Epilog

22 2 1
                                    

Do you guys know, kata orang "Cinta tidak harus memiliki"?

Well … dulu gue sama sekali nggak paham dengan maksud kalimat itu, sebelum akhirnya mata gue terbuka karena menyaksikan hal itu sendiri di dekat gue.

Katakanlah gue orang yang nggak punya pendirian, karena gue pernah bilang kalau gue pengen bantu sahabat dan adik sepupu gue balikan di hubungan mereka yang dari awal kayak nggak ada cocok-cocoknya sama sekali, tapi sekarang gue justu puas ngelihat mereka bahagia sama jalan masing-masing.

Banyak yang terjadi setelah gue nguntit dua orang itu waktu mereka jalan bareng. Seminggu setelahnya, Ran datang ke gue dan nanya soal persyaratan yang harus dia siapin buat jadi anggota OSIS.

"Hah? Lo bukan mau ngejar Gya lagi, kan?" tanya gue waktu itu. Takut-takut dia masih keras kepala mau ngajak Gya balikan.

Tapi waktu itu Ran jawab dengan gelengan kepala yang kuat dan nggak ragu. "Ran nggak akan ngelakuin itu, kok. Dengan Kak Gya udah baik-baik aja Ran udah nggak apa-apa."

Jujur saja agak geli dengar jawabannya itu, tapi syukurlah dia akhirnya paham dengan sendirinya setelah gue berusaha ngejelasin kalau dia harus move on sampai mulut gue rasanya keluar busa.

Minggu-minggu berikutnya, sekolah kami sesak dengan berita putusnya mereka berdua. Nggak tahu lagi siapa yang nyebar itu. Gue pernah lihat Ran diam-diam keluar dari toilet cowok kayak habis maling sesuatu, takut ketahuan. Dan ternyata pas gue tanya, dia lagi sembunyi dari kekepoan orang-orang yang meminta klarifikasi soal kabar itu. Ternyata adik gue sepopuler itu.

Anyway, as the time went by, di kelas 11 Ran diterima jadi anggota OSIS, yang mana gue sama Gya udah hampir purna karena udah kelas 12 dan harus fokus ujian. Sebagai orang yang udah dapat atensi dari awal, selama masa kerjanya Ran kelihatan fine-fine aja. Dia semakin banyak dikelilingi orang-orang baru yang sama nemploknya ke Ran. Gue malah sempat dengar dia hampir dicalonkan sebagai ketua OSIS, tapi Ran sendiri nolak tawaran itu. Entah kenapa.

Tapi, dari sekian banyak perubahan setelah Gya balik masuk ke sekolah, satu yang buat gue, apalagi Gya, shock banget sampai speechless. Siapa yang bakal nyangka kalau setelahnya, semua orang mulai nyapa Gya di sekolah. Bukan. Bukan nyapa karena takut ditegur, tapi mereka nyapa dengan beneran niat nyapa. Sambil senyum. Sambil nyebut nama Gya dengan halus dan sopan. Kayak whatt??! Gue nggak salah dengar, kan?

Tapi, baguslah. Meskipun awalnya canggung dan nggak terbiasa, tapi lama-kelamaan Gya juga jadi sering senyum dan nyapa balik. Dia jadi lebih banyak ketawa dan ikut nimbrung ke obrolan teman-teman sekelas. Pokoknya setelah "date"-nya sama Ran waktu itu, dia hampir kayak orang yang dilahirkan kembali. It means she is totally change in a good way!

Fortunately, another good news is orangtuanya sama sekali nggak melanjutkan perbincangan soal perceraian. Melihat Gya yang sampai nekat ngelakuin itu, mereka akhirnya sadar bahwa keluarga bukan cuma soal mereka dan keinginannya, melainkan juga soal dua orang lainnya di keluarga mereka. Gitulah mungkin. Gue cuma asal nebak aja, sih.  Lagian gue juga mana tahu? Ya kali gue ngepoin alasan kenapa mereka gak jadi cerai, kan?

***

Pas gue bilang banyak hal yang berubah, sebenarnya hubungan Ran dan Gya sendirilah yang paling terkena dampaknya. Gue nggak pernah lagi ngelihat Ran lari nyamperin Gya di kelas buat ngajak ke kantin, atau juga datang cuma buat ngobrol sebentar sama Gya. Mereka beneran kayak tinggal di universe yang berbeda saking nggak adanya interaksi.

Tapi, lagi-lagi gue bersyukur bahwa dua orang yang berharga buat gue itu akhirnya bisa ngejalani hidup masing-masing dengan cara yang mereka suka. Ngelihat Ran yang ditunjuk sebagai perwakilan pengurus OSIS untuk menyambut siswa baru waktu itu yang ngebuat gue sadar betapa dalam waktu singkat, hidup mereka berubah dengan banyak hal baik yang terjadi.

Kalau dulu gue selalu berharap buat mereka balikan, sekarang gue malah ngerasa bahwa dari sisi mana pun, ini adalah keputusan terbaik yang bisa mereka ambil. Di mana gue bisa lihat Ran bebas bertumbuh dengan skills-skills yang dia dapat dari pengalamannya ikut organisasi, dan di mana gue bisa menyaksikan dengan mata kepala gue sendiri, seorang Gya yang lebih humble, ceria, dan Gya yang nggak ditakuti orang, melainkan disegani oleh mereka.

Gue ngerasa sebenarnya tiga alasan yang Gya kasih ke Ran itu sebenarnya cuma buat nutupin seberapa besar rasa pedulinya ke Ran. Ran pun juga sebaliknya. Alasan mereka putus dan nggak berusaha mengembalikan keadaan kayak sebelumnya adalah karena Gya nggak mau Ran terkekang karena personality-nya, dan Ran juga nggak mau Gya terbebani oleh rasa bersalah atas dirinya.

Honestly, kalau gua boleh bilang, keputusan mereka buat udahan udah jadi hal yang paling tepat untuk mereka ambil. It is literally the way they take care of each other without even realizing it. Dan sekali lagi, mereka yang ngasih tahu ke gue secara nggak langsung, soal bagaimana perasaan suka itu terkadang bukan soal kepemilikan, namun soal seberapa besar sebuah pengorbanan yang bisa lo buat demi orang yang lo suka.

Love is definitely not about being 24/7 close with them, but it's deeper than that. Even sometimes, the only way to express it, is by giving them three reasons why you should break each other up to hide the actual reason, which is it can be the very heartbreaking moment in your life.

~ The End ~

🎉 Kamu telah selesai membaca 3 Reasons Why We Should Break Up[End] 🎉
3 Reasons Why We Should Break Up[End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang