28 - tanda cinta

7.2K 1K 219
                                    

Nama tokoh, tempat kejadian dan konflik cerita ini hanya fiktif belaka.

.

.

.

.


******

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

******

Sinar matahari menerobos masuk ketika Rival membuka gorden dalam kamar bernuansa abu-abu putih milik Jesher. Namun hangat yang langsung menerpa seonggok tubuh itu rupanya tak cukup untuk sekedar mengusik lelap si empunya kamar.

"Jesh," Rival mulai memanggil, menggoyangkan bahu remaja itu yang kini sedang dalam posisi tengkurap. "Gue dipanggil ke kantor sama Pak Rendra, kalo lo mau ikut buruan siap-siap."

Mendengar nama sang Ayah, anak itu akhirnya merespon dengan gumaman samar.

"Ngapain?"

"Gue ada urusan. Sekalian biar lo ketemu buat minta maaf."

Walau masih terpejam, kening Jesher berkerut dalam. Ia masih belum mengerti apa maksud dari ucapan lelaki itu. "Buat apa?"

"Bangun dulu deh," kata Rival mencoba membalikkan tubuh itu agar terlentang. "Melek dulu."

Setelah berperang dengan kantuk dan lemas yang menekan habis tubuhnya, Jesher perlahan bisa membuka mata. Namun ia kembali memejam lantaran pandangannya yang tiba-tiba berputar. Kepalanya pusing dan perutnya mual. Ini benar-benar tidak nyaman.

"Val, kayaknya gue masuk angin." Jesher mengeluh, menggeliat tak nyaman hingga tanpa sadar kembali ke posisi tengkurap yang bisa sedikit meredakan sakit perutnya. Ia harap lelaki yang berdiri disamping tempat tidurnya bisa segera memberi solusi.

Tetapi bukannya menawarkan bantuan, Rival malah membangunkan paksa tubuh tak berdaya Jesher. Mendudukkan tubuh lemas itu dan menahannya agar tetap tegak.

"Mandi, abis itu gue tunggu—"

"Huek!"

Jesher menutup mulut saat merasakan gejolak aneh yang siap keluar dari kerongkongannya. Maka dengan buru-buru ia meninggalkan tempat tidur, tergopoh-gopoh ke kamar mandi.

Rival merotasikan bola matanya sebelum menyusul, ia ikut masuk saat anak itu memuntahkan isi perutnya di westafel. Lantas ia pijat lembut tengkuk Jesher dengan harapan bisa membuat anak itu merasa lebih nyaman.

Setelah menghabiskan isi perutnya Jesher lanjut membasuh wajah dan terdiam cukup lama. Dua tangannya menopang tubuh pada pinggiran westafel, menetralkan rasa pening yang hadir bagai bongkahan batu besar menghantam kepalanya. Sesekali ia memijit pelipisnya.

"Lo masih nggak ingat?" Tanya Rival saat Jesher diam saja seolah tidak ada hal besar yang terjadi semalam.

Anak itu menoleh, mata sayunya memandang lemah pada Rival. "Inget ap—"

STRANGERTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon