Chapter 21. Perang Dingin

413 56 6
                                    

Selepas kepergian Fiony dari apartemen, Freya tanpa berbasa-basi langsung mempersiapkan diri untuk bergegas menuju rumah sakit. Harapannya, ia bisa segera membujuk Fiony disana, serta menjelaskan yang sebenarnya terjadi kemarin malam.

Raut muka masam itu muncul sambil mengenakan jas dokter, melewati beberapa nakes yang baru saja datang dan tentu saja saling berbisik membicarakannya. Iya, Freya datang ke ruang pendaftaran dengan ekspresi wajah tidak senang yang sedari pintu utama sudah nampak. Jessi yang kebetulan baru saja sampai, menyenggol lengan Fiony dengan sengaja.

"Eh, kalian berantem gara-gara aku kah?", tanyanya sedikit canggung.

Jessi menggaruk dagunya seperti memberikan tatapan merasa bersalah yang ditutupi dengan gerak-gerik gugupnya tersebut. Fiony menoleh lalu menggeleng kepada Jessi. Ia tidak menjawab apapun dan memilih fokus dengan pekerjaannya kembali.

Freya menemui Fiony di meja resepsionis sambil mengetuk pelan mejanya agar sang gadis menengok ke arahnya.

"Ada perlu apa?", Fiony tidak memberikan ekspresi apa-apa kepada Freya yang menegurnya.

"Ayolah. Ada yang perlu di bahas"

Fiony kembali menunduk, kali ini memberikan aura dingin yang sedikit menusuk.

"Aku sibuk"

Jessi hanya menggindikkan bahunya saat setelah Freya menatapnya kebingungan, lebih tepatnya membutuhkan bantuan. Perempuan berkacamata itu menghela nafas kasar mendapati Fiony yang terus menghindar. Ini pasti akan berlangsung lama. Karena hal yang paling menakutkan dari kemarahan Fiony bukanlah sikapnya yang cerewet dan mudah kesal, tetapi ketika ia sudah mendiami orang seperti ini.

Ashel datang dengan aroma semerbak yang khas seperti biasanya menarik perhatian banyak orang. Ia tersenyum sambil memberikan berkas dokumen kepada Jessi yang mengerutkan dahinya keheranan, masih mencerna apa yang sedang terjadi disini.

"Maaf ya, Jes. Yang bawa dokumennya aku, kemarin lupa bilang. Hehe"

Ashel menaikan kedua alisnya sambil menatap Freya yang hanya bisa menarik nafas kuat-kuat dengan tingkah luar biasa gadis disebelahnya ini. Fiony yang mendengarkan semua itu, sama sekali tidak mempedulikan percakapan mereka.

"Ikut aku", ucap Freya kepada Ashel sambil memegangi kepalanya yang mulai terasa sakit.

Tentu saja Ashel membalas kalimat itu dengan nada yang menggoda seperti biasanya sangat jelas di depan Fiony. Fiony tau kalau itu dilakukan dengan sengaja. Tapi, sekali lagi. Ia tidak peduli.

Freya menuju ruangannya dan segera duduk di kursi tempatnya biasa berkonsultasi dengan pasien. Ia melihat binar cahaya dari mata Ashel yang menyilaukan membuatnya tambah pusing menahan semua keadaan runyam ini. Freya sudah lama sekali menahan amarahnya kepada sang perawat yang selalu berlaku sesukanya itu. Dari awal mereka bertiga bertemu di ruangan ini sebelumnya, ia sudah merasa bahwa hal buruk pasti terjadi.

"Maumu apa, Shel?"

Ashel menaikkan alisnya, "Hah?"

Freya melipatkan tangannya. Menatap serius gadis dengan rambutnya yang bergelung rapih hari ini.

"Kalo mau cari masalah jangan disini. Disini bukan tempatmu. Kamu harusnya sadar kalau kamu bisa ngehancurin hubunganku"

Ashel tertawa renyah mendengar nada dingin keluar dari mulut Freya.

"Siapa yang cari masalah? Dokter Freya bercanda ya?"

"Aku serius. Mau ku buat Adel bikin kamu balik ke Tangerang?", ancam Freya.

"Atas dasar apa kamu ngancem aku?!"

Kali ini Ashel merasa kesal dengan gertakan dokter yang ada di depannya tersebut. Freya terkekeh sembari memberikan senyuman menyeringai kepada Ashel yang kini mulai terpancing emosinya.

FREYANAWhere stories live. Discover now