15 - rawrr

6.2K 749 72
                                    

Nama tokoh, tempat kejadian dan konflik cerita ini hanya fiktif belaka.

.

.

.

.

****

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

****

Dulu saat Tarendra belum terjerumus dalan dunia kerja, ia bisa menghabiskan hampir setiap malamnya untuk mengelilingi lapangan basket yang dibuat untuknya setelah mengaku tertarik pada benda bulat berwarna orange tersebut.

Tapi itu sudah bertahun-tahun lalu, sekarang kaki dan tangannya sudah kaku untuk sekedar menggiring bola dan memasukkannya ke dalam ring.

Selama ini pun Tarendra tak pernah lagi mengingat momen-momen itu dan bahkan melupakan sudut halaman rumahnya sendiri. Tapi kini, saat melihat Jesher dan Rival bermain basket dihalaman belakang membuatnya rindu pada segala kegembiraan dan kesenangannya dikala itu.

"Gabung aja Pak. Mereka juga baru main kok."

Celetukan Ellie berhasil membuyarkan lamunan Tarendra. Diliriknya wanita itu yang sibuk berkutat diwestafel mencuci beberapa piring dan gelas. Lalu fokusnya kembali pada dua anak lelakinya yang saling mengumbar tawa.

Tapi bahkan dengan aura menyenangkan yang keduanya pancarkan juga kerinduannya pada lapangan itu tak cukup menjadi dorongan agar Tarendra beranjak untuk ikut serta. Justru ia berbalik pergi membawa lara dan lelahnya untuk menjauh.

"Ellie, bikinin kopi."

Tarendra bahkan tak menoleh saat meminta Ellie membuatkannya kopi, tubuhnya sudah terlalu lelah dan ingin segera sampai di ruang kerja untuk menyelesaikan beberapa hal sebelum benar-benar beristirahat.

Namun sepertinya Tarendra tak bisa lagi menggunakan otaknya untuk memikirkan pekerjaan. Saat ia mendudukkan diri, menghabiskan menit yang terus berjalan, hanya nama Jesher yang lagi-lagi berlarian dikepalanya.

Setelah Danu memberitahu ada kemungkinan anak itu memiliki hubungan dengan salah satu anak buah Wira, beban dipundaknya seolah bertambah dua kali lipat.

Kekhawatirannya pada anak itu semakin banyak, sejalan dengan keraguannya untuk menerima hadir sosoknya di rumah ini. Kepala Tarendra serasa ingin pecah karena memikirkan sikap apa yang harus ia ambil untuk menanggapi semua hal yang berkaitan dengan putranya.

Kini Tarendra sadar, menjadi orangtua tidak pernah mudah. Mengurus satu anak saja rupanya jauh lebih memusingkan daripada mengurus perusahaan besar.

"Istirahat aja, Pak."

Pandangan Tarendra beralih pada kehadiran Ellie yang mendekat membawa nampak berisi secangkir kopi pesanannya.

"Bapak sakit ya?" Air muka wanita itu berubah cemas menyadari wajah kuyu Tarendra yang terlihat lebih buruk dari sebelumnya.

STRANGERWhere stories live. Discover now