BAB 14 MASALAH

27 2 0
                                    

Saat di tengah jalan, tiba-tiba Umi menelpon Gus Zaffan, karena Gus Zaffan sedang mengemudi mobil jadi ia meminta tolong pada Ning untuk menjawab telepon dari Umi.

"Assalamu'alaikum Fan, fan cepet pulang ini ada masalah di rumah!" Nada bicara Umi tak terdengar seperti biasanya. nada bicara Umi terlihat panik.

"Wa'alaikumus salam, Kenapa mi? Umi tenang dulu, bicara sama Ning ada apa?" Umi terkejut dan bertambah panik karena yang menjawab adalah Ning. Ning pun bingung kenapa Umi terlihat panik.

"Zaffan mana Ning? Emm suruh dia cepat pulang, Umi tutup dulu ya teleponnya. Wassalamu'alaikum!" Umi pun langsung memutuskan telepon sepihak.

Gus Zaffan menatap Ning dengan tatapan bertanya. Dan Ning pun menjawab apa yang ia bicarakan dengan Umi, dan memberi tahu apa yang Umi sampaikan.

Gus Zaffan melihat Ning dan mengernyit heran mengenai pernyataan Ning. Laju mobil pun ditambah mengingat pesan UK mi yang harus segera pulang. Tak ada satu pun yang bicara di dalam mobil. Gus Zaffan sibuk dengan pikirannya mengenai umi juga mengemudi mobil, dan Ning sibuk dengan pekerjaannya.

Saat pikiran Gus Zaffan tengah kalut, tiba-tiba ada seseorang menyeberang jalan tanpa menoleh ke kanan atau ke kiri. Refleks Gus Zaffan menginjak rem agar mobil yang ditumpanginya tidak menabrak si penyeberang. Ning yang terkejut langsung menghadap ke depan dan menghadap ke Gus Zaffan secara bergantian.

"Maaf, mas, mbak. saya tidak lihat-lihat dulu kalau menyeberang!" Si penyeberang meminta maaf dan menangkupkan kedua tangannya di depan dada.

"Iya, mas. Saya juga minta maaf nggak fokus kalau mengemudi." Timpal Gus Zaffan.

Antara Gus Zaffan dan dan penyeberang saling meminta maaf. Gus Zaffan melajukan mobilnya kembali menuju rumah. Terparkir mobil BMW di depan rumah Gus Zaffan. Sontak Gus Zaffan terkejut karena mengetahui mobil itu milik siapa, dan Ning yang tak tahu menahu yang mengernyit heran.

Mobil terparkir dengan sempurna. Gus Zaffan turun dengan tergesa-gesa tanpa menghiraukan Ning di sisinya. Di ruang tamu sudah ada bapak-bapak paruh baya dengan anak perempuannya yang menunggu kedatangan Gus Zaffan.

Suara pintu belakang terbuka berderit dengan merdu. Memang Gus Zaffan memilih untuk lewat pintu belakang, karena ia mengetahui Umi pasti sedang panik menunggu di ruang tengah.

Umi melihat Gus Zaffan Dangan wajah terlihat lega. Tanpa dikasih tahu pun Gus Zaffan mengetahui masalah penting apa yang yang di beri tahu Umi, setelah melihat mobil yang terparkir di depan rumah. Gus Zaffan memberi tahu Umi bahwa Ning masih di belakang, dan meminta agar Umi mengalihkan perhatian Ning untuk berkeliling pondok.

Berhubung Abi tidak mengetahui masalah ini, dan Abi sedang menghadiri kajian, jadi Gus Zaffan sendiri yang akan mengahadapi masalahnya sendiri.

"Assalamu'alaikum!" Sapa Gus Zaffan yang keluar dari ruang tengah dan duduk di depan kedua orang tersebut, dan menyalami bapak-bapak tersebut.

"Wa'alaikumus salam." Jawab kedua orang tersebut secara serentak.

"Maaf, ada apa ya pak?" tanya Gus Zaffan mengawali pembicaraan. Diantara keduanya, wajah bapak tersebut menjadi tegang kala Gus Zaffan melontarkan pertanyaan.

"Saya ingin meminta pertanggung jawaban anda atas anak saya Humaira, yang akan anda nikahi tapi tidak jadi." Rahang bapak Humaira mengeras tidak terima.

"Maaf pak itu hanya kesalahpahaman," Gus Zaffan tetapi tenang dalam menjawab namun nada bicaranya terdengar tegas.

"Tidak! Keluarga anda telah mempermalukan keluarga saya dengan hal seperti ini!" bapak Humaira yang kolot, tetap saja tidak mau menyerah.

"Oke, saya akan tanggung jawab. Apa yang mau bapak minta?" Gus Zaffan menjawab dengan tenang. Ustadzah Humaira yang berada di samping bapaknya hanya menunduk, dengan senyum penuh kemenangan.

"Saya ingin anda menikahi anak saya sebagai pertanggungjawaban!" bapak Humaira masih tidak mau mengalah.

"Maaf, Pak. Kalau begitu tidak bisa, saya telah mempunyai istri, dan saya tidak mau menceraikannya ataupun menduakannya!" Ucap Gus Zaffan yang mulai kehilangan kesabarannya.

"Sudahlah, sama saja, satu keluarga saya hanya ingin itu sebagai pertanggungjawaban jika anda tidak mau terima akibatnya. Saya pamit pulang!" Bapak Humaira menarik tangan Humaira menuju keluar Imah dan menaiki mobilnya.

Humaira menahan rasa senang dan kecewa secara bersamaan, senang karena Gus Zaffan terpojokkan dan kecewa atas keputusan bapaknya yang mengajaknya pulang. Gus Zaffan hanya menghela nafas sabar menghadapi bapaknya yang kolot, dan anaknya yang licik.

Gus Zaffan menyugar rambutnya karena pusing dengan masalah ini. Ia kembali ke dalam mengambil kunci mobil, ia meminta izin pada Umi melalui pesan untuk pergi menemui Asyrof.

Restauran dengan nuansa Jawa yang paling terkenal terkenal di daerah itu adalah tujuannya. Restauran tersebut milik Asyrof. Setelah lulus dari pondok, ia menghabiskan harinya dengan menyibukkan diri dengan urusan restonya.

Mobil terparkir dengan sempurna. Gus Zaffan turun untuk menemui Asyrof. Terlihat dari kejauhan ada seorang dengan outfit khas santri tengah menyambut pengunjung resto.

Gus Zaffan dengan langkah santai mendekatinya.

"Oi bro. Ada apa ke sini? Pasti ada masalah nih!" ucap Asyrof yang sudah hafal kebiasaan sahabatnya yang datang kepadanya jika ada masalah.

"Pusing kepala saya gara-gara masalah kamu." Kini keduanya duduk di bangku pengunjung paling pojok yang sepi. Wajah Gus Zaffan yang tadinya sumringah kini terlihat tegang.

"Kenapa?" tanya Asyrof penasaran.

"Itu bapaknya Bunga datang ke rumah, minta pertanggungjawaban, mana pulang sambil marah-marah bawa Bunga." Gus Zaffan menjelaskan apa yang dialaminya tadi.

"Terus ini gimana? Saya kira dulu itu ia menanggapinya dengan bercanda, ternyata baginya itu tidak," kata Asyrof dengan pelan di akhir kalimatnya. Asyrof juga menyesali perbuatannya.

"Sekarang sudah tidak ada gunanya menyesal." Gus Zaffan menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi.

"Humaira gimana keadaannya?" Lanjut Gus Zaffan bertanya kepada Asyrof dengan nada pelan.

"Entah, sudah beberapa hari ini saya tidak menjenguknya." Jawab Asyrof sambil meregangkan tubuhnya.

"Coba kita lihat!" Ajak Gus Zaffan pada Asyrof.

"Ayo!" Asyrof kini sedang bersiap-siap. Ia satu mobil dengan Gus supaya mudah.

Mobil telah meninggalkan resto menuju rumah sakit jiwa Medika di penghujung kota. Mereka menuju resepsionis, resepsionis pun bertanya kepada mereka, siapa yang ingin dijenguk. Semuanya telah dijawab oleh Asyrof, karena Asyrof telah sering datang ke tempat itu.

Asyrof dan Gus Zaffan masuk menuju ruangan tempat dimana Humaira berada. Di dalam ruangan do depan mereka, terdapat seorang suster yang ingin menyuapi seorang perempuan yang kurus sampai-sampai tubuhnya hanya berisi tulang.

Suster tersebut tengah menyuapkan sesendok makanan, tapi ditolak mentah-mentah oleh perempuan tersebut, dan malah berbalik marah pada suster tersebut.

"Itulah keadaan Humaira sekarang." Sebuah kata terlontar dari mulut Asyrof.

Gus Zaffan hanya diam saja tidak menanggapi. Ia masih fokus ke dalam ruangan berdinding kaca yang di dalamnya ada seorang wanita kurus seperti tulang hidup dan yang katanya Asyrof dia adalah Humaira asli. Gus Zaffan merasa prihatin atas kondisinya sekarang.

****

Holla 🙌🏻
Maaf teman-teman lama up
Stay tune terus ya, terima kasih 🤗🙏❤️

Cinta Sang NingWhere stories live. Discover now