16

0 0 0
                                    

=> HAPPY READING! <=
.........

Hidup bukan tentang bagaimana cara orang lain melihat kita. Namun, alur cerita indah bisa diciptakan melalui pena yang kita genggam sendiri.
—Rissinzet—

Beberapa hari setelah mendaftarkan diri untuk ikut berpartisipasi dalam KSM (Kompetisi Sains Madrasah) Ubay belajar lebih giat dari biasanya. Waktu istirahat dimanfaatkan dengan terus menjawab pertanyaan yang ada dalam buku, bahkan ketika berada di rumah, ia hanya sibuk bergulat dengan soal-soal. Seperti saat ini, Ubay duduk di antara tumpukan buku paket pada sudut perpustakaan. Setiap ada jam kosong otaknya mencari alasan untuk bisa berkunjung ke perpustakaan.

Sudah terhitung seminggu berturut-urut Ubay selalu duduk disana. Ambisinya benar-benar memuncak dengan alasan ingin mengejar beasiswa prestasi. Mungkin itu akan meringankan beban kedua orangtuanya.

"Sendirian lagi?" tanya Nur sambil memindahkan novel baru dari keranjang ke rak buku.

Ubay tersenyum menanggapinya, kemudian kembali fokus mencatat rumus-rumus yang ada. Gadis berhijab itu merasa tidak ingin mengganggu lagi, dia juga masih perlu melakukan tugas di perpustakaan ini. Mungkin terasa agak aneh, karena sejak awal masuk kelas sebelas Ubay sangat jarang berkumpul dengan teman-temannya dan memilih untuk membaca. Namun, itu bukanlah hal penting bagi Nur, maka ia memilih mengabaikan saja.

"Uubayy!"

Teriakan itu sontak membuat buku di tangan Nur berjatuhan dan menimpa kakinya. "Awwss."

Ubay menutup buku dan bergegas menghampiri Nur yang memegang kaki sambil meringis. "Lo nggak apa-apa, Ais?"

"Nggak apa-apa, kok," Nur melewati buku yang bercecer untuk melihat siapa yang datang. "Siapa, sih? Nggak sopan banget teriak di perpustakaan," gerutunya.

"Eh Nur, Ubay ada disini, nggak?" tanya si cowok bertubuh jakung.

"Ada," jawab Nur sinis.

Beberapa derik berikutnya, Ubay keluar dari balik rak buku berukuran besar. "Kenapa?"

"Bay, ayo main! Gue traktir lo pecelnya Mbak Min, deh. Itung-itung hari ini ulang tahun gue, jadi kita wajib ngerayain." Izar sangat antusias menarik tangan Ubay agar beranjak dari perpustakaan.

"Bentar, gue beresin buku dulu."

"Gue tunggu di kantin!" pungkas si jakung meninggalkan perpustakaan.

Ubay berjalan menghampiri buku-buku yang tadi sempat dia gunakan untuk belajar. Namun, tanpa sengaja ia menginjak salah satu sampul novel yang belum sempat dibereskan oleh Nur tadi. Hingga tubuhnya terhuyung menghantam rak buku dan membuat tragedi besar terjadi. Sebuah rak besar jatuh menimpa rak-rak lainnya hingga tiga buah rak buku disana tumbang membuat isinya terlempar ke lantai.

Nur membuka mulut lebar, rasanya dia ingin menangis sekarang. Bagaimana bisa kekacauan sebesar ini terjadi? Apa yang bisa dilakukan untuk mengembalikan ratusan buku yang sekarang sudah terlempar keluar dari tempatnya?

"UBAYYY!!" Akhirnya teriakan tersebut pecah.

***

Puncak pelaksanaan KSM tiba. Wajah Ubay berseri-seri pagi ini karena dia berhasil lolos seleksi dan sekarang dipercaya mewakili sekolah untuk mengikuti lomba. Hari yang sangat dinantikan akhirnya tiba, karena sekarang adalah pertama kali dalam hidup Ubay diamanahi tanggung jawab mengikuti kompetisi. Kantung mata kehitaman yang mulai terlihat tidak membuat semangat dalam tubuh Ubay padam. Justru, belajar hingga larut malam, selalu membaca, dan banyak berlatih semakin menjadikan semangatnya lebih besar lagi.

"Ibuk, Bapak, Rafa, Fara, doain Ubay, ya! Semoga Ubay dapat juara!" antusias Ubay mencium tangan Sukardi dan Yuli secara bergantian kemudian mencium pipi gembul kedua adiknya.

"Semoga berhasil, Bang!"

Tidak seperti hati biasanya, Ubay mengayuh sepeda dengan sangat bersemangat. Pukul 06.30 WIB, ia sampai di sekolah dan langsung berdiri bersama siswa lain yang menunggu di depan mobil. "Itu dia, Ubay udah datang!" seru Nur.

Setelah memarkir sepeda ontelnya, Ubay bergabung dengan siswa lain yang akan segera masuk mobil untuk berangkat ke kabupaten. Pak Nadzir bertanya kepada mereka, "Sudah lengkap kan?"

"Sudah!"

Sebuah mobil sedan berwarna hitam melaju meninggalkan pekarangan sekolah. Berbagai do'a dipanjatkan dalam hati agar dapat meraih hasil terbaik. Terutama Ubay, dia tidak henti menghafal rumus yang dipelajari sambil banyak berdoa karena ini adalah kesempatan awal baginya mengikuti kompetisi. Dia tidak boleh mengecewakan siapapun kali ini. Namun, kepergian mobil tersebut menyayat hati seseorang yang tengah berdiri di lantai dua sekolah. "Bahkan dia nggak pamit sama gue!"

"Kenapa?" tanya seorang cowok bertubuh mungil.

Izar menoleh ke samping dan menatap sendu temannya, "Ubay berubah, dia bukan sahabat gue lagi."

"Lah, kenapa lo?" Adam kembali mengajukan pertanyaan konyol itu.

Izar mengepalkan tangan dengan rahang yang sudah mengeras sejak tadi. "Gue nggak bisa biarin dia menang, pokoknya dia nggak boleh lebih unggul dari gue."

"Nggak bisa gini, dong, Bro. Kalian berdua kan sahabatan," bujuk Adam.

Izar menyeringai, "Lo pikir gue nggak sakit hati? Gara-gara kompetisi itu, Ubay jadi sibuk sama bukunya. Bahkan pas gue mau traktir jajan kemarin, dia nggak peduli dan tetep berada di perpustakaan. Dia udah berubah, dia bukan Ubay bodoh yang bisa gue ajak kemana-mana kayak dulu."

"Ya nggak salah dia juga, Zar. Ubay itu cuma berusaha jadi anak yang bisa diandalkan, dia pengen ngejar cita-citanya." Cowok bertubuh kecil tersebut menepuk punggung Izar berusaha menenangkan amarahnya.

"Tapi biasanya gue yang ikut kompetisi itu, sekarang posisi gue tergeser gara-gara dia, Dam!" Bukannya redam, amarah yang ada dalam hati si jakung semakin tersulut. Dia merasa tidak terima ketika ada seseorang yang lebih unggul.

Adam menggelengkan kepala, tidak habis fikir dengan ulah cowok di sebelahnya. "Jadi lo perlu usaha yang lebih keras biar bisa kayak Ubay. Bukan malah egois gini."

"Gue? Egois? Dia yang egois, gue benci Ubay."

***

"YUHUUUU!!!" Ubay meninju udara sambil melompat kegirangan dengan sebelah tangan memegang piala berukuran cukup besar. Siang ini udara terasa panas tetapi tidak membuat kebahagiaannya meleleh. "Gue berhasil! GUE, BERHASIL!"

Langkah kaki membawanya berlari dengan penuh semangat mengelilingi sekolah. "Ini piala pertama gue, guys!" girangnya.

Setiap kelas yang dilewati keluar dan memberikan selamat, untung saja ini adalah jam istirahat kedua dimana para siswa sedang bersantai setelah melaksanakan sholat dhuhur. Oleh karena itu, Ubay bisa leluasa berlari memamerkan piala di sepanjang koridor sekolah.

"Keren banget pialanya, selamat Ubay!" Ucapan yang sama didapati dari beberapa siswa membuat senyum Ubay semakin mengembang sempurna.

"Makasii, makasii banyak!" antusias Ubay menyalimi teman-temannya. Sungguh, kebahagiaan ini tidak pernah dia duga sebelumnya, membuatnya hampir kehilangan kendali.

Ubay kembali melompat menuju kelas, tapi punggung seseorang ditabrak hingga tubuhnya mundur beberapa langkah. Cowok itu berbalik dengan tatapan datar. Ubay membalasnya dengan teriakan semakin heboh dan berhambur memeluk sang sahabat. "Gue dapat juara pertama, Zar!"

Izar tidak membalas pelukan sang sahabat, ia justru mengepalkan tangannya lalu mendorong tubuh Ubay dan pergi begitu saja.

I'am Still StandingWhere stories live. Discover now