4

5 2 0
                                    

=> HAPPY READING! <=
.........

Sukses itu dijemput bukan ditunggu.
—anonim—
***

"Bapak ... Bang Ubay demamnya tinggi banget." Yuli memanggil sang suami dalam keadaan panik.

Sukardi bergegas memindahkan tubuh gempal putranya ke atas kasur. "Ambil kompresan, Buk!"

Tanpa banyak berfikir, Yuli beranjak meninggalkan kamar untuk mengambil air hangat dan kain. Sementara Sukardi mengumpulkan beberapa selimut agar tubuh putranya tidak menggigil. Kemudian menempelkan kain yang dicelupkan pada air hangat pemberian sang istri.

"Le!" panggil Sukardi ketika melihat mata Ubay mulai terbuka.

"Ba—bapak, ibuk... Ubay mau sekolah—" rintih Ubay menahan sakit di sekujur tubuhnya.

Sukardi dan Yuli saling menatap, mereka terkoneksi pada pandangan mata seperti memikirkan hal yang sama. Lalu Yuli berujar, "Kesempatan Bang Ubay buat sekolah masih panjang, sekarang istirahat dulu, nggih?"

"Kamu pilih sekolah manapun, lanjutkan pendidikanmu setinggi-tingginya, Nak. Kamu harus semangat mengejar impian dan cita-citamu," timpal Sukardi.

Dalam kondisinya yang lemah, pikiran Ubay masih saja melayang entah kemana. Namun, sepertinya melanjutkan sekolah adalah keputusan yang tepat. Dia harus banyak belajar untuk bisa menggapai impian. Seperti petuah bapak ibu gurunya di sekolah, bahwa sukses itu dikejar bukan ditunggu. Pada ahirnya dia memberanikan diri untuk mengangguk. "Ubay mau jemput kesuksesan kita."

Yuli tersenyum kecil, biar bagaimanapun juga Ubay membutuhkan dukungan dari orang tua.

***

Sakit membuat Ubay banyak merenung mengenai keputusannya. Setelah satu minggu menjalani perawatan di rumah, hari ini saatnya kembali berjuang karena waktu ujian telah tiba. Ubay mengeratkan pegangan pada rangselnya setelah memarkir sepeda ontel tua itu. Dia melangkah meninggalkan parkiran dengan gusar. Selalu ada ketakutan ketika akan menjalani ujian karena hasil akhir yang sering tidak memuaskan.

Pandangan pertama Ubay tertuju pada mading sekolah yang terletak di dekat kantor BK. Disana terdapat sebuah brosur dari beberapa sekolah sengaja ditempel setelah melakukan sosialisasi. Sekelebat bayangan mengenai salah satu sekolah muncul dalam kepalanya. Brosur dengan baground berwarna kuning diambil lalu diamati dengan saksama. Setiap ujung brosur tersebut ia baca dengan sangat teliti.

"Universitas negeri," gumamnya.

Bel berbunyi menandakan ujian akan segera berlangsung. Ubay melipat brosur di tangannya kemudian dimasukkan asal ke dalam tas. Dia berlari menuju lantai dua, tempat dilangsungkannya ujian madrasah.

Tidak banyak yang dilakukan selama ujian kecuali fokus. Ubay mencoba meneliti setiap soal yang ada sambil memutar pena di udara. Walaupun kepalanya sudah terasa sangat pening, tetapi kali ini tidak boleh ada kegagalan. Hingga setelah semua mata ujian dijawab, ia keluar dari dalam kelas dengan wajah lesu. Gagal lagi, pikirnya.

"Kenapa sulit banget, sih?" Dia kembali meruntuki diri sendiri. "Kayaknya mustahil buat gue bisa jadi orang sukses, otak aja pas-passan gini."

"Siapa bilang?" Suara yang sangat dikenal Ubay muncul dari belakangnya.

"Ria?"

I'am Still StandingWhere stories live. Discover now