#21

399 54 7
                                    

Pemuda jangkung tengah menatap teduh seseorang yang tengah terlelap di ranjang besar miliknya. Tangannya terulur menyibakkan anak rambut yang menutupi kening si jelita.

Hatinya selalu berdecak kagum ketika ia melihat sosok yang begitu menawan dihadapannya. Sangat ayu dan begitu teduh.
Nafas yang terhembus begitu tenang dan pelan bagaikan alunan melodi yang begitu menenangkan.

Ia pandangi lamat bingkai wajah yang ada dihadapannya. Bulu mata yang begitu panjang dan lentik, pipi yang sedikit berisi dan ranum kemerahan, alis yang tebal dan terukir dengan begitu baik.

Dewi bulan tengah tersenyum ketika menciptakan rupa yang begitu indah ini. Ia memajukan tubuhnya dan mengecup pelan keningnya. Lalu turun di kedua kelopak matanya dan kembali ke pipi yang ranumnya.

"Hanbin bangunlah" suara berat mengalun dengan pelan. Tangannya kembali mengusap pelan pipi kemerahan itu dengan pelan.
"Bangunlah".

Perlahan mata itu mengerjap pelan, saat membuka mata Hanbin terkejut ketika melihat wajah yang begitu tampan tepat dihadapan wajahnya. Ia spontan menahan nafasnya, pegangan pada selimutnya mengerat, mata bulatnya semakin bulat dan itu mengundang kekehan pada si pemuda tampan dihadapannya.

"Aku dimana?" Hanbin tahu tempat tidur bukanlah miliknya.
"Tenang saja, kamu sedang di apartemenku" jawab sang pemuda lalu ia bangkit dan kembali dengan posisi yang benar. Hanbin pun bangkit perlahan dengan bantuan lengan si pemuda.

"Emm..."
"Gyuvin, namaku Gyuvin kamu pasti lupa"
Hanbin menggaruk tengkuknya yang tak gatal, ia memang payah untuk mengingat nama seseorang.
"Terimakasih Gyuvin"

Gyuvin tersenyum lebar lalu mengangguk pelan. Hanbin menatap seisi kamar dengan pelan, kamar yang luas dengan dominasi warna krem dan putih terasa nyaman dan hangat, cahaya matahari yang mengintip menambah suasana yang begitu menenangkan.

Lalu beberapa saat kemudian ia tersentak, Yujin pasti mengkhawatirkannya. Ia bergegas bangkit dan merapikan tempat tidur yang telah ia gunakan, melihat tingkah grasak-grusuk dari Hanbin membuat Gyuvin mengernyit heran. Karena tingkah tiba-tiba Hanbin membuat tubuhnya sedikit oleng dan segera ditangkap oleh Gyuvin.

"Ugh maafkan aku"
"Hanbina, kamu mau kemana kenapa terburu-buru sekali?" Tanya Gyuvin.
Hanbin kembali di dudukkan diatas kasur berukuran queen size itu.
"Yujin, aku mau pulang y-yujin pasti menungguku"

Sebenarnya aku lebih takut ibu mengamuk dan mengataiku yang tidak-tidak.

Gyuvin mengangguk paham, ia menggenggam kedua tangan Hanbin dengan lembut.
Dan yang terjadi salah satu tanda di lengan Hanbin menyala begitu pula dengan tanda Gyuvin di pergelangan tangannya.
Mereka berdua saling berpandangan.

"Hanbin " "Gyuvin"

Lalu dengan segera Hanbin melepaskan pegangan tangan itu. Jantungnya berdegup cepat abnormal.
Dan Gyuvin tak mampu menyembunyikan senyumannya.
"Jadi benar ya, kamu adalah mateku"

Hanbin memalingkan wajahnya ke arah lain. Tangannya saling tertaut gugup, sebenarnya ia sudah merasakan ini sejak awal mereka bertemu namun Hanbin menyangkalnya, Hanbin rasa ia tak pantas mendapatkan seseorang yang begitu sempurna seperti Gyuvin. Tangan Gyuvin yang lebar menangkup sebelah pipi Hanbin, membawa wajah yang merona itu menghadapnya.

"Bila ada seseorang yang berbicara denganmu tataplah wajahnya"
Kedua jelaga jernih milik Hanbin menatap wajah tampan Gyuvin. Ia tak dapat menyembunyikan rasa senangnya namun di satu sisi ia juga ketakutan akan tanggapan keluarga Gyuvin kedepannya mengetahui anaknya memiliki mate yang cacat.

"Aku tidak tahu, entahlah semua ini begitu tiba-tiba"
Gyuvin menatap dalam jelaga bak berlian dihadapannya, begitu berkilau dan indah.
"Akhirnya" ucap Gyuvin pelan.

LENTERA KECILKde žijí příběhy. Začni objevovat