6

4 1 0
                                    

=> HAPPY READING! <=
.........

Terpaksa, terbiasa, kebiasaan.
Begitulah cara kerja hal-hal baik.
—Bapak—

Hari yang ditunggu-tunggu sejak lama telah tiba. Seorang remaja laki-laki menatap pantulan tubuh gempalnya di depan cermin fullbody dalam kamar. Dia tersenyum bangga sambil mengeratkan dasi di leher. Seragam putih abu-abu sekarang telah melekat indah pada tubuhnya yang sedikit berisi. Lagi-lagi dia tersenyum sambil menyisir rambut menggunakan jari. Ini terasa sangat luar biasa. Hal-hal yang sering disepelekan banyak orang bisa menjadi sesuatu yang paling berkesan dalam hidup seseorang.

Hari pertama masuk sekolah, Ubay ingin menjerit karena tidak sanggup menahan kebahagiaan. Setelah banyak rintangan dihadapi, akhirnya dia bisa memakai seragam putih abu-abu. Suatu kebanggaan besar dalam dirinya karena keinginan itu bisa diraih.

"Uhuyy!" Ubay melompat tinggi-tinggi sangking senangnya menatap seragam itu. "GUE LANJUT SEKOLAH!" teriaknya.

Sukardi yang tidak sengaja melihat antusias putra sulungnya ikut tersenyum bangga. Dia juga tidak pernah menyangka bahwa Ubay akan merasa sebahagia itu hanya karena bisa melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Dalam hatinya masih terbesit keraguan memikirkan kemampuan sang putra. Namun, rasa ragu tersebut berhasil disingkirkan setelah mendapati Ubay yang sangat bersemangat.

"Le, sarapan dulu!" panggil Sukardi.

Ubay berbalik menatap ayahnya yang berdiri di ambang pintu. Raut berseri menghiasi wajah manis berhidung bangir itu. Sungguh, ini pertama kalinya Sukardi melihat putra sulungnya sangat bahagia. Semangat tersebut seolah memberikan harapan besar yang pasti terwujud. Ubay tidak mungkin menyia-nyiakan kesempatan emas ini.

Remaja laki-laki berseragam putih abu-abu tersebut menyambar tasnya kemudian keluar kamar menyusul sang ayah. Di meja makan dekat dapur, Yuli sudah menyiapkan sepiring nasi dengan tempe dan sambal. Lalu disodorkan kepada Ubay, "Makan yang banyak, biar makin semangat sekolahnya!"

Sebelum menerima piring dari ibunya, Ubay melihat ke arah dua gadis kembar yang makan sepiring untuk bedua. "Oh iya, hari ini bocil juga udah naik kelas kan?"

Si kembar yang merasa terpanggil mengangguk, "Lava udah bukan bocil, kan kita TK besal sekalang."

"Fara juga, abang nggak boleh manggil kita bocil. Kan udah TK besar," timpal Fara.

"Waahh udah besar, tuh, anaknya." Ubay menaik turunkan alis kepada sang ibu, berniat menggoda adik-adiknya.

Yuli menanggapi dengan tatapan garang, "Cepet makan, nanti telat!"

Sukardi yang melihat interaksi mereka hanya bisa menggelengkan kepala. Ubay memang sangat gemar menggoda Rafa dan Fara, tapi itu hanya bagian dari gurauan kecil sebagai bukti bahwa mereka saling menyayangi. Inilah wujud cinta Tuhan kepada hamba-hambanya, rasa syukur selalu ada dalam hati Sukardi karena telah dikaruniai keluarga kecil yang bahagia. Ekonomi pas-passan hanya pelengkap, tidak mungkin jalan kehidupan lurus terus kan? Pasti setiap mahluk bernyawa punya cobaan masing-masing. Setidaknya masih ada rumah yang nyaman untuk pulang.

***

Sesampainya di sekolah, Ubay menarik nafas dalam-dalam agar tidak gugup. Ada banyak siswa baru yang asing baginya di aula MA Tarbiyatul Islam. Kegiatan Matsama (Masa Ta'aruf Siswa Madrasah) akan segera dimulai. Ubay duduk di bangku paling depan sambil menatap wajah-wajah yang tidak pernah ditemui sebelumnya. Suasana berbeda, sangat sulit baginya untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan baru.

Host mulai bersuara dan menyita perhatian semua siswa disana. Dia menjelaskan acara yang akan berlangsung dalam beberapa jam kedepan. Sebelum acara inti, siswa baru diminta untuk tanda tangan daftar hadir yang dibacakan oleh panitia. Setelah satu per satu nama telah disebutkan, baru pembacaan peraturan Matsama dimulai. Tahap paling seru ada disini, ketika semua orang yang ada, bebas berteriak sambil menyanyi.

Ubay masih belum mengenal siapapun karena tidak ada yang mengajaknya berbicara. Sampai seseorang menepuk punggungnya dengan keras. "Pinjem bolpoin, dong!"

"Eh." Ubay terkesiap, dia langsung mengeluarkan pena dari dalam tas dan menyodorkan kepada remaja laki-laki itu.

Mereka ada pada tahap pembentukan kelompok Matsama. Masing-masing terdiri dari enam anggota dengan tugas berbeda. Kebetulan yang hebat, Ubay berada dalam kelompok dibawah komando satu kakak kelas yang sangat diidolakan. Dia tersenyum menatap siswa kelas dua belas bertubuh jakung itu, ternyata dia memang sangat berwibawa. "Kak!"

"Iya? Ada yang bisa saya bantu?" sapa remaja laki-laki itu dengan ramah.

"Kak Putra ini yang menyampaikan sambutan tadi?" tanyanya.

Pemuda bername taq 'Putra Cakrawala' itu menjawab, "Benar sekali."

Ubay hanya mengangguk karena tidak tahu harus merespon apa lagi. Dia mengikuti langkah si kakak kelas menuju kelompoknya. Dari sini perasaan tidak senang kembali ada, senyuman Ubay perlahan pudar karena teman-temannya sangat sulit diajak berbicara. Mereka sering mengabaikan Ubay dan bersikap seolah-olah tidak ingin berkenalan. Ketika ia merasa kesulitan, teman sebayanya justru tidak menggubris dan asik dengan dunia mereka sendiri.

Acara Matsama hari pertama memang digelar sangat meriah tetapi juga melelahkan bagi Ubay. Dia tidak terlalu menyukai keramaian, terutama saat berada di tengah orang-orang asing. Sampai pukul dua belas siang, belum ada yang dikenalinya.

Adzan dhuhur berkumandang, saatnya siswa siswi baru beristirahat dan melaksanakan kewajiban sebagai umat muslim. Sebelum berjamaah, Ubay bertemu dengan remaja laki-laki yang memiliki postur tubuh lebih tinggi darinya.

"Kita satu kelompok tadi, kan?" tanya siswa tersebut.

Ubay mengangguk, "Iya, kamu tahu gimana cara—"

Ucapan Ubay terpotong karena cowok itu berlari meninggalkannya setelah dipanggil seseorang. Sendiri lagi, hari yang dimimpikan selama ini ternyata tidak seindah itu. "Orang-orang mudah banget dapat temen baru, kenapa gue enggak?" gumamnya.

Sholat berjamaah dzuhur selesai dilaksanakan, saatnya semua murid untuk pulang ke rumah. Hari ini jadwal kepulangan lebih awal karena memang masih Matsama. Jadi, seorang guru memberikan pengumuman sebelum mereka pulang.

"Oke anak-anakku sekalian, bagaimana Matsama hari ini?"

Suara heboh terdengar sebagai jawaban, tetapi Ubay tetap diam. Tenaganya seolah terkuras habis saat melihat terlalu banyak orang. Dia benci keramaian karena itu membuatnya sulit berfikir apalagi fokus.

"Perhatian untuk semua, silahkan persiapkan materi-materi yang telah kalian pelajari di jenjang SMP atau MTs. Belajar dengan giat karena besok kita akan menghadapi ujian kejurusan. Nilai kalian adalah penentu kelas yang akan dimasuki."

Kenapa harus ujian? Ubay mual mendengar kata itu. Dia suka sekolah, tapi benci mengerjakan soal. Nilai buruk dan kemarahan orang tuanya seolah membuat trauma hingga ketika ada kata ujian dadanya terasa sesak. "Semoga aja gue bisa masuk ke kelas yang tepat."

***
Stars!!
Apa yang kalian lakukan saat matsama?
Emm.. Kira-kira ada yang senasip sama Ubay nggak?

Riss rasa juga gitu, ketemu sama orang-orang baru sangatlah menguras tenaga. Namun, sisi lannya, bagaimana kita bisa menemukan banyak pengalaman kalau belum berani melawan rasa takut dalam keasingan dunia luar?

UHUYYY SEE YOU NEXT PART!
Jangan lupa pencet bintang

I'am Still StandingWhere stories live. Discover now