Chapter 17. Bali (2)

440 51 8
                                    

Jam keberangkatan telah tiba. Fiony dan yang lainnya bergegas menuju pesawat sesuai intruksi. Selama perjalanan yang cukup memakan waktu tersebut, Fiony yang kebetulan duduk di samping Indah tidak sengaja menangkap raut wajah muram dari perempuan dengan blus tebalnya itu.

"Kak? Gapapa?", tegur Fiony. Ia sedikit khawatir.

Tidak nampak sakit ataupun semacamnya, namun Fiony yakin ada sesuatu yang sedang dipikirkan oleh Indah.

Indah membalas tatapan sendu Fiony dengan senyuman khas miliknya. Ia mengalihkan fokus matanya pada jendela yang ada di seberangnya. Awan putih nan tebal menyelimuti sekeliling benda besar yang terbang membawanya bersama teman-teman.

"Maaf ya, pasti jadi canggung gara-gara aku".

Indah menghela nafas lesu. Ia seperti kehilangan minat untuk berekspresi pada liburan ini. Fiony menyadarinya, namun segera ia menggeleng pelan.

"Gak ada yang canggung kok. Kak Indah tenang aja. Justru semua ini jadi banyak kejutan"

Fiony mencoba menenangkannya. Indah menoleh dan mendapati seorang pria dengan poninya yang menggantung di pelipis itu sedang fokus membaca majalah. Di seberang bangkunya, sangat sunyi. Anak direktur itu tampak sedang serius hingga tak menyadari tatapan Indah.

Dalam hati gadis dengan perasaan penuh itu, terlintas kalimat yang membuatnya memejamkan matanya.

"Aku bukan orang baik, tapi aku ingin selalu bertemu denganmu"

¤¤¤¤¤

Akhirnya perjalanan yang menyenangkan di atas awan itu berakhir. Semenjak turun dari pesawat, aku merasa Kak Indah tidak nampak senang seperti biasanya. Apakah dia memikirkan sesuatu? Jujur, aku sedikit tak enak hati untuk menanyakannya lebih dalam. Namun, aku cukup khawatir dengan perubahan mood dia hari ini. Tanpa kusadari, seseorang memegang lenganku kemudian menatap wajahku dengan seksama.

"Jangan terlalu dipikirin. Yang penting kita istirahat dulu di penginapan"

Freyana membuatku nyaman. Aku mengangguk mengikuti perkatannya. Setelah semua barang telah di ambil, kami melanjutkan perjalanan menuju villa yang sudah kami booking.

Pertama kali aku menginjakan kaki di tanah Bali itu, rasanya sangat tenang dan adem. Pemandangan di sekitar cantik sekali. Tidak salah pilihan dari Kak Indah ini, aku mengakuinya. Ada ayunan dan taman bermain di depan lobi sederhana villa. Bunga-bungaan tumbuh subur dengan suasana sesejuk ini. Padahal hampir malam, namun tanaman itu nampak bersinar dan memukau mata.

Kak Indah dan Freyana mengurus semuanya di lobi pendaftaran. Aku, Jessi dan Muthe beristirahat di taman sambil menyeruput teh hangat.

"Aku tidur mulu di pesawat", keluh Jessi. Ia tampak menyesal tidak bisa menikmati keindahan bumi dari atas sana.

"Padahal tadi aku lihat ada orang naik roket loh"

Aku menggoda gadis berkuncir kuda tersebut. Sorot mata Jessi langsung mengarah kepadaku. Tatapan tak percaya sekaligus takjub sangat nampak dari air muka Jessi.

"Beneran ada roket?"

Muthe mengerutkan dahi, "Kamu beneran gak lihat? Tadi ramai orang selfie di jendela".

"Hah, seriusan??? Roketnya lewatin kita gitu? Emang bisa?"

Tubuhnya yang kecil dan ringan itu melesat kepadaku dan Muthe yang duduk bersebelahan. Seolah-olah ia nampak menyesali apa yang telah terlewat darinya. Aku melirik Muthe yang ternyata juga melemparkan pandangannya kepadaku. Sedetik kemudian, kami tertawa lepas karena kepolosan Jessi ini. Entah apa karena efek masih mengantuk, atau ia benar-benar tidak sadar dengan candaan kami.

"Yee.. serius ni"

Ia berceloteh.

Aku masih saja terkekeh melihatnya seperti menunjukkan wajah kesal meski sudah di bujuk Muthe. Tak lama, Kak Indah dan Freyana datang menghampiri kami dengan rasa penasaran.

"Jessi kenapa?", tanya Freyana.

"Biasa. Mabuk udara"

Sahutku.

Jessi menyela, "Heh, mana ada!".

Kami bergegas pergi sambil tertawa bersama sepanjang jalan menuju kamar penginapan.

Seperti yang sudah kami bahas sebelum keberangkatan liburan, jumlah kamar yang di pesan adalah tiga. Aku bersama Freyana berada di satu kamar, Jessi dan Muthe sudah pasti sekamar, dan Kak Indah yang harusnya mengajak Kak Jesslyn itu sekamar.

Ah, iya. Aku belum menanyakan tentang hal tersebut kepada Kak Indah. Kak Jesslyn adalah pacar si laboran kalem itu. Sudah dari jaman Freyana menjadi anak didiknya, mereka masih bersama. Itu kabar terakhir yang aku dengar dari Kak Indah. Namun, sepertinya ada sesuatu terjadi diantara mereka. Aku sempat melihat postingan Kak Indah dan Kak Jesslyn tentang satu sama lain sudah di hapus. Dan Kak Indah selalu menghindar apabila aku membahas Kak Jesslyn.

Kak Jesslyn adalah pekerja kantoran yang sering lembur dan banyak acara. Tak salah jika keadaan sudah tidak seperti dulu lagi. Di tambah pekerjaan mereka yang berbeda dan sama-sama seorang workaholic.

Ah! Aku kenapa jadi mikirin Kak Indah melulu? Habisnya, aku berencana untuk bersenang-senang dan nostalgia bersama dengan Kak Indah. Tetapi, sepertinya harapan itu tak mungkin terjadi.

"Piyo"

Panggil seseorang yang aku tahu siapa sumbernya. Iya, dia adalah Freyana. Ia baru saja selesai mandi setelah seharian merasa lengket akibat keringat di badan. Ia menemuiku yang sedang melamun di bibir kasur memandangi langit malam yang begitu terang karena cahaya bulan malam ini. Freyana menempelkan pipinya yang dingin sehabis terkena guyuran air tersebut ke pundakku.

"Gimana mau liburan kalo kamu mikirin hal lain.."

Aku tergerak mendengar perkataan lembutnya itu. Benar juga, aku terlalu berlarut-larut memikirkan sesuatu yang harusnya tidak kupikirkan. Aku mengecup hidung Freyana pelan kemudian tersenyum.

"Maaf ya. Ayo kita habiskan waktu bersama"

Dan aku melihat senyum merekah di wajah sempurna perempuan yang ada didepanku ini. Ia tanpa kacamatanya sangat cantik. Meski kadang membuatku takut juga sih.

Eum, sepertinya perkataanku tak salah. Padahal aku tidak mengatakan apapun yang terdengar menggodanya, tetapi mengapa senyumnya jadi mencurigakan begini. Dagunya mulai mendekat lebih sejengkal dari sebelumnya dan itu membuatku sedikit panik karena merasa bingung.

A-Ah.. apa kata-kataku berlebihan ya. Sepertinya Freyana salah paham..

"Fio, Fre! Ayo BBQ-aaann~"

Suara menggelegar terdengar dari ambang pintu dan sesaat setelah itu terbuka dengan sosok perempuan berkuncir kuda memakai hoodie berwarna putih tulang. Jessi menampilkan senyum terindahnya dengan gigi rapih yang mencolok. Tentu saja, Freyana sontak memundurkan tubuhnya dan menoleh ke arah Jessi. Aku bisa melihat wajahnya yang menahan kesal dan amarah mendalam pada gadis tersebut.

Aku hanya bisa terkekeh sambil mengiyakan ajakan Jessi dan membalasnya akan segera menyusulnya dan yang lainnya.

Malam ini kami habiskan di luar untuk memanggang sosis, ayam, ikan, dan jagung yang sudah kami minta untuk dipersiapkan oleh pemilik villa. Malam tahun baru kali ini sangat menyenangkan karena aku bisa menghabiskan waktu bersama orang-orang terdekatku. Aku tidak lagi melihat kerutan di wajah Kak Indah. Dan aku juga semakin dekat dengan Muthe karena hal ini.

Bersambung...

FREYANAOn viuen les histories. Descobreix ara