#8

485 78 7
                                    

Hanbin, Gunwook dan Wonyoung melakukan perjalanan ke Busan diantar oleh paman Park dengan sebuah mobil.
Di jam pertama mobil tersebut begitu ramai oleh ocehan Gunwook dan Wonyoung, tapi kini begitu sunyi karena sang pembuat keributan tengah tertidur.

Hanbin tengah menatap jalanan yang banyak ditumbuhi bunga daisy melalui kaca mobil. Ia jadi berpikir bahwa ia tak lebih dari filosofi daisy liar yang tumbuh di jalanan.

Begitu terbuka dan bebas, tanpa pengawasan. Memang indah namun mereka tak dianggap, terkadang pula mereka hanya dianggap seonggok tanaman liar tiada guna. Dan Hanbin memposisikan dirinya demikian.

Jemarinya bertautan erat, sebentar lagi usianya mencapai angka 20 tahun. Usia yang legal untuk melakukan segala hal tapi tidak untuk Hanbin. Dirinya terbatas, dia tak mendapat dukungan apapun dan dirinya cacat.

Kegiatan selanjutnya adalah kegiatan monoton yang ia lakukan sehari-hari. Ia sedih tentu saja, bila anak lain membuka gerbang kedewasaannya dengan penuh doa dan kehangatan tapi tidak untuk Hanbin. Ia mendoakan dirinya sendiri, memeluk dirinya sendiri, dan berdiri sendiri.

Kehilangan sosok kakek nenek berbekas sangat dalam di ingatannya. Apalagi ketika kedua orang tuanya mengabaikan kehadirannya. Jangankan menanyakan kabarnya, menatap wajahnya saja enggan, padahal dirinya hadir atas dasar kemauan keduanya.

Paman Park yang melihat raut Hanbin tengah murung pun akhirnya mengulurkan tangannya untuk menangkup sebelah tangan Hanbin yang memang saat itu sedang duduk di samping kemudi.

"Kenapa hm?"tanya Paman Park dengan lembut.
Hanbin menggeleng pelan. Menatap tautan tangan itu lekat. Berpikir bila tangan yang menangkup tangannya kini adalah tangan ayahnya.
"Aku sedih, kenapa kalian sebegitu pedulinya terhadapku, padahal aku tak ada ikatan darah" ucapnya pelan.

Paman Park tersenyum pelan. Tangannya menjulur lalu mengusap surainya pelan.
"Darah memang lebih kental dari air, tapi itu tak bisa menjadi pondasi kenapa kami begitu peduli padamu, kami tak peduli ada ikatan darah atau tidak, bila kau hidup di lingkungan kami itu artinya kau adalah anak kami"

"Lagipula, kau adalah anak yang baik, bagaimana kami bisa mengabaikan anak sebaik dan semanis dirimu nak" imbuh paman Park.

Hanbin mengangguk paham, ia membalas genggaman tangan itu.
"Terimakasih banyak untuk kalian yang sudah sudi menemani dan merawatku selama ini, aku tidak tahu harus membalas kebaikan kalian bagaimana".

"Hiduplah dengan bahagia, itu sudah cukup bagi kami"

.
.
.

Gyuvin menghirup aroma laut begitu dalam, rambut kecoklatannya terbang ditiup angin pantai. Hatinya tenang dan ia begitu menyukai tempat ini.

"Bagaimana kau suka kan?" Tanya Taerae.
"Tentu saja, ini lebih menarik dari yang aku kira"

Mereka berdua masuk ke dalam penginapan yang sudah di pesan beberapa saat yang lalu. Gyuvin merebahkan tubuh besarnya di kasur nan empuk.

"Ini akan menjadi liburanmu yang menyenangkan, cepatlah istirahat nanti malam festival laut akan di mulai" ucap Taerae.

Gyuvin mengernyit, bukankah kedatangan mereka hanya untuk memancing.
Melihat raut itu Taerae seolah paham apa yang dipikirkan Gyuvin.

"Kebetulan kita datang kemari bertepatan dengan festival laut dimana disana banyak jajanan khas pantai yang akan disajikan, terutama makanan laut secara gratis, kita bisa makan banyak" jelas Taerae.

"Oh benarkah, kau memang terbaik Taerae"
"Jelas saja aku memang selalu terbaik"

Gyuvin berdecak pelan dengan kepercayaan diri Taerae.

.
.
.

Hanbin tertidur sesaat sampai di rumah Paman Jang, paman dari Wonyoung atau adik kandung dari Bibi Jang. Gunwook yang tidak tega membangunkan akhirnya pun menggendong pelan tubuh Hanbin.

"Oh apakah ini Hanbin yang kau ceritakan itu Wonyoung-ah" tanya Paman Jang pelan.
"Huum, bagaimana manis kan, ibu sangat sayang padanya" jawab Wonyoung.
"Manis sekali, cepatlah bawa dia ke kamar tamu yang sudah aku bersihkan, kasihan dia tertidur begitu, aku akan berbicara dengan ayah Gunwook" pinta paman Jang. Wonyoung pun mengangguk.

"Aku titip anak-anak disini, bila ada apa-apa cepat hubungi aku atau ibu Wonyoung" pinta paman Park.
"Hei kau tenang saja, mereka akan aman bersamaku, ngomong-ngomong Hanbin itu anak dari Wendy dan Sung Daehan itu kan" tanya Paman Jang.

Paman Park mengangguk membenarkan.
"Entah apa yang dipikiran mereka sehingga meninggalkan Hanbin 10 tahun lamanya di Samjinae" ucap Paman Park.
"Dia terlihat berbeda"ujar Paman Jang.

"Yah, Hanbin kami memang terlihat berbeda"
"Bukan fisiknya tapi ada hal lain yang membuatnya berbeda, dan aku bisa merasakannya" ucap Paman Jang.

"Apa maksudmu?"tanya Paman Park.
Paman Jang menyatukan kedua tangannya lalu menghela nafasnya pelan.
"Sepenglihatanku Hanbin bukan kaum kita"

.
.
.

Malam sudah tiba, sepanjang pantai Busan sudah dihiasi berbagai macam lampu kelap-kelip yang indah.
Para koki-koki handal sudah turun untuk menyajikan menu andalan yang lezat.

Harum garam bercampur dengan aroma-aroma bumbu rempah masakan menjadi satu, dan itu membuat perut Gyuvin kelaparan.

"Aku ingin makan cumi bakar, ayo kita ke koki itu" ucap Taerae.
Gyuvin tentu saja mengangguk semangat.
Pas sekali ini yang menjadi incarannya sejak tadi.

"Silahkan silahkan makanlah sepuasnya disini" ucap sang koki.
Taerae mengambil satu tusuk cumi besar untuknya dan Gyuvin lalu memakannya.

Rasa cumi yang segar bercampur dengan saus manis namun ada sedikit rasa pedas bercampur dan menggugah selera keduanya.

"Aku tak tahu kau begitu banyak mengerti tentang destinasi wisata seperti ini" ucap Gyuvin.
"Itulah gunanya Naver, kau jangan terlalu makan banyak buku, sesekali meliriklah ke teknologi yang sudah canggih"
Mata Gyuvin memutar malas, ia dengan cepat menjitak kepala Taerae.

"Yak aku memang jarang menggunakan ponsel bukan berarti aku setertinggal itu bodoh" ujarnya malas.

"Iya-iya, kau sudah menghubungi kakakmu, aku takut dia mengamuk karena ditinggal sendiri di mansion dan saat kita pulang mansionmu sudah menjadi abu" Gyuvin terkekeh mendengar penuturan Taerae.

"Kakakku memang kekanakkan tapi tak separah itu"

Gyuvin sudah menghubungi kakaknya saat beberapa jam sudah sampai di hotel, reaksi kakaknya diluar dugaan, ia mengamuk karena tak diajak berlibur.
"Salah siapa kau fokus pada kepopuleranmu, selamat menikmati kesepian Kim Jiwoong" berakhir dengan Jiwoong mencak-mencak kesal.

Banyak hal yang ia perbincangkan dengan Taerae dari mulai bisnis, kepopuleran kakaknya, atau hanya sekedar hobi.

"Besok kita akan memancing disebelah sana lalu--" perkataan Taerae terpotong karena melihat tingkah Gyuvin yang aneh.

"Kau mencium sesuatu"
Taerae mencium baju, ketiaknya bahkan celananya.
"Tidak, aku tak mencium apapun, aroma apa yang kau cium"

Gyuvin menatap wajah Taerae
"Aroma kue yang hangat seperti baru keluar dari tempat panggang"
"Gyu jangan-jangan matemu berada disekitar sini"

Dan Gyuvin pun terkejut mendengar perkataan Taerae.

.
.
.

Yeay akhirnya satu-satu sudah mulai menemui jejaknya, semoga yang satu segera ketemu sama yang aslinya deh kasian lewat mimpi mulu wkwkwk

Hanbin bener-bener disayang ya sama warga Samjinae, aku jadi terharu :")

Kalo sempet aku bakalan double up, kalo enggak yaa berarti besok hehe :D

LENTERA KECILWhere stories live. Discover now