#6

572 81 14
                                    

Kim Gyuvin menyandarkan tubuh jangkungnya di bangku taman. Orang-orang sedang sibuk bercengkerama, bahkan anak-anak kecil berlarian kesana kemari.

Maklumlah, hari ini adalah akhir pekan dimana banyak para orang dewasa maupun anak-anak menyempatkan waktunya untuk bersantai sejenak.

Tangan besarnya memutar-mutar ponsel mahalnya. Sungguh ia bingung hendak melakukan apa. Ayah ibunya tengah ke Beijing untuk perjalanan bisnis, kalau kakaknya Kim Jiwoong pagi-pagi buta sudah berada di gedung agensi entahlah apa yang ia lakukan sungguh Gyuvin tidak peduli.

Ia menghela nafas pelan, bosan tentu saja bila begini ia memilih untuk menetap di Jepang. Jika disana ia takkan pernah merasa kesepian karena ia mempunyai banyak teman.

Tiba-tiba ponsel di genggamannya berdering, Kim Taerae tertera di layar ponselnya.

"Ada apa?"

"Mari ke Busan untuk memancing"

"Kau gila, pergi jauh ke Busan hanya untuk memancing, kau membuang waktuku"

"Hei hei, tidak hanya itu saja, kita bisa menikmati pemandangan pantai yang begitu sempurna disana, juga menikmati hidangan laut kau pasti menyukainya"

Gyuvin terdiam untun menimbang ajakan Taerae.

"Oh ayolah kapan lagi kau bisa berjalan-jalan dengan bebas seperti ini, anggap ini adalah hiburan sebelum kau disibukkan dengan tumpukan dokumen sialan itu"

"Baiklah, jemput aku kalau begitu kita ke Busan sekarang juga"

Kim Gyuvin bergegas pulang untuk mempersiapkan segala hal yang akan ia bawa ke Busan.

.
.
.

Samjinae tidak terlalu terik di siang hari, cuacanya terlampau sejuk mengingat ini adalah pertengahan musim gugur.

Namun tidak untuk Ricky, ia tengah terduduk di bangku taman dekat dengan danau dengan Zhang Hao yang berdiri sedang menelfon seseorang.

Sudah 2 hari dia disini membantu si gila mencari pasangannya. Tapi bukannya mendapat tanda-tanda justru ia diperbudak oleh Zhang Hao untuk mengikuti langkahnya kemana saja.

Lelah, stres sudah pasti apalagi ketika Zhang Hao ditanya apakah sudah ada tanda-tanda lebih dekat dengan matenya Zhang Hao justru menjawab tidak tahu. Rasa ingin mencincang halus tubuh Zhang Hao selalu hinggap di otak Ricky.

Temannya begitu rupawan, begitu kaya namun untuk hal seperti ini justru nol besar. Entahlah apa yang membuat Ricky begitu betah berteman dengan makhluk Tuhan aneh yang satu ini.

"Jadi bagaimana?" Tanya Ricky sambil menyandarkan punggungnya ke bangku taman.

"Kita harus segera kembali, ayah dan ibuku akan segera kembali dari Perancis, aku harus segera dirumah bila tidak aku pasti akan digantung" jawab Zhang Hao.

"Lalu bagaimana dengan matemu?" Ricky kembali bertanya.

"Kalau benar dia mateku dia pasti takkan jauh-jauh dari jangkauanku kan"

Tolong jambak Ricky sekarang juga, mengingat betapa berlebihannya putra semata wayang pasangan Zhang ini.

.
.
.

Hanbin sudah pulih, tanda di pergelangan tangannya membentuk bulan yang begitu indah. Bibi Jang dan paman Park juga tidak mengerti maksud dari tanda tersebut. Namun Hanbin seakan abai, selagi tak membahayakan dirinya, ia tak masalah.

Pipi gembilnya kini merona terkena terpaan angin musim gugur. Ia kini tengah merapikan pot-pot bunga yang sudah cukup lama terabaikan. Banyak yang diantaranya sudah layu dan mati.

LENTERA KECILWhere stories live. Discover now