#5

577 86 6
                                    

Para wartawan dan reporter memenuhi pintu area kedatangan luar negeri. Menanti sosok aktor tampan yang kembali setelah menempuh perjalanan bisnis di luar negeri, tepatnya Jepang.

Bunyi kamera dan flash berkedip tiada henti. Seakan-akan mereka tak ingin melewatkan momen yang begitu berharga.
Para bodyguard berjejer rapi sepanjang pintu keluar.

"Aku tak sabar sekali menantikan Kim Jiwoong hadir"
"Apakah kali ini ia bersama adiknya, ku dengar dia kembali ke Korea karena suatu alasan"
"Entah itu bersama adiknya atau tidak sungguh aku benar-benar menantikan dia, oh ya tuhan aku gugup sekali"

Begitulah bisikan-bisikan dari beberap bibir wanita. Kim Jiwoong aktor ternama dari dunia entertainment Korea. Namanya melambung begitu tinggi sesaat dia membintangi film laga.

Tubuhnya yang atletis dan wajahnya yang begitu tampan bak dewa yunani menjadi sorotan setiap hari. Ia tak luput menjadi buah bibir dari para omega maupun beta.

Aura dominan alpha  yang begitu kena mengalir di nadinya menjadikan ia sosok manusia sempurna. Tampan, kaya, dan cerdas tak ada cacat di hidupnya.

Kedua orang tuanya merupakan pasangan pebisnis handal. Hidup Kim Jiwoong begitu sempurna. Banyak yang ingin menjadikannya mate, namun Kim Jiwoong sendiri enggan untuk mencari. Ia terkesan anti romantic.

Suara jepretan kamera dan flash begitu mengerubungi ketika Jiwoong keluar dari pintu. Serta tubuh jangkung dibelakangnya pun tak luput dari sorotan kamera.

Bodyguard sudah siap sedia menjadi benteng ketika para wanita dan omega membabi buta. Teriakan, dan pekikan kagum juga merasuk ke rungu Jiwoong.

Ia hanya tersenyum kecil dibalik masker hitamnya. Lalu bergegas menuju mobil yang sudah disediakan.

"Sialan sekali wanita itu mendorong tubuhku" ujar sosok jangkung yang kini duduk disamping Jiwoong.
"Kau harus menikmati popularitasku Gyuvinah, kau lihat mereka begitu mengelu-elukan namaku".

Gyuvin atau Kim Gyuvin berdecak kecil.
"Menggelikan" ujarnya sambil memasang earphone di kedua telinganya lalu memejamkan mata.

Sementara Kim Jiwoong membuka ponselnya dan menelfon seseorang.

"Aku sudah sampai bu, ini aku sedang ke arah mansion, tunggu aku ya dadah ibu"

Dingin diluar bukan berarti ia tak bisa hangat. Ia menjadi sangat lembut ketika bersama ibunya.

Ia masih tak menyangka akan popularitasnya yang melambung tinggi, ia kira dengan dia vakum dari dunia peran membuat pamornya menurun namun ternyata tidak. Kepopulerannya tetap sama seperti ketika ia bermain peran.

Perjalanan di tempuh dengan cukup singkat, mengingat jalanan tak begitu ramai.

Di mansion ia disambut dengan pelukan hangat ibu dan juga tepukan bahu yang bangga dari sang ayah.

"Kau semakin tampan saja anakku" ucap sang ibu ketika menangkup pipi Jiwoong.
Gyuvin pun tak luput dari perlakuan yang sama.

"Kalian pasti lelah, istirahatlah nanti akan aku panggil ketika makan malam"

Keduanya pamit untuk istirahat di kamar masing-masing.

Jiwoong merebahkan tubuhnya di kasur queen size, ia menghirup dalam aroma kamarnya yang ia tinggal selama 2 tahun lamanya. Tak ada yang berbeda, kamarnya tetap sama seperti 2 tahun yang lalu.

Tanpa sadar jiwoong terlelap, tubuhnya yang lelah memintanya untuk beristirahat sejenak.

.
.
.
.
.

Jiwoong kini tengah duduk di padang ilalang yang luas, dengan berteduh di bawah pohon maple yang daunnya mulai menguning.

Angin musim gugur menerbangkan helaian kecil rambutnya. Tangannya dengan lihai menggores di kanvas yang putih.

Namun tak sadar kedua pandangannya tiba-tiba menggelap. Seperti ada tangan yang menghalanginya. Jiwoong menggapai kedua tangan itu, terlihat kecil di genggamannya.

Sosok pemuda manis, dengan senyuman yang begitu menawan menghadap ke arahnya. Jiwoong pun ikut tersenyum.

"Kim Jiwoong" suaranya lembut bagai serenade pagi. Manis dan hangat seperti aroma kue jahe di musim dingin. Jiwoong merasa nyaman dan tenang.

Pandangan mereka tak terputus. Genggaman keduanya semakin mengerat, ada pesan cinta di setiap kerlingan matanya. Senyuman bak kucing kecil dan itu membuat Jiwoong terpana melihatnya.

Hingga tepukan keras di pipinya membangunkan ia dari mimpi indahnya.
"Mengerikan sekali kau tertidur sambil tersenyum begitu, mimpi kotor ya"

Jiwoong mendengus menatap adiknya. Jadi tadi itu hanya mimpi, astaga kenapa rasanya begitu nyata sekali.
Senyuman itu, genggaman itu dan aroma itu kenapa ia merasa seperti dekat sekali.

"Kak, astaga kau benar-benar ya perlu ku panggilkan ibu untuk meniupkan mantra kesadaran di dahimu kah" gerutu Gyuvin.
"Enak saja, kau kenapa bisa kemari huh ada apa mengganggu saja"

Gyuvin bersedekap, tangannya ia silangkan di depan dadanya.
"Kau diminta untuk turun dan makan malam"

Kim Jiwoong mengangguk paham. Selama itu kah ia tertidur rasanya ia baru saja memejamkan mata, kenapa hari sudah gelap.

"Jangan terlalu banyak melamun kak, aku takut kau benar-benar menjadi gila"

Dan lemparan bantal berhasil mendarat sempurna di wajah Gyuvin.

.
.
.

Hanbin meringis, perutnya sudah penuh namun baik Wonyoung dan Gunwook tak berhenti menyuapinya makanan.

"Wonyoungie, Gunwookie sudah,perutku sudah penuh, aku jadi mual"

Keduanya berhenti, Wonyoung meringis tak berdosa. Ia mengecek suhu badan Hanbin, dan masih terasa panas.

"Badan kakak masih terasa panas, wajah kakak juga masih pucat sekali, aku jadi takut" ujar Wonyoung sedih.

"Aku sudah tidak apa-apa, terimakasih sudah merawatku dengan baik, besok pasti aku sudah pulih" ucap Hanbin sambil tersenyum lemah.

"Kata dokter tak ada penyakit serius, mungkin ini efek dari stres dan kelelahan, kak cepat sembuh ya, aku khawatir" ucap Gunwook.

Hanbin mengangguk pelan. Kalau sakit begini rasa ingin diperhatikan kedua orang tuanya semakin tinggi. Ia membayangnkan ketika dahinya di usap, dan ketika ia disuapi oleh ibunya.

Sayangnya ia bertemu Ayah dan ibunya 2 tahun yang lalu saat kakek dan neneknya meninggal. Mereka tak berkomunikasi sedetikpun, sekedar menanyakan kabar pun enggan.

Hanbin menjadi orang asing untuk kedua orang tuanya. Miris sekali hidupnya.
Ketika sedang melamun, Gunwook mengambil sebelah tangannya untuk ia pijiti. Supaya sirkulasi darahnya menjadi lancar.

Namun ia merasa aneh, disana ada seperti tanda alam semesta. Seperti sebuah tatto, namun sangat indah. Gunwook mengusap tanda itu.

Wonyoung yang melihat tingkah Gunwook pun penasaran.
"Ada apa Gunwook?" Tanyanya.
"Kak Hanbin kau menggambar sesuatu di lenganmu kah?"

Hanbin mengernyit, menggambar sesuatu tapi ia rasa ia tak pernah menggambar apapun di lengannya.

Wonyoung melihat tanda itu dan ia takjub gambar seperti bulan ini terlihat begitu menakjubkan.

"Whoah iya kak, kau hebat sekali menggambarnya, cantik sekali" ucap Wonyoung.

Hanbin mengangkat lengannya, meniliti gambar yang dimaksud oleh kedua sahabatnya.

Gambaran bulan dengan ukiran yang luar biasa. Ketika ia menggosoknya, gambar itu tak memudar sama sekali. Hanbin mengernyit heran. Ia memandang wajah keduanya dengan raut bingung.

"Tapi ini bukan gambarku"

.
.
.
.

Kira-kira itu gambarnya siapa yaa...? Ada yang bisa nebak xixixi

Mumpung weekend aku mau double up tapi nanti pas siang atau mungkin malem.
Tetep stay ya terimakasih 🤗

Salam hangat

Rainbow🌈

LENTERA KECILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang