusap wajahnya gusar, berharap bisa mengusir pikiriran tentang Reegan. Lantas dia menengadah pada langit-langit kamar dengan pandangan menerawang.

Sejak ciuman malam itu, Reina langsung menghindar dan dan menutup segala komunikasi dari Reegan karena terlalu terkejut, kemudian terbang ke Inggris. Tapi, kepergiannya ke Inggris bukan semata-mata untuk menghindari Reegan, itu memang sudah rencananya dari jauh-jauh hari. Sungguh. Hanya waktunya saja yang bertepatan dengan itu.

"Aiiish." Reina mengacak rambutnya frustrasi karena malah teringat ciuman itu. Namun, beruntung di tengah kegalauan bel apartemennya berbunyi. Kemudian, dengan setengah enggan Reina bangkit dari duduknya dan berjalan keluar dari kamar untuk membuka pintu.

"My God! Who dis?" Pertanyaan yang terdengar mengejek ini menjadi sapaan hangat begitu Reina membuka pintu.

"Who is this?" Katanya sekali lagi sambil mengamati penampilan Reina dari atas sampai bawah. Rambut panjangnya yang berantakan, kaus dan celana rumahannya yang kusut. Tidak seperti Reina yang biasanya. "Berantakan banget."

Reina manyun sebal, terlebih ketika Riska menerobos masuk dan duduk di sofa tanpa permisi. Padahal, kalau Reina mau membalas, penampilan Riska malah lebih berantakan, atau lebih ke urakan sebenarnya. Atau, yang lebih mainstream karena lebih mirip gelandangan berkelas.

Rewrite The StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang