#13

423 68 8
                                    

Hanbin termenung di dekat tungku perapian. Udara dingin kembali merasuki pori-pori tubuhnya, ditambah lagi diluar ada gerimis kecil yang tengah turun. Musim gugur kali ini intensitas hujan semakin sering turun, dan tentu itu membuat Hanbin sedikit kewalahan karena tak kuat dengan cuaca dingin.

Ia sedikit merapatkan cardigan rajutnya. Tangannya menggenggam mug putih yang berisi coklat panas. Pikirannya melayang, andai nenek dan kakeknya masih disini pasti ia takkan kesepian.

Lalu tiba-tiba penciumannya menangkap aroma citrus segar yang mendekat kearahnya, dan pelukan hangat didapatkan.
"Memikirkan apa hum?"
Hanbin menggeleng pelan, sebuah kecupan kecil mendarat di keningnya.

Setelah itu disusul aroma woody yang begitu menenangkan. Ia pun mendapatkan pelukan serupa.
"Maaf aku meninggalkanmu tadi" lalu diselingi kecupan kecil di bibir merah mudanya.

Dan setelah itu harum ocean yang penuh kesegaran seperti angin laut mulai menyapanya. Tak ada kata namun tindakannya cukup membuat Hanbin merasa tenang. Mencium dua pipi ranum itu dengan pelan.

Hanbin tersadarkan tak ada yang perlu dirisaukan saat ini, ia merasa menjadi manusia paling beruntung sejagad bumi ini.

.
.
.
.
.
.
.
.


Hanbin terbangun dari tidurnya. Dan kejadian tadi hanyalah mimpi belaka, tapi menurutnya itu sangat nyata. Ia sedikit memukul kepalanya, mimpi bodoh yang cukup mengusik tidurnya.

Ia bangkit lalu duduk sebentar, dia menengok ke arah jendela dan ternyata masih sangat gelap. Sepertinya sudah tengah malam. Ia melirik ke arah gelasnya yang kosong. Ia haus dan mau tak mau harus turun kebawah untuk minum.

Setelah membawa gelasnya yang kosong ia membuka pintu kamar tersebut dan tampaklah Gunwook dan Wonyoung yang sedang ribut kecil sambil membawa-bawa kue, nampaknya kedua sahabatnya ini tak sadar kalau pintu kamar Hanbin terbuka.

Paman Jang terkekeh pelan melihat kejadian itu. Hanbin dan muka bantalnya yang cengo menjadi pemandangan yang menggemaskan.
"Kalian sedang apa?"

Gunwook Wonyoung menegang bersamaan, lalu memutar badannya ke belakang dan disana Hanbin sudah berdiri dihadapan mereka.

Gunwook dan Wonyoung menggaruk kepalanya tak gatal, sedikit meringis.
"Kejutaaan" teriak Gunwook.

Lalu dihadiahi pukulan kencang dibahunya. Hanbin yang melihatnya pun terkekeh.
"Ahh gagal lagi, semua itu gara-gara kau tahu" tuding Wonyoung kepada Gunwook.
"Yak bukan aku justru kau yang terlalu sibuk"

"Eh sudah sudah jangan bertengkar, lihat lilinnya jadi meleleh ayo Hanbin ucapkan doamu lalu tiup lilinnya" pinta Paman Jang.

Hanbin menangkupkan kedua tangannya lalu memejam, hatinya mengucapkan doa yang begitu tulus. Lalu meniup lilin dihadapannya

"Yeay selamat ulang tahun kak Hanbin"

Pelukan hangat ia dapatkan dari orang-orang terkasihnya. Bersamaan dengan itu di tempat lain tengah terjadi sesuatu.

.
.
.

Zhang Hao tengah terduduk seorang diri di dapur apartemennya. Dihadapannya ada satu botol wine dan juga satu bungkus rokok. Pikirannya kacau sekali. Saat sore ibunya kembali memaksa ia bertemu dengan Jung Hyein, anak dari pemilik butik terkenal di Korea.

Firasatnya ia sedang berada di sebuah lingkaran perjodohan. Namun setiap kali ia menanyakan kepada sang ibu, ibunya selalu mengelak, dia berdalih hanya ingin memperat tali persahabatan guna membangun bisnis yang sedang dikembangkan.

Namun siapa sangka, Jung Hyein jatuh kedalam pesona Zhang Hao, semakin lama gadis itu semakin gencar mendekatinya tentu saja hal itu membuat sang ibu senang, puncaknya tadi sore ibunya mengatakan bila ingin menjodohkan dirinya dengan putri semata wayang tuan Jung.

LENTERA KECILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang