Chapter 11 [Harus Dihentikan]

17 4 1
                                    

Please give your support by voting for this chapter, leaving a comment, and adding this story to your library. We'll appreciate it if you share this story with your friends.

Happy Reading!

***

Chapter 11

[Harus Dihentikan]

Usai kejadian sore itu, Ran selalu dihantui rasa bersalah karena merasa telah membentak dan bersifat kekanak-kanakkan di depan Gya. Dia menjadi Ran yang sama. Rapi, berangkat awal, menjadi siswa yang aktif di kelas, masih suka strawberry shortcake, dan semuanya seolah kembali normal kecuali satu hal. Ran menjadi murung belakangan ini.

"Ran, ada cireng kesukaan lo di kantin kata Bunga." Riyan datang dan duduk di bangku sebelah Ran yang tertunduk lesu di mejanya.

"Hmmm."

"Lemes banget kayak abis diput-" Riyan membungkam mulut Chiko sebelum temannya itu mati dicekik Ran yang tiba-tiba mengangkat kepalanya. Chiko segera menampar pelan mulutnya sendiri. "Dipukulin," ralat Chiko.

"Bisa nggak gausah ganggu dulu?" Ran menatap jengkel ke arah kedua temannya yang saling pandang.

"Ada apa lagi, sih? Tugas dari ruang evaluasi, kan, udah dikerjain juga," celetuk Chiko.

"Masalahnya itu gini," Ran menjeda kalimatnya. Dia memiringkan tubuhnya untuk sempurna menghadap kedua temannya. "Ran habis bentak-bentak Kak Gya."

"Anjuu. Demi apa?" Berakhirlah Ran menceritakan semuanya kepada Chiko dan Riyan yang hanya menganga mendengarnya. Akhirnya sepanjang sejarah kehidupan manusia, ada makhluk yang lahir ke dunia untuk memberontak terhadap perkataan Gya.

"Respect," komentar Riyan sesuainya Ran bercerita.

"Ck. Serius ini!." Ran kesal.

"Gua serius, kok. Justru dengan lo berani bilang gitu, Kak Gya bisa aja jadi sadar kalau gak seharusnya dia mutusin lo seenaknya," kata Riyan.

"Tapi, bisa aja sebenarnya Kak Gya bukannya gak sadar, sih," imbuh Chiko. Ketiganya diam. Sampai salah seorang teman mereka memanggil dari arah pintu.

"Yan, dicari, tuh," panggilnya.

Ketiganya saling tatap sebelum akhirnya Ran mengangguk memberi izin temannya itu untuk pergi. Riyan berdiri dan berlalu. Ran kembali menaruh kepalanya di atas meja dengan malas. "Aaaaa ..." dan mulai meracau.

"Ck. Menurut gue daripada lo kepikiran mending ngomong lagi, deh. Maaf gitu, kek, atau apa." Chiko menginterupsi kegabutan Ran.

Cowok itu tiba-tiba duduk dengan tegak. "Cara ngomongnya gimana? Kapan? Di mana? Cara Ran nemuin Kak Gya tanpa kesan jelek gimana?"

"Y-ya, kalau itu m-mana gue tahu. Lo pasti punya cara sendiri, kan," jawab Chiko terbata karena pertanyaan bertubi-tubi dari Ran.

"Hadeh! Sama aja. Ck, ya udah, deh, Ran mau ke kantin," kata Ran pada akhirnya.

Saat dia berdiri, Chiko mengikutinya. Ran melirik dengan mata sipitnya yang tajam. "Mau ke mana?" tanyanya.

"Ke kantin, kan?" jawab Chiko polos.

"Ran, nggak minta ditemenin, tuh," balas Ran.

Chiko kembali duduk. "Tumben?"

Ran melengos begitu saja dan berlalu. Kenapa teman-temannya ini selalu memperlakukannya seperti anak kecil yang butuh ditemani ke mana pun?

3 Reasons Why We Should Break Up[End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang