14. bromance

215 21 2
                                    

Disini keduanya duduk, di bangku yang biasa penonton duduki saat menonton balapan, keduanya sama-sama menatap ke arah sirkuit yang kosong dan lengang. Mendengarkan suara-suara yang campur aduk terdengar. Suara dari pengeras suara masjid, samar-samar suara kendaraan yang berlalu lalang, hewan-hewan malam dan suara berisik dari pikiran mereka masing-masing.

"gue capek jev, kalo bahas ginian, gue capek"
"tapi gue tau lo lebih capek" ucap Elvan

Jaevan tersenyum tipis,
"semua orang capek, nanti gak capek kalo udah di surga" sahut Jaevan yang membuat keduanya tertawa, tertawa hambar.

"ya gue tau, semua orang gak bisa milih mau punya keluarga yang kayak apa, mau lahir dari siapa, cuma ya.. Kenapa ya"

"kalo bisa milih mau dilahirin dari siapa gue pengen dilahirin sama Bella hadid" gurau Jevan, Elvan hanya hening tidak menanggapi gurauan kakaknya itu.

"kalo gak lahir dari keluarga yang sekarang, kita gak bakalan tau rasanya jadi anak kuat, elv, kita gak bakal punya pengalaman yang sehebat ini, setiap sesuatu yang Allah ciptakan di dunia ini kan ada hikmahnya, termasuk kita, keluarga kita, semua terjadi biar kita jadi anak yang lebih kuat lagi, lebih hebat lagi" tutur Jaevan, kini ia bisa mendengar isakan adiknya itu.

"tapi capek jev"

"dunia emang tempatnya capek elv. Dan kalo semisal lo berpikir mati lebih enak itu belum tentu, kita gak tau kan apa yang bakalan terjadi disana"
"belum ada review juga kan dari orang-orang yang udah mati gimana rasanya"

"kok lo bisa sekuat ini si jev?"

Jaevan terkekeh sumbang, "gue juga sama kayak lo, gak kuat, capek, tapi kalo semuanya capek, semuanya rapuh, siapa yang bakalan jadi penopang?"

Elvan menatap kakaknya itu dalam, dengan matanya yang mulai berkaca-kaca.

"gatau berapa kali gue harus berterima kasih sama lo, tapi itu gak akan pernah cukup sih, jev, makasih ya, udah kuat."

Sebulir air mata Jaevan jatuh begitu saja,

"gue takut, jev"
"takut semuanya berubah"
"takut papa, berubah" Suara Elvan berubah menjadi bergetar, Jaevan tau adiknya itu menahan nangis,

"kalau semuanya berubah, gua gimana, jev?"

"enggak, gak akan ada yang berubah, kalo berubah, gue gak bakalan berubah" sahut Jaevan

"gue takut jev"

"ada gue,"

"gue sama nara sama siapa kalo semuanya berubah?"

"sama gue. Kalian sama gue, kita hadapin semuanya bareng-bareng"

"lo capek kan jev?"

Jaevan hanya diam, tapi air matanya mengalir semakin deras,

"kalo capek bilang jev, jangan dipendem, terus nyari ketenangan di orang lain, ya? Sebelum ke orang lain, ke rumah dulu, masih ada gue kok"

"kalo sama lo malah gelut ah" sahut Jaevan dengan suara bergetarnya, mendengar kakaknya itu menahan tangis membuat Elvan pun ikut menangis. Dipeluknya Jaevan oleh Elvan, erat sekali, mungkin ini pertama kalinya Jaevan dipeluk seerat itu oleh Elvan setelah mereka dewasa.

"tolong jangan tinggalin gue jev, plis, gue mohon, jangan berubah, ya?"

"gue gak bakalan berubah, gue janji,"

"makasih udah mau jadi kakak gue, gue gak tau harus lari kemana kalo bukan ke lo, jev"
"janji ya, meskipun ada velia, lo naksir banget velia, janji lo jangan berubah ke gue sama nara ya?"

Our greatest world Papa chap.2Where stories live. Discover now