21 - suruh dia pulang

7.7K 1K 253
                                    

Nama tokoh, tempat kejadian dan konflik cerita ini hanya fiktif belaka.

.

.

.

.

*****

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

*****

Dulu Rival pikir Jesher berbeda dengan anak-anak yang lain, dia hidup liar di luar sana hingga terbiasa dengan segala kekerasan, bahkan saat Nico menghajarnya sampai masuk rumah sakit pun putra Tarendra itu terlihat tidak mengalami guncangan yang berarti. Senyumnya tetap tersungging dan tawanya pun masih terdengar.

Tapi setelah kejadian tidak mengenakkan yang ia saksiskan didepan matanya hari itu, Rival jadi tahu bahwa Jesher tidak ada bedanya dengan remaja-remaja diluar sana. Dia juga bisa sakit, bisa bersedih dan bisa terlihat begitu lemah karena kata-kata kasar yang dilontarkan padanya.

"Jesh, makan." Rival meletakkan nampan berisi makan siang untuk Jesher di atas nakas, namun si empunya kamar tak bergeming dari posisi yang meringkuk dibalik selimut tebal. "Lo harus makan, abis itu minum obat."

Ya, Hari itu setelah bertemu dengan Renata, Jesher pulang dengan kondisi yang jauh dari kata baik. Tubuhnya terserang demam yang cukup tinggi, namun yang paling membuat Rival khawatir adalah perubahan sikap Jesher yang menjadi sangat pendiam. Dan ini sudah berlangsung selama dua hari.

Sialnya, Tarendra sedang berada di luar kota dan mungkin baru bisa pulang nanti sore. Rival sudah mencoba menghubunginya tapi Tarendra hanya merespon biasa dan meminta Tama untuk sering-sering memeriksa kondisinya. Padahal jika lelaki itu ada di sini, mungkin Jesher bisa merasa sedikit lebih baik, apalagi jika Tarendra mau sedikit membujuk pasti Jesher tidak akan larut terlalu lama dalam kesedihan karena dicampakkan oleh Ibunya sendiri.

"Jesher." Rival naik ke atas tempat tidur, menyibak selimut hanya untuk melihat jejak-jejak tangis disudut mata Jesher yang sudah tenggelam dalam lelapnya. Walau tidak mengatakan apapun dan terus bungkam, Rival tetap bisa tahu bahwa Jesher selalu menangis diam-diam darinya.

"Kalo lo nggak mau makan. Gue suruh dokter Tama buat masang infus aja," ancam Rival masih dalam posisi yang sama. Menunggu respon Jesher yang perlahan akhirnya membuka mata.

"Iya. Entar gue makan," balas anak itu dengan suara serak. "Maaf ya Val, gue kayaknya ngerepotin lo banget."

Rival terenyuh, bagaimana bisa Jesher masih memikirkan orang lain saat perasaannya sendiri masih sekacau itu?

"Nanti sore Pak Rendra pulang. Dia tanya, lo mau nitip apa? Lo mau makan apa? Nanti dia mampir beliin."

"Lo nggak usah bohong."

Rival tergelak meneguk liurnya canggung, ia pikir berbohong sedikit mungkin tak masalah, niatnya hanya untuk menghibur atau sekedar memberi semangat dengan menaruh harapan pada hati yang sedang jatuh dalam keputusasaan. Tapi sepertinya Jesher sangat membenci apa yang baru saja ia lakukan.

STRANGERWhere stories live. Discover now