Chapter 24. Curahan Hati

548 64 14
                                    

Seketika awan gelap menghantui tempat dimana dua insan masih saling bertatapan dengan deru nafas yang beradu di setiap tarikannya. Kilat dan suara guntur menandakan malam ini hujan akan turun sangat deras mengguyur rumah sakit. Angin dingin mulai menyentuh kulit perempuan berkuncir kuda yang mengenakan kacamata itu. Bola matanya memerah seakan sesuatu mengisi kelopaknya dan mendorongnya untuk jatuh. Gadis dengan raut muka berantakan yang ada di depannya ini membuatnya patah hati. Memandangi setiap air mata yang jatuh dari pelupuk mata Fiony membuat dadanya sesak.

Ia ingin merengkuh gadisnya sekali lagi, tapi tubuh kecil itu mundur selangkah sambil memberikan tatapan kebencian kepadanya.

"Stop.. Fre", Fiony berjalan mundur hingga kemudian mempercepat langkahnya yang akhirnya berbalik badan dan berlari menuju rest area kembali.

Freya merasakan kedua kakinya melemas ketika melihat punggung kepergian perempuan yang sangat dicintainya itu hanya meninggalkan bayang di balik lampu parkiran mobil. Ia jatuh terduduk sambil menatap kosong tempat itu dengan perasaan yang campur aduk. Matanya mengalir air mata dari pahitnya kenyataan. Menyadari bahwa akhirnya kalimat itu keluar dari bibir manis Fiony.

"Aku.. sangat mengusahakan-- mu.."

Freya meremas debu yang ada lantai parkiran dengan emosi yang mulai meningkat setiap bulir air mata menetes.

Freya menggertakan giginya, "Aku begitu mencintaimu. Mana mungkin aku bisa menyakitimu?"

¤¤¤¤¤

Aku tidak pulang malam ini. Kak Indah menemukanku yang menangis sendirian di taman dekat poli rumah sakit jiwa. Disana adalah tempat tersepi yang kuketahui. Smartphone-ku berdering tiada henti sedari tadi sore, dan aku tetap tak menyentuhnya hingga sekarang.

Aku berada di rumah Kak Indah sekarang. Ia begitu prihatin melihatku menangis tidak berhenti tanpa mengatakan apapun kepadanya. Dia sangat berhati lembut, bahkan menanyakan masalah saja menungguku membuka suara terlebih dahulu kepadanya. Ia datang ke kamar mengantarkan secangkir susu coklat hangat yang aromanya sangat harum hingga menarik perhatianku. Lebih tepatnya aku merasa lapar karena seharian tidak makan dengan benar.

Mengetahui gerak-gerikku, Kak Indah langsung menyodorkanku cangkir minuman yang ia bawa untukku. Aku berterimakasih dengan canggung dan masih setia menunduk, belum mampu membalas tatapan matanya.

"Aku beli ayam tadi, kalau udah baikan jangan lupa makan dulu ya sebelum tidur"

Ia penuh perhatian dan kasih sayang. Aku sangat menyukai sisi keibuannya yang jarang aku temukan di orang lain. Dari dulu aku selalu berpikir, bukankah sangat beruntung pasangan Kak Indah mendapatkan perempuan semanis dan selembut dia? Meskipun, dia selalu mengelak jika ku puji begitu.

"Kak Indah, maaf ngerepotin..", aku bergumam.

"Ish mana ada. Kayak siapa aja kamu tuh. Kamu tuh adik aku, udah seharusnya aku kaya gini"

Aku ingin menangis lagi. Dia sangat baik. Benar-benar malaikat penolong yang tak bisa kujelaskan seberapa banyak sisi kebaikannya.

Aku berkaca-kaca sambil menyeruput susu hangat yang kubawa, "Andai aku tinggal sama Kak Indah aja"

Kak Indah mengerutkan dahi mendengarku berkata demikian. Ia yang awalnya berdiri tiba-tiba menyibak pelan selimut yang ada di atas kasur, kemudian duduk dan mendekat ke arahku dan mengusap kedua pipiku yang basah. Tangannya yang masih hangat karena habis memegang cangkir itu terasa menenangkan menyentuh wajahku.

"Kamu kalo ada masalah istirahat. Jangan ngomong yang ngga-ngga", ujarnya membuat hatiku menjadi berkali-kali lebih nyaman dari sebelumnya.

Aku meletakkan cangkir dengan susu yang sisa setengah itu ke meja di samping ranjang kasur. Aku menangis lagi sambil menutup kedua mataku dengan telapak tangan. Kak Indah menenangkanku dengan mengusap pundakku sambil berbisik untuk membuatku berhenti sedih. Aku menjatuhkan kepalaku ke pundaknya sambil menangis sesenggukan. Aku merasa sangat lega akhirnya bisa menangis begitu puas tanpa ada perasaan mengganjal seperti kemarin.

FREYANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang