EP. 17. Jealous

471 39 4
                                    


EP. 17. Jealous

**********

Hembusan napas berat berulang kali terdengar dari bibir Reegan. Hari ini benar-benar melelahkan. Sidang untuk kasus pembunuhan yang sedang ditanganinya dipending sampai tujuh hari ke depan karena alasan tertentu. Sidang berjalan sedikit alot karena melibatkan orang penting. Untuk pertama kalinya Reegan merasa kesulitan dalam menangani kasusnya ini. Satu minggu ke depan mungkin dia akan lebih sibuk mengumpulkan lebih banyak fakta-fakta penting.

Reegan sangat lelah hari ini. Dia butuh untuk bertemu Reina. Tapi hampir seharian Reegan tidak mendapat kabar dari perempuan itu, bahkan pesan chat yang Reegan kirim sejak tadi pagi belum dibacanya, pun dengan beberapa kali panggilan telepinnya yang tidak diangkat.

Aneh. Reina sama sekali tak mengajaknya bertemu hari ini untuk minum kopi, atau setidaknya memamerkan hasi lukisannya lewat pesan.

"Kamu kenapa?" Tanya Om Riza, kepalanya menoleh dengan tatapan heran ke arah Reegan yang sedang menyetir untuk kembali ke kantor setelah keluar dari gedung pengadilan 30 menit yang lalu.

"I'm okay." Jawab Reegan tak bersemangat, membuat Om Riza semakin mengerutkan keningnya.

Baik saat pergi maupun keluar dari gedung kantor pengadilan, Reegan lebih banyak diam hari ini. Tak seperti biasanya menyerocos bahkan untuk hal-hal tak penting pun selalu meluncur dari mulutnya.

Apa anak ini salah minum obat? Meski sangat menyebalkan, tapi Om Riza rasanya lebih tidak suka Reegan menjadi pendiam.

"Saya perhatikan di persidangan tadi performance kamu juga sedikit menurun." Kata Om Riza yang sengaja ikut hadir di persidangan hanya untuk menyaksikan Reegan dalam menangani kasus yang sangat penting ini.

Reegan sendiri diam melipat bibirnya. Tidak mengelak jika memang hari ini dia sedikit tidak berkonsentrasi karena kepalanya dipenuhi oleh Reina.

"Ingat, Gan! Saya mempercayakan kasus ini sama kamu. Jangan sampai membuat kesalahan karena kamu membawa urusan pribadi ke dalam pekerjaan." Om Riza mengingatkan.

"Aku minta maaf, Om. Ke depannya aku akan berusaha lebih baik lagi." Sahut Reegan melirik Om Riza sekilas sebelum kembali mengalihkan pandangannya pada jalanan sore itu.

"Jangan mengecewakan saya." Om Riza menepuk pundak Reegan seolah menyemangati. Reegan hanya mengangguk dengan seulas senyum tipis.

"Ngomong-ngomong. . . ." Reegan seperti ragu untuk mengatakan sesuatu hingga kalimatnya tergantung. Om Riza hanya menatapnya penuh tanya.

"Ngngg, nggak jadi deh, Om." Sambung Reegan sembari menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Apa?" Desak Om Riza gemas dengan gelagat aneh Reegan.

Reegan menggigit bibir bibir bawahnya, lalu memberanikan diri untuk bertanya. "Rei ada di rumah, kan, Om?"

"Reina?" Ulang Om Riza seolah memastikan.

Reegan memutar bola matanya malas. Meski terlihat sangat sempurna dan selalu berwibawa, Om Riza terkadang lemot seperti Reina.

"Yang aku tahu, Om nggak punya anak namanya Reihan." Celetuknya asal, membuat Om Riza langsung mendelikinya sebal.

"Ada nggak, Om?" Tanya Reegan lagi.

Om Riza mendengus kecil seraya memperbaiki posisi duduknya agar lebih nyaman.

"Kan kamu bisa tanya sendiri sama dia. Kenapa nanya ke saya?" Balas Om Riza ketus.

Reegan langsung manyun, lalu menggerutu. "Ya kalau bisa dihubungin, aku juga nggak akan nanya sama Om."

Rewrite The StarsWhere stories live. Discover now