Chapter 13 [Ran, Numero Uno!]

21 4 0
                                    

Jam istirahat tak lagi terasa seru bagi Ran beberapa pekan terakhir, terutama seminggu belakangan ini. Di setiap kesempatan, di segala penjuru sekolah yang ia datangi, bahkan termasuk juga di toilet, pembicaraan soal acara malam puncak sekolah selalu saja dibahas. Yang membuat Ran kesal adalah acara yang dibuat adalah homecoming dengan konsep seperti prom night yang mana banyak yang akan hadir dengan pasangan mereka masing-masing—meskipun tentu saja Gya dan para pengurus OSIS sudah menetapkan peraturan-peraturan yang ketat untuk menertibkan acara itu agar tetap menjaga adab dan etika di sekolah.

"Chitato, Ran," Bunga menawari, menyodorkannya tepat di depan muka Ran.

"Terima kasih," balas Ran tanpa mengambil satu pun isiannya.

"Lagi galau?" tanyanya.

"Lagi sebel. Dimana-mana pada ngomongin prom."

"Emangnya kenapa, kok, sebel? Kak Gya sibuk jadi panitia?"

Pertanyaan gadis dengan rambut yang diikat ekor kuda itu menyadarkannya bahwa belum banyak orang yang tahu soal berakhirnya hubungan keduanya.

Ran menggeleng. "Tau, ah! Chiko sama Riyan pasti pergi sama partner-nya masing-masing."

"Hmm, iya juga, sih." Bunga mengedarkan pandangan ke seluruh sudut kelas, mencari keberadaan salah satu dari yang mereka bicarakan. "Tumben juga mereka ninggalin lo sendirian. Pada ke mana?"

"Ya, ke mana lagi, kan?" sahut Ran memutar bola matanya malas. Bunga masih dengan camilannya mangut-mangut paham.

"Kenapa gak ngomong ke mereka? Yakin seratus lima puluh persen mereka pasti pilih pergi bareng lo kalau lo sendiri yang minta," ide Bunga.

"Justru itu, Bunga. Kalau Ran ngomong gitu, mereka pasti pergi bareng Ran, dan Ran nggak mau ngerusak date mereka," sanggah Ran yang kesekian kalinya diberi persetujuan oleh Bunga.

"Bunga, dicari Arkan, tuh!" panggil seseorang dari pintu kelas.

"Eh, gua ke kantin dulu, ya, Ran." Bunga beranjak dari kursinya.

"Hati-hati!" Ran membalas lambaian tangan Bunga yang segera saja menghilang di balik pintu.

Ran menumpahkan pipi ke meja dengan kedua tangan direntangkan memeluk kedua tepi mejanya. Mulutnya kembali mengeluarkan suara-suara aneh seperti yang biasa dilakukannya saat tidak ada kerjaan. "AaaAAaaaa."

"Haduh, gabut gini enaknya dapat Kak Gya sepuluh."

***

"Sumpah kesempatan kayak gini gak datang dua kali, loh, kenapa coba gak mau datang bareng? Gue bisa, kok, datangnya sendiri, cuma kita masuknya bisa pakai tiket partner buat book kursi yang sebelahan." Seorang gadis dengan rambut disanggul rendah menyuarakan kekesalannya sebab pasangan prom-nya membatalkan rencana awal mereka.

"Gak bisa, Ndi. Toh, bukannya sama aja kalau gue pakai tiket partner sama lo, tapi di dalem gua tinggalin," balas remaja laki-laki yang duduk di seberangnya. Chiko berusaha sehati-hati mungkin tidak membuat Indi—gebetannya dua minggu belakangan ini—kesal, walaupun kenyataannya ia sudah melakukannya.

"Emang kenapa, sih? Lo pergi sama cewek yang dibilang Ran, ya?"

Chiko dengan cepat menggeleng. "Kan gua udah bilang dia iseng aja, tanya Riyan, deh, Amanda juga digituin sama Ran, lebih konyol malah. Masa dibilang Riyan suka sama gua."

Indi terbelalak. Rahangnya terjatuh dan telapak tangannya menutup mulutnya yang menganga. "J-jadi lo mau partner-an sama Riyan?"

Chiko menoyor dahi Indi. "Ngelantur mulu. Gak gitu coy! Intinya ntar di sana gue bisa nyamperin lo, kok, meski nggak datang barengan."

3 Reasons Why We Should Break Up[End]Where stories live. Discover now