Chapter 7 [Ran, kan, Rajin!]

25 4 2
                                    

Please give your support by voting for this chapter, leaving a comment, and adding this story to your library. We'll appreciate it if you share this story with your friends.

Happy Reading!

***

Chapter 7

[Ran, kan, Rajin!]


Klontang ... klontang

"Pa, jangan dekat-dekat ih, nanti diapa-apain. Kita panggil Pak RT aja, deh." Seorang Wanita mengikuti suaminya mengendap-endap menuju arah dapur ketika mereka mendengar ada aktivitas dari arah sana.

"Nanti kalau ramai yang datang malah keburu kabur, Ma."

Tiba-tiba terdengar lenguhan "Akkh!" dari bayangan orang di dapur itu. Keduanya refleks menekan tombol ON karena suara tidak asing itu.

Ctik!

"Ran!" seru keduanya lega, meskipun tak lama kemudian mereka justru semakin terkejut karena telinga anak mereka memerah karena jarinya kesakitan.

"Kamu ngapain gelap-gelapan di dapur gini, Dek? Itu juga kena apa jarinya?" Mama Ran mendekat. Khawatir melihat telinga putranya yang langsung memerah menahan sakit.

"Kena ini," adu Ran sembari menunjuk pemanggang roti.

"Kenapa kok nggak nunggu Mama buatin kayak biasanya? Ini juga kok udah pakai seragam, masih jam setengah enam, loh," interogasi wanita yang di dahinya masih terpasang penutup mata itu. Dengan cekatan ia mengambil kotak P3K.

"Ran mau berangkat pagi, mau bawa bekal roti," celetuk Ran. Dia mengamati Mamanya yang mengoleskan salep ke jarinya.

Papanya menepuk dahi dan membuang napas berat di kejauhan. Tidurnya diinterupsi dengan tidak menyenangkan hanya untuk mendapati bahwa penyebabnya adalah anak tunggalnya ingin membuat roti untuk bekal.

"Kok tumben, Ran? Chiko sama Riyan berangkat pagi juga?" tanya papa Ran.

Ran menggeleng. "Nanti kalau mereka ke sini tolong bilangin ya, Pa. Tadi Ran nge-chat belum dibalas."

"Iyalah belum dibalas, masih baru selesai mandi orang jam segini, Ran."

Kemudian setelahnya, aktivitas satu rumah jadi dimulai lebih awal. Dan Ran serius dengan ucapannya, sebelum matahari sempurna naik dia sudah berpamitan dengan orangtuanya. Setelah rutinitasnya minum susu tentu saja, Mamanya sedikit sensitif untuk urusan yang satu ini.

***

"Nah, itu dia si bocah gabut. Disamperin malah udah berangkat duluan." Dari kejauhan dua orang remaja laki-laki yang sedang menuntun sepeda mereka menuju tempat parkir, mengamati seorang siswa lain yang sedang berdiri di gerbang sekolah.

"Kak Gya lagi piket kali, makanya dia berangkat pagi," celetuk yang sedikit lebih tinggi di antara mereka berdua, Riyan.

"Ngapain, Ran?" tanya Chiko saat memasuki gerbang sekolah.

"Hayo, pakai atribut sekolah lengkap, nggak?" Ran menatap penuh selidik ke arah dua temannya dari ujung kepala sampai ujung kaki, lantas mengacungkan jempol saat menyadari keduanya memakai atribut lengkap.

"Caper ke siapa, sih? Kak Gya juga belum ada padahal. Niat amat," julid Chiko.

"Sstt, diem. Keberhasilan itu ditentukan dari niat. Kalau Ran niatnya sungguh-sungguh, Kak Gya pasti mau diajak balikan," tukas Ran. Pandangannya diedarkan ke segala penjuru arah untuk mencari keberadaan Gya yang memang belum ada. Padahal dia sudah gaya menyiapkan diri sejak tadi kalau Gya memeriksa gedung Utara.

3 Reasons Why We Should Break Up[End]Where stories live. Discover now