Chapter 4 [Ran dan Pelangi-Pelanginya]

24 5 1
                                    

Please give your support by voting for this chapter, leaving a comment, and adding this story to your library. We'll appreciate it if you share this story with your friends.

Happy Reading!

***

Chapter 4
[Ran dan Pelangi-Pelanginya]

Remaja laki-laki dengan kaos kuning lemon itu mengetik sebuah kata, menghapusnya— mengetik, menghapus, mengetik— dan melakukan hal yang sama berulang-ulang hingga kesal sendiri.

None of those. The … you weren't wearing school socks is … for, but that's not it. Many … gossip that I …  so much!

"Kak Gya ngomong apa, sih, tadi! Ran cuma nangkap bagian sock, kaos kaki, sama gossip. Huh! Sebel, deh!" Ran menggerutu sambil melempar ponselnya ke atas kasur.

Tok ... tok ... tok

"Iya?!" Ran bangkit dari kursinya dan bersiap hendak membuka pintu kamarnya sebelum pintu itu tiba-tiba sudah terbuka lebar menampakkan Vera yang tersenyum lebar ke arahnya.

"Apa?" tanya Ran. Tiba-tiba dia merasa jengkel melihat orang berwajah bahagia saat kondisi perasaanya sedang buruk.

"Dih, songong! Nih, mau nggak?" Gadis itu menyodorkan paper bag dengan sebuah box kue di dalamnya.

Mata Ran melebar, senyum lebarnya seketika merekah seperti bunga mekar di video time lapse dalam waktu yang sangat singkat.

"Strawberry Shortcake! Yeay, terima kasih Kak Vera!" pekiknya girang.

Vera tersenyum puas melihat reaksi Ran sebelum matanya tanpa sengaja melihat gambar di atas meja belajar, di samping laptop tempat cowok itu membuka halaman Google Translate.

Vera mendekat dan meraih selembar kertas dengan gambar pelangi kecil-kecil yang mengisi setengah halamannya. Pelangi-pelangi itu selalu muncul saat Ran sedih, kecewa, marah, ataupun emosi negative lainnya. Kebiasaan aneh yang menurut Vera menggemaskan.

"Kok pelanginya banyak banget, Ran. Minggu lalu pas ulangan dapat delapan puluh nggak sebanyak ini," celetuk Vera. Ia duduk di kursi Ran yang sekarang pemiliknya sedang asyik menyendok kuenya di tepi tempat tidur.

Ran melirik. Saking asyiknya menikmati Strawberry Shortcake-nya, dia sampai tidak sadar Vera sudah melihat gambarnya yang tidak sempat disembunyikan. "Ih, Kak Vera!" Ran merampas lembaran itu dari Vera segera setelahnya.

Wajahnya kembali kusut sambil pipinya menggembung karena mengunyah kue dengan lahapnya. Vera membuang napas kasar terang-terangan sambil menatap tajam ke arah Ran. "Sedih habis putus itu wajar, kok, Ran. Bentar lagi juga udah lupa. Dibiasain aja dulu, jangan sampai sekolah lo keganggu," ujarnya.

Ran perlahan-lahan meletakkan kuenya ke pinggiran meja sementara mulutnya masih sibuk mengunyah sisa yang ada di mulut.

Glek

"Ran sedih, sih, diputusin Kak Gya, padahal Ran suka banget dan berusaha mati-matian jadi pacarnya, sekarang tiba-tiba Ran diputusin. Tapi, yang buat lebih kesalnya, Ran nggak ngerti sama sekali Kak Gya ngomong apa," adunya.

Vera berusaha keras menggigit bibirnya yang berkedut-kedut karena menahan tawa. Sungguh ini bukan situasi yang tepat untuk ditertawakan meskipun dalam hati dia sudah terpingkal-pingkal.

"Ran," panggilnya pelan. Bukan mencoba sok kalem, Vera hanya berusaha tidak kelepasan tertawa, "alasan Gya minta putus itu karena dia ngerasa semenjak kalian pacaran, banyak anak-anak di sekolah yang terang-terangan berduaan di sekolah, di koridor, di halaman, dan di mana pun itu, dan itu nggak pantas banget dilakuin di sekolah. Gya ngerasa karena kalian pacaran, aturan di sekolah jadi nggak balance, nggak imbang, banyak yang ngelanggar karena ngira kalau dia udah nggak seketat dulu," lanjutnya, berusaha mengingat apa yang sahabat karibnya siang tadi katakan dengan kecepatan 2x.

"Padahal Ran nggak ngelanggar aturan sama sekali. Kenapa Kak Gya putusin Ran gara-gara murid-murid lain? Kalau itu, kan, yang salah mereka, bukan Ran," gerutu Ran setelah memahami posisinya sebagai seorang "korban".

Vera mengendikkan bahu. "Kalau Gya udah mutusin sesuatu, biasanya sulit diubah kecuali dia nemuin pertimbangan lain buat dibandingin sama keputusannya." Vera menepuk-nepuk pundak Ran sambil mengangguk-angguk, mencoba mengatakan secara nonverbal bahwa semua akan baik-baik saja.

Gadis yang sepanjang sore harus menunggu berjam-jam demi membawakan menu strawberry shortcake yang jumlahnya terbatas itu menyadari bahwa tidak ada yang dapat dia lakukan untuk membantu sepupunya saat ini. Vera bangkit dari kursi dan beranjak ke luar kamar.

"Nanti coba gue ngomong ke Gya lagi," ujarnya sebelum akhirnya menutup kembali pintu kamar dengan papan kayu bertuliskan "Yang nyebelin gak boleh masuk!" itu, meninggalkan Ran dengan keheningan yang semakin meramaikan pikirannya.

Masa Ran beneran sebandel itu, ya? Pemuda itu melanjutkan kegiatan menghabiskan cake-nya.

3 Reasons Why We Should Break Up[End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang