BAB 10 TERLUKA

35 2 0
                                    

Ning tersadar dari lamunannya, ia telah melewati belikan yang pertama dan sekarang ia sedang berada di persimpangan. Ia mengingat-ingat kembali kata bapak-bapak tadi, ia pun berbelok ke arah kanan dan berjalan lurus mengikuti lorong.

Ning berhenti di dekat pintu bertuliskan kantor kepala pondok. Terdengar suara laki-laki dan perempuan yang sedang membicarakan sesuatu, dan laki-laki tersebut adalah Gus Zaffan.

Tak lama perempuan tersebut keluar dari ruangan dengan mengulum senyum. Ning dengan cepat bersembunyi. Saat perempuan itu menjauh, Ning perlahan mendekati pintu lagi. Tiba-tiba terdengar suara dari dalam.

"Masuk!"

Ning terkejut yang semula memperhatikan perempuan itu ia langsung memalingkan wajahnya menjadi menghadap ke arah pintu.

Ning masuk ke dalam dengan menunduk. Sepertinya ia telah ketahuan menguping.

"Kenapa tidak langsung masuk, malah menguping di luar?" tanya Gus Zaffan to the point.

"Ehm.. itu..," suara Ning tercekat karena gugup, dan ia pun masih berdiri karena takut juga.

"Sudah lupakan, ada maksud apa ke sini?"

Gus Zaffan mengalihkan pembicaraan karena merasa tidak enak terhadap Ning yang merasa tidak nyaman. Gus ilham pun mempersilahkan Ning untuk duduk.

"Ehm ini ada surat dari Gus Rizky yang dititipkan ke Umi." Ning mengeluarkan sebuah surat dari sakunya lalu menyerahkannya kepada Gus Zaffan.

"Iya terima kasih, ada lagi?" tanya Gus Zaffan lagi.

"Ehm tidak ada, ditunggu makan siang nanti, kalau begitu saya pamit dulu, wassalamu'alaikum!"

Ning keluar dari ruangan tersebut, Karena ia merasa hal itu tak sehat untuk jantungnya, karena saat ini penampilan Gus Zaffan mirip seperti guru dan menurut Ning ketampanannya bertambah berkali-kali lipat.

Sebaliknya Gus Zaffan yang melihat sikap Ning hanya mengulum senyum. Saat di persimpangan jalan Ning lupa arah mana yang harus ia ambil karena kejadian tadi, tiba-tiba dari arah belakang terdengar suara derap langkah.

Srek..... Srek..... Srek....

Dan....... Hap!

Orang tersebut memegang bahu Ning. Ning yang terkejut pun menggunakan jurus silatnya untuk melawan orang tersebut..

Bugh!... Bugh!... Krek!

Terdengar seperti tukang yang patah.

"Eh Ning Ning Ning, maaf, lepas saya gak bermaksud begitu!" orang itu adalah Gus Zaffan, ia sengaja ingin membuat Ning terkejut, karena persimpangan tersebut sedang sepi dan tidak ada santri yang lewat. Tetapi ia malah terkena jurus silatnya Ning. Gus Zaffan saja yang tidak tahu bahwa Ning adalah pemegang sabuk hitam.

"Eh Gus maaf, refleks!" refleks Ning melepaskan Gus Zaffan. Ia meminta maaf karena telah memelintir tangan Gus Zaffan hingga berbunyi, ia berharap Gus Zaffan tidak patah tulang.

"Gus Zaffan tidak apa-apa?" lanjut Ning bertanya, karena ia khawatir dengan Gus Zaffan, ia pun mencoba melihatnya tetapi tidak berani memegang Gus Zaffan.

"Iya saya gak apa-apa, udah yok pulang kamu pasti lupa jalan pulang!" Gus Zaffan menyembunyikan rasa sakitnya Dangan tetap stay cool di depan Ning juga karena gengsi, walaupun hati kecilnya menjerit karena ngilu ditangannya. Untuk mengalihkannya ia mengajak Ning untuk pulang.

"Kok Gus tahu?" tanya Ning dengan polosnya.

"Ya, saya lihat dari belakang, udah juk pulang!" setelah mengatakan itu Gus Zaffan berlalu pergi.

"Eh iya tungguin!" Ning pun menyusul Gus Zaffan dari belakang dan berjalan di belakang Gus Zaffan.

Di sisi lain....

"Iya ustadzah, sebaiknya begitu." jelas Gus Zaffan.

"Hmm terima kasih Gus!" tiba-tiba bau wangi menyeruak ke dalam hidung Gus Zaffan, Gus Zaffan sangat tahu ini adalah bau parfumnya Ning. Ning pasti ada di depan mungkinkah di menguping.

"Iya ustadzah sama-sama silahkan boleh kembali ke kelas!" Gus Zaffan mengakhiri pembicaraan.

"Iya saya duluan wassalamu'alaikum," ustadzah tersebut meninggalkan Gus Zaffan.

"Wa'alaikumus salam." terbesit ide jail untuk Ning.

Gus Zaffan telah berhasil mengerjai Ning. Setelah Ning keluar dari kantor, Gus Zaffan segera membuka surat yang dikasih Ning. Inti dari surat itu adalah Gus Rizky ingin mengajak bertemu.

Gus Zaffan membuka bukunya kembali, tetapi ia teringat Ning kembali, ia merasa Ning lupa jalan pulang. Akhirnya Gus Zaffan memilih untuk pulang cepat.

Niat hati ingin mengerjai Ning, tetapi malah tangannya kena plintir sama Ning. Gus Zaffan berjalan mendahului Ning. Sesampainya di rumah telah ada Abi dan Umi di ruang tamu.
Mereka pun menyalami Abi dan Umi.

Umi dan Ning pergi ke dapur untuk menyiapkan makan siang. Abi sudah tahu jika Gus Zaffan dan Ning pindah ke rumah Abi. Gus Zaffan duduk di samping Abi sambil memegangi tangannya yang sakit.

"Kenapa fan tangannya?" tanya Abi sambil melihat putranya itu.

"Ehm itu tadi nabrak tembok." Gus Zaffan memilih berbohong, karena Jiak ia memberi tahu kejadian aslinya ia pasti akan kena marah oleh Abi nya tapi karena gengsi juga ia memilih untuk berbohong.

"Ada-ada saja kamu fan. Ayo ke masjid udah mau masuk waktu Dzuhur sekarang!" Abi tak habis pikir dengan anaknya yang masih seperti anak kecil.

****

Di kamar Ning sedang membereskan barang-barangnya. Tak berselang lama Gus Zaffan masuk.

"Ning saya mau minta tolong boleh tidak?" tanya Gus Zaffan dengan nada rendah.

"Iya, ada apa?" jawab Ning sambil membalik badan menghadap ke Gus Zaffan.

"Tolong bereskan barang-barang saya. Ini saya mau pijat tangan saya dulu soalnya masih sakit." Jelas Gus Zaffan.

Gus Zaffan yang membawa-bawa masalah tangannya, Ning pun merasa tidak enak hati dengan hal itu. Ia pun mengiyakan permintaan Gus Zaffan.

"Iya Gus, maaf gara-gara saya tangan Gus Zaffan jadi terluka," ucap Ning sambil menunduk, ia menyesali perbuatannya itu.

"Tidak Ning, ini bukan salah kamu sepenuhnya, saya juga salah karena memulainya dulu. Ya sudah saya duluan ya!" Gus Zaffan pergi ke luar meninggalkan Ning yang tengah sibuk dengan barang-barang.

Makan malam tiba tidak seperti di keluarga Ning yang banyak anggota keluarganya, di rumah Gus Zaffan hanya ada empat orang saja Abi, Umi, Gus Zaffan, dan Ning. Mbak-mbak ndalem dan pembantu, semuanya memilih sibuk karena terlalu segan dengan Abi dan Umi.

Ning merasakan kesepian Umi yang sangat mendalam. Apa lagi saat Abi pergi mengisi kajian atau pengajian, pasti Umi kesepian. Itulah mengapa Umi menanyakan kapan Gus Zaffan dan Ning pindah ke sini.

Seperti biasa, Ning mengambilkan makanan untuk Gus Zaffan. Umi pun sama, mengambilkan makanan untuk Abi. Saat hendak makan Gus Zaffan merasakan sakit di tangannya. Al hasil, ia tak jadi menyendokkan makanan ke mulutnya. Umi yang melihat hal tersebut pun berniat menggoda Ning.

"Ning itu loh suamimu kesusahan makannya, itu coba kamu bantu suapin!" ucap umi mengulum senyum.

Seketika wajah Ning dan telinga Gus Zaffan memerah yang menandakan mereka sedang menahan malu. Ning pun melakukan apa yang disuruh mertuanya itung-itung mencari pahala untuknya.

Abi dan Umi yang melihat itu tersenyum, mereka seperti bernostalgia ke zaman dulu.

"Mirip kita ya bi?" Umi memberi pertanyaan pada Abi, dan dijawab anggukan dan senyuman oleh Abi.

****

Holla🙌🏻
Maaf teman-teman lama tidak up
Stay tune terus ya, terima kasih ❤️

Cinta Sang NingWhere stories live. Discover now