Petualangan Xiaoyi

213 18 1
                                    


Li Lianhua dan Di Feisheng saling menatap, tapi mereka tak bicara sepatah kata pun. Sementara Xiaoyi makan dengan lahap, meskipun matanya sebesar katak lembu. Di Feisheng menyodorkan segelas air, saat hidung Xiaoyi kembali memerah. Kemudian Li Lianhua menepuk-nepuk punggungnya pelan.

Setelah selesai sarapan, mereka mengantarkan Xiaoyi ke depan vila bambu. Di Feisheng melemparkan tas kain cukup besar pada Xiaoyi.

"Hmm, apa ini Shifu?" tanyanya heran.

"Kau lihat saja sendiri nanti di perjalanan. Oh ya, kau tidak boleh pergi sendirian. Jadi..." Di Feisheng bersiul nyaring, tak lama kemudian terdengar deru angin menjejak di samping Xiaoyi.

"Kakak ipar," sapa Wei Qi dengan senyuman lebar.

Xiaoyi bingung harus merasa sedih atau bahagia mendengar panggilan itu. Wei Qi biasanya memanggil Lanhua dengan sebutan kakak. Lalu saat begitu tahu dia dan Lanhua akan menikah, dia memanggil Xiaoyi dengan sebutan kakak ipar dan hal itu belum berubah sampai sekarang.

"Kalian berdua harus saling menjaga. Mengerti?" ujar Di Feisheng.

"Ya," balas kedua pemuda itu bersamaan.

***

Malamnya di Aula Bunga, Kota Xi.

Semua orang sudah berkumpul di aula. Para penari sudah meliuk-liuk diiringi musik sambil mengelilingi para tamu yang hadir. Wanita berparas cantik itu mengamati orang-orang di bawah sana dari kegelapan lantai tiga. Para pejabat kota, beberapa bandit dan saudagar kaya ada di sana. Tampang serakah orang-orang itu membuatnya muak, tapi tak ada yang bisa dia lakukan selain mengikuti permainan.

Terdengar tepukan nyaring di keramaian, seketika membuat tarian dan musik terhenti. Para penari juga pemain musik segera mengundurkan diri, karena tepukan itu pertanda rapat akan segera dimulai.

"Di mana Nyonya Ying Su?"

Wanita yang sedari tadi mengamati itu tersenyum samar. Dia menarik kain warna-warni yang tergantung di sampingnya, kemudian berayun turun menggunakan benda itu. Dia menjejak dengan anggun tepat di tengah ruangan dengan kaki telanjangnya yang indah. Hampir semua pria di sana terpana dan menganga.

"Kau bukan Nyonya Ying Su," protes bandit berbadan kekar di sebelah pilar.

Wanita itu terkekeh. "Tentu saja aku bukan Nyonya Ying Su. Dia tidak mungkin menjadi muda dalam semalam 'kan?"

Candaan itu membuat seisi ruangan tertawa.

"Lalu siapa Nona ini?" tanya pejabat hidung belang dengan penuh minat.

"Aku Haitang. Malam ini aku mewakili Nyonya Ying Su. Kebetulan dia sedang melayani orang penting yang akan sangat berpengaruh untuk melancarkan rencana kalian menggulingkan istana."

Semua orang menatap satu sama lain. Ying Su tidak mungkin membocorkan informasi penting kalau bukan kepada tangan kanannya.

"Kalau kau memang orang kepercayaan Nyonya Ying Su, buktikan!" teriak ketua bandit.

Haitang tersenyum, menghampiri pria kekar berjanggut tebal itu perlahan. Jemari lentiknya mengelus telinga ketua bandit dengan gemulai, kemudian menggebrak kepalanya ke meja hingga meja kayu itu terbelah dua. Tentu saja itu artinya menantang. Anak buahnya yang mempunyai seni bela diri tinggi segera menyerang Haitang menggunakan senjata masing-masing. Gadis itu mengedipkan mata dengan genit, menendang dan memukul ke sana ke mari tanpa suara. Gaunnya yang berkibar sesekali menampakkan betis mulusnya, membuat air liur para pria hidung belang hampir menetes jatuh.

"Syut. Syut."

Benang perak itu menyebar, mengenai titik-titik vital para anak buah bandit yang mengelilinginya.

Keluarga Li LianhuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang