10. Sudah Memutuskan

219 9 0
                                    

"Karena aku berjanji, tidak akan ada yang bisa menyakiti wanita yang telah aku klaim hanya akan menjadi milikku. Kecuali mereka ingin mati dengan sangat perlahan dan penuh siksaan."

Trixie menggelengkan kepalanya berkali-kali mendengar kalimat aneh Aiden yang dipenuhi makna egois dan obsesif itu.

"Kamu pasti sudah gila, Mr. Miller. Sejak kapan aku adalah benda milikmu?! Jangan mengada-ada!" Semburnya dengan tatapan marah dan wajah yang berkerut kesal.

"Hm? Apa kamu lupa jika kamulah yang lebih dulu memeluk dan menciumku, Angel?" Cetus Aiden dengan suara tenang, membuat Trixie teringat kembali saat pertama kali ia bertemu Aiden dan mengira bahwa lelaki itu adalah Leon.

"Kamulah yang memulai semua ini kan? Jadi jangan salahkan jika pada akhirnya aku menyukai cumbuan itu, dan sangat menginginkannya untuk terulang lagi dan lagi," tambahnya lagi sambil menyeringai.

"Tapi... saat itu aku mengira kamu adalah orang lain!" Seru Trixie kesal. "Aku kira kamu adalah Leon!"

Ya, ia akui memang dirinyalah yang bersalah karena terlalu terbawa emosi waktu itu hingga tidak bisa berpikir jernih.  Tapi bagaimana mungkin Aiden bisa mengklaim dirinya adalah kepunyaan lelaki itu hanya berdasarkan alasan lemah begitu?!

Alih-alih kesal karena ketidakpatuhan Trixie, Aiden malah tertawa kecil melihat kegusaran yang begitu ketara di wajah Trixie. Ia pun mencubit dagu lancip gadis itu dengan gemas.

"Aku suka melihatmu marah-marah begini. Semakin cantik dan semakin menggemaskan," cetusnya di sela sisa-sisa tawa yang bagi Trixie seperti sedang meledeknya.

Gadis itu menepis tangan Aiden dengan kasar. Dengusan tajam mewarnai langkah kakinya yang dengan sengaja menghentak menuju ke kamar mandi, membuat Aiden semakin tak tahan untuk kembali menertawakan tingkahnya yang seperti seorang gadis remaja.

Tapi jika dipikir-pikir usia Trixie memang baru 23 tahun, meskipun penampilannya menyerupai wanita yang lebih dewasa. Terutama sikapnya yang terlihat anggun, tenang dan terkendali di depan publik.

Gadis itu pasti bersikap jauh lebih dewasa dari gadis seusianya karena bebannya yang mengemban jabatan Direktur sebuah yayasan amal.

Aiden melipat kedua tangannya di depan dada sambil menelengkan kepalanya ke satu sisi, menatap ayunan pinggul bulat seksi Trixie yang mengayun sensual saat berjalan menuju kamar mandi.

Senyum tipis yang mewarnai wajah tampan lelaki itu menggambarkan sebuah rencana licik yang melibatkan aktivitas panas di atas ranjang.

Ya, Aiden sudah bertekad--kalau malam ini juga ia harus menjadikan tubuh sempurna itu mendesah dan menjerit nikmat di bawahnya.

***

"Dimana Lena?" Trixie mengerutkan keningnya bingung ketika sama sekali tak melihat sahabatnya itu saat berada Aiden mengajaknya untuk sarapan di taman di belakang Mansion.

Sejenak Trixie sempat terkesima menatap ke sekelilingnya, sebelum akhirnya ia menyadari ketidakhadiran Lena.

Ada meja panjang berbentuk lonjong yang dilapisi taplak meja putih bersih, dengan beberapa kursi yang mengelilinginya.

Beberapa vas berisi bunga berwarna putih dan biru muda pucat menghiasi di atasnya, sewarna dengan taplak meja dan piring yang ada di sana. Beberapa hidangan menggugah selera dan masih mengepulkan asap hangat membuat perut keroncongan.

Meja makan aesthetic itu berhadapan langsung dengan kolam renang dan hutan belantara dengan pepohonan-pepohonan yang tinggi dengan posisi rapat.

Cahaya matahari yang menyinari musim panas di London sedikit menghangatkan tubuh Trixie, meski tetap saja ia merasa agak dingin karena berada di tengah hutan begini.

The Mafia BillionaireWhere stories live. Discover now