31. I need you, Papa

19.2K 2.3K 148
                                    

Circe semakin ramai pengunjung. Meskipun bahagia karena salonnya semakin terkenal, Rhea dan keenam karyawannya mulai kelimpungan karena reservasi yang mereka terima semakin banyak, tetapi tempat belum memadai. Hal ini membuat mereka harus bekerja lebih lama.

Rhea mendesah putus asa. "Duitnya belum cukup, girls."

Rana menepuk-nepuk pundak Rhea. "Santai mi Kak. Ka nda' apa-apa ji seperti ini dulu," ujarnya menenangkan Rhea.

Akhir-akhir ini Rhea berencana membeli rumah atau apartemen kecil untuk dia tempati bersama Shane agar lantai dua bisa digunakan sebagai salon juga. Setelah menghitung-hitung sisa tabungan dan keuntungan salon ternyata belum cukup.

Karena untuk beli rumah belum cukup, Rhea mempertimbangkan untuk mengontrak tempat yang lebih luas. Hanya saja, Bi Yani kemarin baru saja menelepon dan menginformasikan bahwa kemungkinan dirinya akan resign karena keadaan anaknya tidak kunjung membaik. Kalau Bi Yani tidak ada dan Rhea mengontrak bangunan salon di tempat lain, dia akan kewalahan membagi waktu.

Selama ini dia agak diringankan karena tempat kerjanya hanya berada di lantai bawah, jadi lebih mudah dalam menjaga Shane. Kalaupun Rhea harus mencari baby sitter lain, tentu lumayan sulit menemukannya. Rhea belum bisa mempercayai orang lain untuk mengurus anaknya. Selain itu, Shane juga belum tentu mau kalau bukan Bi Yani yang menjaganya.

"Tapi kan kasihan kalian pulangnya sampai jam sembilan," ucap Rhea.

"Gak masalah kok, Kak. Lagian di sini menyenangkan dari pada di kost gabut," timpal Kayla.

"Apa lagi beban Kak Rhea gak terlalu berat kalau masih tinggal di sini. Bisa kerja sambil jagain Shane." Arum ikut berbicara.

"Udah lah Kak. Mending Kakak ke sekolahnya Shane sekarang deh. Katanya Shane mau tampil baca puisi jam 9." Diandra mengingatkan.

Rifa dan Pinkan muncul dari balik pintu dengan membawa kantongan kresek besar. Mereka baru pulang membeli bubur ayam. Biasanya kalau Rhea sempat, dia yang menyiapkan sarapan untuk para karyawannya. Akan tetapi karena hari ini dia harus segera kembali ke sekolah Shane, Rhea tidak sempat untuk memasak.

"Ya udah. Kalian sarapan dulu ya. Aku mau ke sekolah Shane," ujar Rhea seraya meraih tas selempangnya yang terletak di meja kasir.

"Gak sarapan dulu, Kak?" tanya Rifa.

"Aku udah makan roti tadi. Kalian sarapan aja dulu mumpung belum ada pelanggan."

"Siap, Kak. Hati-hati," sahut Pinkan diikuti dengan lambaian tangan dari pegawai lain yang ditujukan pada Rhea.

Rhea merutuki kesialannya karena dia keluar dari ruko bersamaan dengan Banyu yang juga keluar dari rukonya. Pria itu langsung nyengir pada Rhea.

"Gue lagi gak minat main drama Jaka Tarub," ucap Rhea sebelum Banyu membuka mulut.

Banyu malah tertawa. "Mau kemana lo cantik banget?"

Rhea menunduk untuk memastikan bahwa pakaiannya tidak terlalu berlebihan karena dia curiga dengan pujian yang dilontarkan Banyu. Selama mengenal Banyu beberapa minggu belakangan ini, Rhea percaya bahwa yang dapat dipercaya dari omongan laki-laki itu hanya 20 persen. Sisanya omong kosong.

"Ke sekolahnya Shane," jawab Rhea akhirnya.

Banyu melirik jam tangannya. "Masih jam delapan lewat empat puluh lima. Dia belum pulang kan harusnya."

"Hari ini ada pentas kecil di sekolahnya. Shane baca puisi."

Raut Banyu berubah kagum. "Woh. Gue ikut ah."

Rhea memicingkan mata. "Gak usah ikut kalau ujung-ujungnya lo cuma mau ngetawain dia."

Banyu menggeleng kuat. "Enggak. Beneran deh."

Three YearsМесто, где живут истории. Откройте их для себя