Chapter 19. Mabuk

630 67 9
                                    

Setelah kejadian beberapa hari yang lalu saat liburan, Indah akhirnya bercerita panjang lebar mengenai kisah cintanya yang rumit. Fiony tertangkap basah sudah mencuri dengar permasalahan Indah. Mau tidak mau, gadis berkepribadian anggun tersebut menjelaskan yang sebenarnya. Fiony mulai mengerti dan merangkum semua pecahan cerita itu agar bisa mengambil kesimpulan. Sedikit complicated memang, ia yakin Indah pasti sedang melewati masa yang sulit.

Pada intinya, Jesslyn sudah tidak lagi memiliki hubungan dengan Indah. Karena, sebetulnya ketika Indah masih mengajar di kampus, mereka berdua merupakan sepasang kekasih yang saling mencintai.

Tetapi, banyak hal dan kendala yang tidak pernah di duga terjadi. Mulai dari kesibukan yang merambat masuk ke dalam hubungan, faktor-faktor negatif untuk berakhirnya hubungan tersebut juga ikut muncul. Fiony adalah salah satu orang yang menjadi bukti keharmonisan kisah manis mereka berdua. Tentu saja, mereka berempat bisa di bilang akrab sewaktu jaman-jaman itu.

Fiony ikut merasakan kesedihan yang di alami Indah. Bagaimanapun juga, meski jarak usia antara dirinya dan seorang mantan dosen tersebut cukup jauh, pasangan itu adalah teman dekatnya. Ia bisa memiliki kenangan tak terlupakan dengan Freya juga karena mereka.

¤¤¤¤¤

Aku kembali dengan aktivitas melelahkan seperti biasa. Memeriksa data pasien, bolak-balik mengejar perawat, dan tentunya menghadapi pasien yang banyak variasinya. Kembali ke kenyataan tidaklah begitu buruk setelah kurang lebih 5 hari liburan di pulau Bali. Ada banyak hal unik terjadi. Hingga, seorang Jessica Chandra pun jadi semakin ceria melakukan pekerjaan yang sering ia keluhkan di meja kafetaria itu.

Aku bernafas lega saat mengamati orang-orang disekitarku begitu menikmati waktu liburan akhir tahun mereka. Terkadang, rehat sangat dibutuhkan di usia yang sudah dewasa seperti ini.

Meski aku sadar bahwa berlibur pun tetap tak bisa lari dari masalah yang mengejar walaupun berada di pulau seberang. Ah, kupikir aku akan istirahat sejenak dengan pekerjaan sampinganku untuk menemani direktur rumah sakit menemui client. Sebenarnya tidak buruk juga pertemuan itu. Aku bisa mengasah kemampuan berkomunikasi dan menambah relasi dengan orang penting. Cuma, aku juga punya rasa lelah untuk berpura-pura tersenyum menanggapi mereka.

Wajahku yang lesu sepertinya di kenali oleh Muthe. Ia memandangiku dan bertanya, "Kak Fiony kecapean, 'kah?".

Aku mengapresiasi perhatian kecilnya. Dia jadi sering memperhatikan orang semenjak dekat dengan Jessi. Atau sebenarnya ia memang seperti ini orangnya. Tidak kaku dan tidak dingin. Ia hanya perlu berkenalan lebih jauh untuk mengetahui sifat aslinya.

Aku tersenyum simpul dan menggelengkan kepalaku.

"Nggak, kok. Kepikiran bill apartemen aja. Belum sempet bayar, hehe"

Aku menggaruk daguku memberikan ekspresi ragu. Sudah jelas kalau perilaku yang kugambarkan itu menampakkan kebohongan.

"Biar Dokter Freya aja yang bayar kalo gitu"

Punggungku seperti tersumbu api karena tiba-tiba merasa memanas saat mendengar jawaban Muthe. Ia sepertinya tau kalo kami satu atap. Ah, Entahlah. Aku sepertinya sudah tidak bisa menyembunyikan alasanku lagi kepada orang-orang. Padahal biasanya Freyana yang membayar cicilan tagihan air dan listrik. Belum lagi WiFi yang sudah mulai tidak bisa digunakan untuk mengakses internet. Ternyata membiayai hidup sangat susah. Apalagi di kota besar seperti ini. Membuat kepalaku serasa berputar-putar.

"Haha, jangan gitu dong bilangnya"

Muthe menutup buku batik besar yang biasa ia gunakan.

"Lalu?"

"Em, ya.. jangan aja", responku malah kebingungan sendiri dengan pertanyaan itu.

"Se-apart enak gak sih kak?"

FREYANAWhere stories live. Discover now