14. The Black Skull

175 10 0
                                    

"Karena sesungguhnya Leon Morgan tunanganmu itu, dia tidak seperti apa yang kamu kira selama ini, Trixie."

"Apa maksud dari perkataanmu itu, Gale?" Tanya Trixie dengan wajah yang mendadak keruh menatap lelaki di depannya. "Aku sangat mengenal Leon!" Ungkapnya kesal.

Tidak mengenal Leon katanya?? Trixie bahkan sangat hapal dengan semua kebiasaan dan kesukaan Leon, bahkan hingga ke hal-hal yang spesifik!

Gale mengedikkan bahunya ringan dan kembali menuliskan sesuatu di atas kertasnya, sebelum kemudian kembali menatap ke arah Trixie.

"Apa kamu mengenal kedua orang tua Leon Morgan?" Tanya lelaki itu tiba-tiba.

Trixie mengangguk yakin. "John Morgan dan Marge Morgan," sahut Trixie. "Mereka tidak tinggal di London, tapi di Swedia sejak Leon lahir."

Gale mengangguk membenarkan. "Kapan terakhir kali kamu mengontak mereka?"

"Terakhir kali? Sudah cukup lama," ungkap Trixie berusaha mengingat-ingat. "Kalau tidak salah sebulan setelah kematian Leon."

Trixie tidak pernah mengontak lagi mengontak kedua orang tua Leon walaupun hanya sekedar untuk bertukar kabar, karena ia sedang berkutat dengan penyakitnya anxiety disorder.

Ia sangat takut menangis histeris saat mendengar suara Marge atau John, yang membuatnya teringat kembali kepada Leon.

"Jadi kamu tidak tahu kabar mereka ya?" Gale menatap tajam Trixie. "Mereka telah meninggal, sekitar dua bulan setelah kematian Leon."

Trixie pun menutup mulutnya dengan tangan karena kaget. Manik biru batu safirnya menatap Gale dengan tatapan tidak percaya dan berkaca-kaca. "John dan Marge... m-meninggal?" Gumannya pelan.

Bagaimana mungkin ia sampai tidak mengetahuinya?

"Apa... apa yang terjadi? Setahuku mereka berdua sehat-sehat saja..."

"Mereka ditembak oleh orang tidak dikenal dari jarak dekat, ketika sedang berbelanja di sebuah grocery store," jawab Gale tegas sambil mengamati bagaimana reaksi Trixie setelah mendengar berita yang pasti akan sangat mengejutkan itu.

"Di... ditembak??" Trixie merasakan napasnya mendadak terasa sesak, seolah paru-parunya terasa diremas kuat. Sial. Anxiety order sialan itu pasti mulai kembali mengambil alih kendali tubuhnya.

"Seperti sebuah pembunuhan terencana, tapi sayangnya sampai sekarang pelakunya belum juga diketemukan," cetus Gale, yang kemudian tersadar jika wajah gadis di depannya itu telah berubah menjadi pucat.

"Apa kamu baik-baik saja, Trixie?"

Trixie mengangguk pelan, meski napasnya yang sesak belumlah kembali normal. Informasi itu membuatnya benar-benar terpukul. Bagaimana mungkin ia tidak mengetahui jika kedua orang tua Leon telah meninggal dunia?

Apalagi dengan penyebab kematian yang tak wajar.

"Kenapa mereka dibunuh?"

Sejenak Gale mengamati Trixie lekat-lekat untuk memastikan bahwa ia benar-benar baik-baik saja, karena tadi sepertinya gadis ini seperti bersikap seseorang yang mau pingsan.

"Kemungkinan si penembak adalah pembunuh bayaran yang mendapat tugas untuk menghilangkan nyawa mereka," sahut Gale akhirnya.

"Dilihat dari caranya mengeksekusi dan bagaimana ia menghilang setelahnya. Pekerjaan yang terlalu rapi, tenang, dan profesional seperti itu hanya dimiliki oleh pembunuh bayaran dengan jam terbang tinggi."

Trixie tercenung lama mendengarnya. Napasnya yang tadi sesak sekarang sudah berangsur-angsur kembali normal walaupun belum sempurna.

Dan Trixie pun merasa benci kepada diri sendiri ketika menyadari bahwa hal yang membuatnya agak lebih tenang adalah... ketika benaknya tiba-tiba saja membayangkan sosok Aiden.

The Mafia BillionaireWhere stories live. Discover now