Chapter 9 [Di balik Tatapan Tajam itu]

24 4 1
                                    

Please give your support by voting for this chapter, leaving a comment, and adding this story to your library. We'll appreciate it if you share this story with your friends.

Happy Reading!

***


Chapter 9

[Di balik Tatapan Tajam itu]

Satu pekan berjalan cepat bagi Gya yang sibuk menyiapkan banyak hal untuk kegiatan ulang tahun sekolah bulan depan. Belum lagi ada acara tambahan yang diadakan sekolah untuk malam puncak acara. Sehingga, punya waktu tenang untuk berkutat dengan tugas-tugas sekolah seperti malam ini saja sudah cukup baginya.

"Kak, masak apa?" seorang remaja laki-laki berusia sekitar tiga belas tahunan menyembulkan kepala di pintu kamar Gya yang sedikit terbuka.

"Loh, pulang sama siapa?" Gya balik bertanya kepada adiknya.

"Bareng Ciel tadi," jawabnya sembari membuka lebar pintu kamar kakaknya.

"Salmon teriyaki. Ganti baju dulu. Tugas Kakak tinggal satu nomor," kata Gya kembali fokus ke halaman yang dikerjakannya.

Tanpa banyak cakap, dia berlalu menghilang dari kamar Gya. Sang kakak tersenyum, bangga dengan caranya mendidik adik satu-satunya itu. Lagipula sudah sepatutnya ia merasa begitu. Dilihat dari mana pun, Gyalah yang selalu menjaganya sejak beberapa tahun terakhirnya di sekolah dasar. Entah sejak kapan mereka lebih sering menghabiskan waktu berdua daripada berempat dengan kedua orangtua mereka.

"Huff!" Gya mengembuskan nafas lega setelah memberi titik di kalimat terakhir yang ia tulis. Tak berlama-lama ia merapikan tumpukan buku dan alat tulisnya untuk turun ke meja makan.

"Samu! Are you done?" pekik Gya sembari menyiapkan alat makan mereka.

"Yup! yeaaayy," senandung yang dipanggil dari tangga. Cowok itu merentangkan kedua tangan seolah superstar ketika memamerkan piyamanya kepada kakaknya.

"Lihat, deh. Aku dibeliin Om baju baru," katanya.

Gya tertawa kecil, "Kayak baju kamu yang pas TK dulu, do you remember? Pas di pasar malam."

"Iya anjay, bener. Eh, by the way, Kak, you know what?! Because my friends who came last week heard you called me Samu, mereka jadi ikut-ikutan di kelas," curhatnya panjang lebar.

"Lucu, dong," tanggap Gya. Jujur saja kepribadian dua orang ini dilihat dari mana pun bagaikan dua kutub yang berbeda jika disandingkan. Samuel mungkin tidak banyak bicara ketika bersama orang lain, tapi ketika bersama kakaknya, dia bisa seharian bercerita tanpa lelah. Sedangkan Gya, dia irit bicara di mana pun, dengan siapa pun.

"Yee ... mereka, mah, gitu karena ngeledekin." Samuel mulai mengambil nasi dan lauk yang disiapkan kakaknya.

"UTS kapan?"

"Minggu depan."

"Jangan sampai turun lagi nilainya, ya."

"Aye, Captain!"

Lantas keheningan segera saja menyisir seluruh penjuru ruangan. Keduanya makan dengan tenang tanpa sepatah kata pun. Bahkan mungkin cicak yang sedang ghibah pun terdengar. Sayangnya, tak lama kemudian bukan suara julid cicak yang terdengar, melainkan pintu yang terbuka.

"Halo," sapa orang di depan pintu.

Seorang wanita berpakaian formal dengan rok selutut dan hak tinggi yang segera dilepas dan diletakkan di rak sepatu itu tersenyum canggung. Pasalnya dua orang yang sedang makan itu langsung berhenti mengunyah dan menatap bersamaan dengan tatapan intens yang mirip.

3 Reasons Why We Should Break Up[End]Where stories live. Discover now