Chapter 25. Seorang Pasien

349 62 10
                                    

Pasien lanjut usia berjalan tertatih-tatih menuju toilet di rumah sakit seorang diri. Freya yang kebetulan lewat di koridor itu membantu menuntun wanita paruh baya tersebut ke toilet. Senyum sumringah dan ucapan terimakasih di lontarkan oleh sang pasien setelah Freya mengantarnya. Ketika ia berbalik badan, gadis manis dengan tarikan di tiap sudut bibir dari wajahnya menyapa Freya. Sejenak, Freya merasakan desiran di dadanya melonjak naik saat mendapati wajah familiar yang pernah ia jumpai sebelumnya.

"Selamat pagi, Dokter"

Freya sedikit terguncang namun berusaha untuk terlihat tenang di hadapan perempuan yang telah lama tidak bertemu dengannya itu.

"Flo, apa kabar?", sapa balik Freya dengan ramah.

Perlahan senyum Flora sedikit memudar, tetapi gadis itu berkedip beberapa kali sambil tersenyum lebih lebar agar tak nampak. Flora mengangguk sembari menawarkan telapak tangannya. "Baik. Kamu?"

Freya tertegun sebentar. Ia tanpa pikir panjang membalas salam dengan jemarinya yang menyentuh telapak tangan Flora dan menggoyangkannya pelan. Freya tidak ingin terlihat seperti menghindari tatapan dari gadis cantik dan manis yang ada didepannya tersebut. Namun, entah mengapa ia merasa jika Flora mengamatinya begitu dalam hingga terasa sedikit mendebarkan.

"Aku b-baik. Selalu baik apalagi dengan pekerjaanku yang sekarang ini"

Flora terkekeh, ekor matanya mengisyaratkan Freya untuk melakukan sesuatu setelah kegiatan sapa menyapa ini selesai.

"Ah, mau ke kafetaria? Kita bisa ngobrol lebih banyak disana"

Flora langsung menggeleng, "Hm, gak usah. Aku sudah dari sana nih"

Ia menunjukkan kopi dingin yang baru dibelinya dari sana.

"Kapan-kapan kita ngobrol lagi. Kamu sibuk banget sih"

Freya menggaruk kepalanya yang tak gatal dengan canggung. Ia hanya bisa mengangguk dengan ragu karena merasa tidak enak dengan penolakan secara halus khas Flora yang membuatnya nostalgia. Dulu tidak pernah ia secanggung ini untuk ngobrol dengannya, sekarang rasanya sangat berbeda dan ia menjadi bingung untuk sekadar membangun percakapan.

Flora berpamitan setelah mengatakan hal tersebut. Ia melambaikan tangannya di udara sambil menggoyangkan badannya begitu menggemaskan hanya untuk mengucapkan perpisahan. Nafas Freya menjadi sedikit berat setelah melihat kepergian perempuan itu.

¤¤¤¤¤

"Hei, bisa gak jangan ngelamun. Aku lagi curhat nih"

Aku yang menoleh dengan bibir cemberutku itu menghadap Jessi yang menunjukkan ekspresi kecewanya kepadaku. Dengan tangannya yang merangkul bungkus keripik kentang kesukaannya, aku merasa bahwa gadis melodrama di depanku ini tak terlihat sedang galau seperti yang sedang ia ceritakan padaku sekarang.

"Ah, Fiony mah ga asik sekarang. Masa aku dikacangin gini"

"Yaudah ulang-ulang. Maaf deh, habisnya kamu cerita itu udah di chat, di call, curhat di x, posting story di ig, second account, tiktok-"

Jessi menutup mulutku dengan jemarinya yang asin karena bekas memakan keripik. Aku mengelak dengan paksa sambil memperagakan mulutku yang ku tepis dengan tanganku beberapa kali.

"Sebut aja semua", kali ini ia terlihat begitu sensitif.

"Becandaaa. Maaf, serius. Kamu keliatan sedih di sosmed, tapi kenyataannya disini ngabisin 3 bungkus keripik. Ya aku jadi kurang percaya"

Jessi menggeram, "Itu namanya galau, Fiony. Galau.. aku galau banget. Segalau itu sampe keripik yang enak ini habis dalam sehari padahal harusnya untuk 3 hari"

FREYANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang