#26

495 64 14
                                    

Jiwoong, Kim Gyuvin dan Zhang Hao begitu terpukau dengan pemandangan yang tersaji di depannya. Sosok bak malaikat tanpa sayap berdiri begitu anggun didepannya.
Dengan wajah yang berseri dan wangi manis yang menguar ke seluruh ruangan.

Tolong jiwa alpha mereka amat sangat ingin mendekap tubuh mungil itu. Mereka benar-benar kecanduan, apalagi sekarang Hanbin terlihat seribu kali lebih menawan.
Legenda bulan purnama merah benar adanya, dan Hanbin adalah orang terpilih untuk merasakan keajaiban itu.

Jiwoong melangkah mendekat, senyumannya tak pernah luntur dari wajah tampannya.
Begitu ia sampai dihadapan Hanbin ia langsung mengambil kedua tangan lembut itu untuk ia genggam.
"Hanbina.." sapanya dengan suara yang lembut namun dalam.

Seakan tak ingin kalah, Zhang Hao dan Gyuvin bergegas mendekat kearah Hanbin.
Mereka ingin memuaskan jelaga mereka dengan keindahan yang diciptakan oleh dewi bulan untuk matenya.
"Inikah sungguh mateku" gumam Zhang Hao.
Tangan besarnya menangkup pipi dan mengusapnya pelan.

"Kau begitu mempesona Hanbina" ucap Gyuvin. Tentu saja sang empu sudah merona malu, wajahnya memerah bak tomat yang sudah sangat masak.
Jiwoong menatap tajam sekitar insting enigma dalam dirinya bergejolak.

"Kita harus membawa Hanbin ke tempat yang aman" Jiwoong memerintah kepada Gyuvin dan Zhang Hao, dan diangguki langsung oleh kedua pemuda itu.

"Ayo pergi" ucap Zhang Hao pada Hanbin. Hanbin mengangguk lalu tubuhnya digendong ala bridal oleh Zhang Hao.
Wendy menatap tak percaya atas tingkah laku ketiga pemuda itu terhadap anaknya.

"Wendy, kenapa kau begitu malu memiliki anak tak sempurna seperti Hanbin. Ingatlah dia bukanlah sebuah dosa, kehadiran dia ada di muka bumi ini adalah anugerah, mengapa kau ingin sekali menyingkirkannya" semua orang disana terkejut mendengar penuturan wanita cantik yang ada dihadapan mereka.

"Kau bahkan tega memisahkan dia dengan keluarganya, kau ibunya kau yang melahirkannya pula kau yang menyiksanya, kenapa kau begitu kejam, ingatlah karma atas kejahatan yang telah kau lakukan akan segera menimpa padamu, nikmatilah"
Setelah itu sosok wanita itu hilang ditelan cahaya, bulan purnama merah kini kembali ke warna asalnya yakni kuning terang.

Semua tercengang, termasuk Daehan. Otaknya berputar mengingat dosanya pada anak sulungnya, bukan hanya Wendy tapi dia juga terlibat dalam kubangan dosa itu.

Wendy mengeratkan giginya, dalam hatinya juga merasa bersalah dan takut dan sekarang ia mengerti kenapa anak sulungnya mempunyai kesabaran seluas samudra. Karena dia istimewa, kelahirannya dijaga penuh oleh dewi bulan, anak yang akan membawa keberuntungan untuk dirinya sendiri dan orang terdekatnya.

Tapi ia menghancurkan semuanya, kesempurnaan menuntut dirinya menjadi jahat. Ia menatap sekitar yang kini tengah menatap dirinya tatapan seolah-olah tak percaya bahwa artis besar yang mempunyai hati yang begitu baik ternyata melakukan hal yang jahat pada anaknya sendiri.

"A-aku bisa jelaskan"
"Maaf nyonya, saat ini keterangan yang diberikan tadi lebih dari cukup, untuk mengecap nyonya sebagai wanita yang buruk" salah seorang wartawan angkat suara, satu persatu mereka meninggalkan tempat kejadian.

Daehan mengusap wajahnya, ia menghela nafasnya kasar.
"Ini sebagian kecil karmanya, untuk kedepannya mungkin akan jauh lebih menyakitkan, sejalan dengan perlakuan kita terhadap Hanbin"

.
.
.

"Ahs sial, kenapa aku harus berbagi mate denganmu sih" keluh Jiwoong pada adiknya sendiri, ia mengacak rambutnya kasar.
"Mana kutahu, lagipula kenapa aku harus sedarah denganmu"

Hanbin hanya bisa meringis mendengar perdebatan kedua kakak adik ini. Ia menggaruk tengkuknya tak gatal, jujur saja ia masih terasa canggung berada di lingkaran 3 pemuda yang tampan juga kaya raya.

Zhang Hao memutar bola matanya malas, jujur saja telinganya cukup pengang mendengar ocehan-ocehan tak berguna yang keluar dari bibir Jiwoong.
"Diamlah, di dunia mana ada yang sudi berbagi mate, tapi kasus kita berbeda, mate kita spesial mau tidak mau kau harus menerimanya Jiwoong".

"Atau kau saja yang mereject hanbin kak, jadi aku hanya perlu berbagi dengan Zhang Hao" usul Gyuvin yang langsung dihadiahi tendangan maut di bokongnya.

"Seenak jidat kau bicara huh, kalau aku sampai mereject kau mau melihatku mati perlahan-lahan tanpa ada seorang pasangan, dan kau mau melihat kakakmu ini menderita huh"
"Kan kau yang menderita bukan aku, jadi tak masalah" ucap Gyuvin dengan tenangnya.

"Ah sudah jangan ribut, maafkan aku atas kekacauan ini" ucap Hanbin.
"Ini bukan salahmu baby, ingat jangan pernah menyalahkan diri sendiri atas kekacauan yang memang bukan ulahmu, takdir saja yang begitu lucu kepada kami bertiga" jelas Zhang Hao sambil menepuk lembut pipi Hanbin.

Gyuvin dan Jiwoong mengangguk setuju. Sekarang suasana taman kota itu terlihat lebih tenang. Hari sudah malam, juga suara hewan malam mulai terdengar.
"Eum untuk saat ini lebih baik kau menginap di salah satu tempat tinggal kami, sangat tidak memungkinkan mengembalikanmu pulang ke rumah orang tuamu, lagipula....." perkataan Zhang Hao terlihat menggantung dan tentu saja mengundang rasa penasaran Hanbin.

"Lagipula apa?"
"Lagipula..emm..."
Hanbin mengerutkan dahinya ia benar-benar tak paham.
"Lagipulaakuinginkauberadadipelukankusemalaman" ucap Gyuvin dengan cepat.

"Hah?" Wajah Hanbim cengo mendengar rentetan kalimat Gyuvin.
"Lagipula yah kau tau kan apa yang dilakukan seorang enigma bertemu dengan sigmanya, apalagi ini adalah malam bulan purnama dimana moment ini sangat bagus untuk kita mat-" perkataan Jiwoong terputus karena bibirnya terbungkam oleh tangan lebar Gyuvin.

"Dasar mesum" lirih Gyuvin.
Pipi Hanbin kembali merona pekat, ia tak menyangka otaknya langsung terkoneksi apa yang diucapkan oleh Jiwoong.
"Kau jangan takut, kami tidak akan langsung mating kok, kami perlu pendekatan terlebih dahulu, bila kau tak nyaman dengan salah satu dari kami kau bisa menolaknya " jelas Zhang Hao.

Hanbin mengangguk paham.
"Malam ini kau bisa menginap di apartemenku yang tak jauh dari sini" tawar Jiwoong.
"Mana bisa begitu biarkan Hanbin yang memilihnya" ujar Gyuvin.
Hanbin menatap ketiga pemuda itu lamat.
"Baiklah aku malam ini akan menginap di apartemen Jiwoong saja sekalian memperkenalkan diri lebih jauh sebagai mate"

Jawaban Hanbin membuat Gyuvin merengut.
"Baiklah, ada jatah 2 hari malam ini dan besok kau milik Kim Jiwoong, lusa dan lusanya lagi milik Kim Gyuvin, selanjutnya kau harus bersamaku" final Zhang Hao.
Hanbin mengangguk menyetujui usulan Zhang Hao. Hanbin tak menyangka dari luar mungkin Zhang Hao terlihat kekanakkan tapi justru disini sikapnyalah yang paling dewasa.

"Berhati-hatilah, selamat malam cantik" ucap Zhang Hao sambil mengecup kening Hanbin dan berlalu pergi.
"Selamat malam dan mimpi indah ya" Gyuvin berpamitan setelah mengecup kedua pipi Hanbin.

Dan Jiwoong harus merasakan panas didadanya karena rasa cemburu tapi ia harus sadar kalau matenya ini milik bersama :)

"Baiklah Hanbina, ayo ke apartemenku"

.
.
.

Bagi-bagi ya gaes :)

Partnya makin lama makin ngawur hueee :"
Maafkan ya soalnya aku kena writer block 🙏
Aku pengen cepet-cepet ending hueeeee :"))

LENTERA KECILWhere stories live. Discover now