Keluarga Yue

568 66 10
                                    


Tidak seperti biasanya, pagi itu Di Lanhua mengenakan baju pendekarnya yang berwarna gelap. Kedua ayahnya menatap satu sama lain dengan heran.

"Baobei, apa kau ingin pergi ke suatu tempat?" tanya Li Lianhua yang bersiap memakai milinya.

"Aku mau ke Balai Baichuan," jawabnya dengan riang..

"Untuk apa kau kesana?" tanya Di Feisheng.

"Kata ayah mertua, suamiku sudah tiga hari tidak pulang. Hanya ada dua kemungkinan. Satu, dia menemui jalan buntu atas kasusnya. Dua, dia keracunan, terluka atau hampir mati, tapi dia tidak mau merepotkanku seperti tempo hari. Jadi, aku harus menyeretnya keluar dari sana," balas Lanhua.

Li Lianhua mau tak mau tersenyum. Putrinya ini selalu saja memanggil Fang Xiaobao dengan sebutan ayah mertua dan suami pada Xiaoyi. Haruskah dia meminta calon besannya untuk melamar sekarang? Tapi dia tidak yakin, gadis tangguh seperti Lanhua benar-benar jatuh cinta dengan Xiaoyi. Bukankah kedua orang yang sedari kecil tumbuh besar bersama lebih seperti keluarga daripada kekasih? Entahlah, dia tidak suka memikirkan masalah perasaan yang begitu rumit seperti itu. Serahkan saja pada yang menjalaninya.

Lanhua menatap kedua ayahnya secara bergantian. "Kalian sendiri mau kemana? Apa kalian pergi ke tempat berbahaya tanpa aku?"

"Kami akan pergi ke desa tempat kami menemukanmu dulu," jawab Di Feisheng.

Lanhua terdiam, kemudian mengangguk pelan.

Begitu melihat ekspresi Lanhua yang tampak rumit untuk diartikan, dia pun menepuk-nepuk pipi putrinya dengan lembut.

"Kali saja kami menemukan informasi mengenai kondisimu sekarang. Andaikan tidak berhasil, kami akan terus berusaha mencari cara. Jangan khawatir," ujar Li Lianhua memegangi kepala Lanhua.

"Apa Paman Guan Hemeng tidak punya cara?" tanya Lanhua kemudian.

"Dia juga baru pertama kali menemukan kasus seperti ini. Apa kau sudah minum racunmu pagi ini?" tanya Di Feisheng lagi.

Lanhua buru-buru mengambil vial dari kantong jubahnya, kemudian meneguk isinya sampai habis. Dia merasa agak pusing dan sedikit terhuyung. Jadi, Li Lianhua membantunya untuk duduk. Jantungnya seketika berdegup kencang tak beraturan, pandangannya mengabur dan tubuhnya terasa panas. Setelah berlangsung selama lima menit, tubuhnya terasa lebih ringan dan kondisinya membaik. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali sambil mengedip untuk memperjelas indera penglihatannya.

Kemudian Di Lanhua menggerakkan kedua tangan untuk mengatur penyebaran tenaga dalam di dalam tubuhnya. Setelah sepuluh menit, dia merasa baik-baik saja. "Aku masih hidup, hore!" ujarnya mengangkat kedua tangan tinggi-tinggi.

Di Feisheng menyentil dahi putrinya cukup keras.

"Ayah!" "Ah Fei!" protes kedua orang itu bersamaan.

Namun Li Lianhua tahu makna ekspresi sekaligus sentilan Di Feisheng tadi. Lalu dia meniup dahi putrinya sambil berbisik, "Ayahmu tidak suka lelucon tentang hidup dan matinya seseorang."

Lanhua menatap Di Feisheng yang masih terlihat kesal. Lalu dia berdiri dan memeluk lengan kekar ayahnya dengan erat sambil menempelkan pipinya.

"Aku memang tak pernah bisa menang dari kalian berdua," ujar Di Feisheng sambil menepuk kepala Lanhua.

***

Setibanya di gerbang vila, Di Feisheng mengaktifkan formasi jebakan sekaligus kabut buatan sehingga vila itu menjadi tak terlihat. Lanhua melambaikan tangan pada kedua ayahnya dan segera naik ke kuda coklat kesayangannya. Sementara Di Feisheng dan Li Lianhua pergi ke arah yang berlawanan menggunakan kereta kuda.

Keluarga Li LianhuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang